Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Kering pada vagina merupakan salah satu gejala yang umum pada menopause. Selain itu kondisi juga dapat disebabkan oleh melahirkan dan menyusui, radiasi atau kemoterapi untuk kanker, operasi pengangkatan
Daftar isi
Pelumasan alami yang diproduksi oleh kelenjar pada bagian leher rahim (serviks) menjaga vagina tetap fleksibel dan lembap. Lapisan lembab pada vagina berfungsi menjaga kebersihan vagina dan menghilangkan sel-sel mati[1].
Lapisan lembab ini berfungsi menjaga kesehatan vagina dan mencegah infeksi. Kelembapan ini menciptakan lingkungan di mana sperma dapat bertahan dan bergerak di dalam vagina selama reproduksi seksual. Sekresi vagina juga melumasi dinding vagina, menurunkan gesekan selama berhubungan[1, 2].
Vagina kering menimbulkan gejala berupa keringnya bagian vagina, iritasi, dan rasa sakit selama berhubungan. The North American Menopause Society and the International Society for the Study of Women’s Sexual Health menyebut kombinasi gejala menopause ini sebagai sindrom genitouriner menopause (genitourinary syndrome of menopause/GSM)[2].
Vagina kering merupakan gejala umum selama atau setelah menopause, tapi dapat terjadi pada semua usia untuk berbagai alasan[3].
Vagina kering diperkirakan mempengaruhi sekitar setengah dari wanita paska menopause usia antara 51-60 tahun[1, 4]. Sekitar 17% wanita usia 18-50 tahun mengalami masalah vagina kering selama berhubungan seksual[1].
Kebanyakan wanita yang mengalami kondisi ini (hingga 90%) tidak mencari perawatan untuk gejala, sebab penderita tidak menyadari bahwa kondisinya merupakan masalah kesehatan yang dapat ditangani[3, 4].
Vagina kering biasanya disebabkan oleh rendahnya kadar estrogen. Hal ini disebabkan karena produksi hormon estrogen mengalami penurunan saat seorang wanita mendekati menopause[2, 3].
Meski demikian, penurunan produksi estrogen dapat terjadi sebelum usia menopause. Berikut beberapa penyebab vagina kering pada usia produktif[1, 2]:
Vagina kering dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada bagian vagina dan pinggul. Selain itu vagina kering juga dapat menimbulkan gejala berikut[1, 2, 3]:
Selain itu, vagina kering juga dapat menimbulkan dampak emosional pada penderita. Perubahan pada tubuh dapat menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman yang dapat mengarah pada hilangnya kepercayaan diri dan ketertarikan seksual[1].
Wanita yang mengalami gejala seperti sensasi terbakar, gatal, dan tidak nyaman pada bagian genital sebaiknya memeriksakan diri ke dokter atau ginekologis. Dokter akan menanyakan mengenai gejala-gejala yang dialami dan perubahan siklus menstruasi[2, 5].
Dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan pelvis untuk memeriksa ada tidaknya penebalan atau kemerahan pada vagina. Pemeriksaan ini dapat membantu menganalisa penyebab gejala yang dialami[5].
Dokter juga dapat melakukan swab test atau Pap test dengan mengambil sampel sel dari dinding vagina atau serviks[2, 5].
Selain itu, dapat dilakukan tes hormon untuk menentukan apakah pasien berada pada fase perimenopause atau menopause[2].
Penanganan vagina kering meliputi pemberian obat dan pengubahan gaya hidup, meliputi[2, 3, 5, 6]:
Terapi estrogen umumnya diberikan dalam bentuk topikal yang diaplikasikan langsung ke dalam vagina. Penyerapan estrogen dalam krim topikal akan lebih sedikit dibandingkan jika dikonsumsi dalam bentuk pil.
Terapi estrogen topikal terdapat dalam tiga bentuk, yaitu:
Efek jangka panjang penggunaan estrogen topikal belum diketahui. Namun pemakaian estrogen topikal diduga lebih aman dibandingkan terapi hormon oral. Penggunaan terapi estrogen pada wanita dengan riwayat kanker payudara atau wanita yang sedang atau akan hamil atau menyusui harus dengan pertimbangan dokter.
Beberapa pelumas dapat membantu mengatasi gejala vagina kering. Pelumas berbahan dasar air lebih dianjurkan daripada pelumas berbahan dasar minyak yang dapat mengarah pada iritasi dan kerusakan kondom.
Untuk menjaga kelembapan vagina, dapat digunakan pelembap setiap 1 sampai 2 hari sekali.
Melakukan aktivitas seksual dapat membantu mengatasi vagina kering. Selama fase terangsang, aliran darah ke jaringan vagina meningkat sehingga dapat membantu menstimulasi produksi kelembapan.
Berbagai produk pembersih mengandung pewangi dan pewarna yang dapat mengakibatkan iritasi atau menyebabkan jaringan vagina. Vagina dapat membersihkan diri secara alami, sehingga penggunaan douching atau sabun wangi pada vagina tidak diperlukan.
Studi menunjukkan bahwa kegiatan douching dapat meningkatkan risiko infeksi bakteri dan jamur, penyakit peradangan pelvis, kanker serviks, peningkatan penularan penyakit menular secara seksual, infeksi saluran genital atas, endometritis, dan berbagai kondisi kesehatan lain.
Fitoestrogen merupakan senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mana berfungsi seperti estrogen alami yang diproduksi tubuh. Suatu studi menunjukkan bahwa konsumsi fitoestrogen dapat membantu meringankan gejala vagina kering dan hot flash selama menopause.
Upaya untuk mencegah terjadinya vagina kering meliputi menghindari penggunaan produk yang berisiko menimbulkan iritasi, seperti douches. Penggunaan kondom yang mengandungnonoyxol-9 atau n-9 juga sebaiknya dihindari[2].
1. Dr. Heather Currie. Vaginal Dryness. Women’s Health Concern; 2020.
2. Rachel Nall, MSN, CRNA, reviewed by Valinda Riggins Nwadike, MD, MPH. What Causes Vaginal Dryness? Healthline; 2019.
3. Shannon Johnson, reviewed by Carolyn Kay, M.D. What Are the Possible Causes of Vaginal Dryness? Medical News Today; 2021.
4. Anonim. Don’t Ignore Vaginal Dryness and Pain. Harvard Health Publishing, Harvard Medical School; 2019.
5. Traci C. Johnson, MD. Vaginal Dryness: Causes and Moisturizing Treatments. WebMD; 2019.
6. Jen Bell, reviewed by Nicole Telfer. Vaginal Dryness: Why It Happens and What You Can Do about It. Hello Clue; 2017.