Tinjauan Medis : dr. Christine Verina
Skoliosis adalah kelainan bentuk lengkung tulang belakang yang bentuknya menyerupai huruf S atau C. Sebanyak 80% kasus skoliosis penyebabnya tidak diketahui dan lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan
Daftar isi
Skoliosis adalah kondisi ketika tulang belakang melengkung atau membengkok secara abnormal yang paling umum mengintai anak-anak dan para pra-remaja [1,3,4,5,7,9].
Normalnya, lengkungan tulang belakang berawal dari bagian atas bahu hingga punggung bagian bawah.
Bila tulang belakang nampak melengkung ke salah satu sisi membentuk “C” ataupun “S,” maka inilah yang disebut dengan kondisi skoliosis [3].
Jenis skoliosis ini adalah kondisi skoliosis yang terjadi pada anak-anak karena bawaan sejak lahir [1,2,5,9].
Skoliosis kongenital berisiko tinggi terjadi selama masa tumbuh kembang janin.
Ketika perkembangan tulang janin tidak berjalan dengan sempurna dalam kandungan, maka saat lahir bayi akan mengalami kekurangan pada bagian tulangnya.
Lengkungan tulang belakang yang terjadi secara abnormal ini terjadi pada bayi hingga usia 10 tahun sehingga termasuk sangat dini [1,2,5].
Early onset scoliosis biasanya juga dikenal dengan istilah skoliosis idiopatik karena tak diketahui penyebabnya secara pasti.
Pada jenis skoliosis ini, kemungkinan memperbaiki kondisi tulang dan postur pasien secara aman masih sangat besar.
Dalam tubuh manusia terdapat tulang-tulang kecil yang membentuk tulang belakang.
Saat bagian tersebut mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya, inilah yang disebut dengan Scheuermann’s kyphosis dan cenderung terjadi pada usia anak-anak [2].
Perubahan bentuk tulang belakang terjadi pada usia remaja yang masih dalam masa tumbuh kembangnya disebut juga dengan skoliosis idiopatik remaja [1,2,3,6].
Anak-anak usia 10-18 tahun adalah yang paling rentan mengalami jenis skoliosis ini yang seringkali penyebabnya tidaklah diketahui.
Skoliosis jenis ini terjadi pada orang dewasa, namun tentunya hanya orang dewasa dengan masa kecil sebagai penderita skoliosislah yang berisiko lebih tinggi [1,2].
Semakin bertambahnya usia, kurva lengkungan tulang belakang dapat bertambah serius dan biasanya orang-orang usia 50 tahunlah yang terdiagnosa jenis skoliosis ini.
Skoliosis sindromik dapat terjadi karena kondisi medis berupa sindrom tertentu [2].
Para penderita sindrom Ehlers-Danlos atau sindrom Marfan misalnya, mereka memiliki risiko lebih besar dalam mengembangkan skoliosis jenis ini.
Penderita sindrom Beale, Retts, dan Prada-Willi pun dapat mengalami skoliosis.
Skoliosis neuromuskular ini adalah kondisi lengkungan tulang belakang yang tidak normal karena kondisi otot atau saraf yang bermasalah [1,2,3,5,9].
Spina bifida maupun Cerebral palsy adalah contoh dari kondisi medis yang memengaruhi tulang belakang membengkok tak wajar.
Namun tak semua penderita masalah saraf dan otot dapat mengembangkan skoliosis [2].
Penyebab pasti dari kondisi skoliosis belumlah diketahui dan belum dapat ditentukan.
Namun, ada sejumlah kondisi medis yang dikaitkan dengan skoliosis dan dapat menjadi faktor peningkat risiko skoliosis, seperti :
Skoliosis yang dialami oleh anak-anak terklasifikasi menjadi tiga berdasarkan rentang usianya, yaitu [3,5] :
Ada pula kasus skoliosis kongenital atau skoliosis menjadi kondisi bawaan anak sejak lahir.
Pada kondisi skoliosis ini, biasanya dikaitkan pula dengan kelainan bawaan lain dan berhubungan dengan kelainan jantung, kelainan sumsum tulang belakang, dan sistem genitourinari.
Skoliosis tak hanya berpotensi terjadi pada anak-anak, tapi juga pada orang dewasa.
Namun, kondisi skoliosis pada anak dan orang dewasa tidaklah sama karena pada skoliosis pada masa dewasa tulang sebenarnya sudah mengalami kematangan.
Berikut ini adalah kategori-kategori orang dewasa yang menderita skoliosis untuk bisa membedakannya dari skoliosis anak [5] :
Gejala skoliosis secara umum dan paling dapat dikenali antara lain adalah [4] :
Anak-anak usia 10-12 tahun adalah yang paling punya risiko tinggi terhadap skoliosis di mana hal ini lebih dikenal dengan istilah skoliosis idiopatik remaja.
Beberapa gejala skoliosis jenis ini yang dapat dikenali antara lain adalah [1] :
Banyak penderita gejala yang sebetulnya telah mengarah pada skoliosis namun pada jenis skoliosis idiopatik rata-rata mereka didiagnosa dengan sakit punggung biasa.
Bila ketidaknyamanan pada bagian punggung lebih serius, barulah dokter akan mengevaluasi dan memeriksa untuk mengetahui penyebabnya.
Para orangtua perlu memerhatikan dengan seksama perubahan fisik pada anak-anak bayi, balita ataupun remaja mereka.
Bila pun terdapat sedikit lengkungan abnormal, penting untuk segera mengecek kesehatan anak ke dokter sebelum gejala berkembang.
Pemeriksaan fisik adalah hal utama yang dokter lakukan untuk mengonfirmasi apakah gejala merujuk pada kondisi skoliosis.
Untuk lebih memastikan dan mengetahui seberapa parah kondisi skoliosis pasien, beberapa pemeriksaan pendukung dokter akan lakukan [1,3,4,5,9].
Tujuan pemeriksaan dengan metode ini adalah agar dokter dapat mengecek struktur tulang belakang pasien melalui gambar yang dihasilkan.
Tak hanya itu, sinar-X juga berguna dalam membantu dokter untuk mengetahui potensi penyebab nyeri tulang belakang,seperti kelainan, infeksi, atau bahkan patah tulang.
Pemeriksaan ini pun berfungsi agar dokter dapat mengetahui kondisi struktur tubuh dan tulang pasien dengan bantuan teknologi komputer dan magnet.
Melalui prosedur pemeriksaan ini, dokter dapat mengecek kondisi sumsum tulang belakang dan sekitarnya serta akar saraf pada tubuh pasien.
Dengan begitu, penyebab seperti kelainan bentuk, degenerasi atau faktor lainnya bisa terlihat dari pencitraan ini.
Selain pemeriksaan MRI, jika diperlukan pasien pun harus menempuh CT scan untuk dapat membantu dokter mengetahui bentuk hingga ukuran saluran tulang belakang, strukturnya hingga kondisi sekitarnya.
Melalui visual yang dihasilkan dari prosedur tes ini, dokter dapat memperoleh hasil yang lebih detil.
Untuk mengobati skoliosis, ada berbagai pilihan perawatan yang bisa ditempuh oleh pasien, seperti pembedahan misalnya agar mengoreksi postur tubuh.
Namun, ada pula pilihan perawatan skoliosis tanpa operasi yang tersedia.
Bagi para penderita skoliosis yang mempertimbangkan pengobatan atau perawatan tanpa operasi, beberapa cara penanganan ini adalah yang paling direkomendasikan :
Penanganan dengan chiropractic atau pengobatan alternatif yang menjadi solusi bagi gangguan muskoskeletal (sistem otot dan tulang belakang) hingga sistem saraf dapat dicoba [8].
Namun sebelum menempuh perawatan ini, pastikan dulu bahwa terapis untuk chiropractic ini memiliki pengetahuan dan pengalaman terpercaya dalam menangani masalah skoliosis.
Chiropractic bukan sembarang perawatan karena melibatkan proses koreksi leher yang bisa cukup berbahaya bagi penderita skoliosis bila dilakukan oleh yang bukan ahlinya.
Koreksi lengkungan abnormal pada skoliosis perlu dilakukan seorang profesional dan berpengalaman agar akurat dan terjamin keamanannya.
Terapi fisik khusus untuk penderita skoliosis meliputi sejumlah latihan fisik atau olahraga yang disesuaikan dengan lengkungan tulang belakang yang dialami pasien skoliosis [8].
Tujuan dari terapi ini lebih untuk menyeimbangkan dan memperkuat otot-otot punggung.
Tak hanya itu, latihan fisik pun bermanfaat dalam meningkatkan teknik pernafasan serta fungsi paru untuk keseimbangan postur.
Para orang dewasa yang menderita skoliosis sebagai cara meredakan kadar nyeri yang dirasakan bisa mengandalkan Yoga [8].
Untuk fungsi otot kaki, punggung dan pinggul, latihan Yoga juga dapat meningkatkan manfaatnya.
Dengan latihan rutin, postur tubuh sekalipun dapat diperbaiki melalui Yoga serta tubuh menjadi lebih kuat serta fleksibel.
Tentu saja untuk memperoleh hasil paling baik, datanglah pada instruktur Yoga yang benar-benar terpercaya dan pernah punya pengalaman mengajarkan Yoga pada penderita skoliosis.
Brace menurut seorang ahli anatomi fisiologi adalah salah satu perawatan skoliosis yang aman [10].
Daripada menempuh prosedur operasi yang menjadi momok bagi banyak penderita skoliosis, penggunaan brace dapat dipertimbangkan.
Selama kurva lengkungan abnormal masih memungkinkan untuk dirawat dengan brace serta usia juga aman, maka tingkat keamanan penggunaan brace cukup tinggi.
Namun tak semua penderita skoliosis bisa menggunakan brace sebagai solusi, hanya penderita skoliosis inilah yang direkomendasikan untuk penggunaan brace :
Brace bukanlah solusi penyembuhan skoliosis secara total, namun dapat membantu perbaikan kurva lengkungan dan postur tubuh penderita [1,3,4,5,7,9].
Jenis brace yang umum digunakan adalah yang berbahan plastik di mana bila pemakaiannya tepat, penderita akan merasa nyaman dan tidak berefek samping berbahaya [4].
Penggunaan aspirin, naproxen dan ibuprofen dapat menjadi salah satu cara menangani skoliosis tanpa operasi, namun tak dapat menyembuhkan total [7].
Tujuan obat-obatan ini hanya mengurangi rasa nyeri sekaligus bengkak yang dikeluhkan oleh penderita.
Ketika langkah tanpa operasi tak terlalu membantu secara efektif, pembedahan atau prosedur operasi pastinya diperlukan [1,3,4,7].
Walau skoliosis pada umumnya terjadi dalam bentuk yang tidak terlalu berat dan serius, tetap ada beberapa kasus di mana komplikasi-komplikasi ini berkemungkinan terjadi [4] :
Skoliosis bukanlah suatu gangguan kesehatan yang dapat dicegah. Satu-satunya kasus skoliosis yang dapat dicegah adalah skoliosis yang berkaitan dengan kondisi osteoporosis [9].
Namun selain karena osteoporosis, kondisi skoliosis tak dapat diminimalisir risikonya.
Hanya saja, upaya dalam menjaga tulang anak tetap sehat begitu juga calon bayi yang masih dalam kandungan, beberapa hal ini bisa dilakukan :
Beberapa langkah tersebut pun dapat menjadi cara pencegahan untuk orang-orang yang telah mengalami gejala skoliosis awal dan ringan agar gejala tidak makin buruk.
1) Alex Novakovic & William Morrison, M.D. 2017. Medical News Today. Everything you need to know about scoliosis.
2) Anonim. Scoliosis Association (UK). Types of scoliosis.
3) Shannon Johnson & University of Illinois-Chicago, College of Medicine. 2016. Everything You Need to Know About Scoliosis.
4) Mayo Clinic Staff. 2019. Mayo Clinic. Scoliosis.
5) Anonim. American Association of Neurological Surgeons. Scoliosis.
6) John P. Horne, MD, Robert Flannery, MD, & Saif Usman, MD, Latrobe Hospital Excela Health Family Medicine Residency, Latrobe, Pennsylvania. 2014. American Family Physician. Adolescent Idiopathic Scoliosis: Diagnosis and Management.
7) Anonim. University of Maryland Medical Center. Adult Scoliosis Treatment.
8) Anonim. 2016. CLEAR Scoliosis Institute. Non-Surgical Scoliosis Treatment Options.
9) Anonim. 2019. Harvard Health Publishing, Harvard Medical School. Scoliosis.
10) Puput Tripeni Juniman. 2018. Cable News Network Indonesia. Penggunaan Brace, Terapi Tanpa Operasi untuk Atasi Skoliosis.