Daftar isi
Agoraphobia atau agorafobia merupakan sebuah kondisi ketika seseorang merasakan kecemasan atau ketakutan secara berlebihan saat berada dalam suatu situasi atau tempat tertentu (khususnya bila ramai, sempit atau tertutup) [1,3].
Situasi atau tempat tertentu ini mampu membuat penderita merasa terjebak, malu, panik, hingga merasa tidak dapat melakukan apapun.
Seseorang yang sudah pernah mengalami serangan panik sekali atau bahkan lebih jauh lebih berpotensi besar mengalami agoraphobia.
Karena sebelumnya sudah pernah mengalami serangan panik, seseorang cenderung merasa panik atau takut serangan panik ini kembali datang di tempat atau situasi yang sama.
Ini menjadi alasan pula mengapa seseorang yang memiliki agoraphobia selalu merasa tidak aman ketika berada di kerumunan atau tempat umum.
Meski begitu, setiap penderita agoraphobia memiliki situasi atau tempat tertentu pemicu serangan panik yang berbeda-beda.
Tinjauan Agoraphobia merupakan kondisi ketakutan dan kecemasan berlebih terhadap tempat atau situasi tertentu, khususnya tempat yang sempit, tertutup atau ramai dan penuh dengan kerumunan orang.
Penyebab agoraphobia hingga kini belum diketahui secara jelas, namun faktor genetik dan kondisi kesehatan turut memengaruhi besar kecilnya risiko agoraphobia pada seseorang [1].
Sifat temperamen, pengalaman seseorang dalam belajar, hingga tekanan lingkungan di sekitarnya mampu meningkatkan risiko agoraphobia [4].
Agoraphobia merupakan jenis phobia yang umumnya dimulai pada usia anak-anak.
Hanya saja, gejala yang dirasakan dialami pada usia remaja awal hingga usia sekitar 35 tahun atau sebelum itu [1].
Meski begitu, orang-orang dewasa yang jauh lebih tua pun berpotensi mengalami agoraphobia.
Selain itu, risiko mengalami agoraphobia nyatanya jauh lebih kecil pada pria daripada wanita.
Beberapa faktor berikut ini pun dapat menjadi peningkat risiko bagi seseorang dalam mengalami agoraphobia [1,5] :
Tinjauan Penyebab pasti agoraphobia sampai kini belum diketahui pasti, namun sifat bawaan, faktor kesehatan individu dan lingkungan menjadi faktor yang mampu meningkatkan risiko agoraphobia.
Gejala utama yang menandakan bahwa seseorang mengalami agoraphobia antara lain adalah [1,3,4] :
Situasi dan beberapa contoh lokasi tertentu tersebut mampu memicu kecemasan dan kepanikan berlebih pada penderita agoraphobia.
Hal ini disebabkan penderita merasa tidak berdaya atau merasa tidak mampu melarikan diri bila berada di tempat atau pada situasi tersebut.
Seseorang dengan serangan panik umumnya akan mengalami beberapa gejala pada tubuhnya, seperti [1,3] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika gejala-gejala yang dirasakan sampai menghambat aktivitas sehari-hari, sudah waktunya penderita memeriksakan diri.
Bila gejala dibiarkan lebih lama tanpa penanganan, hal ini akan memperburuk gejala dan juga kelangsungan hidup penderita.
Tinjauan Gejala utama agoraphobia adalah penderita merasa cemas dan panik ketika harus ke luar rumah sendiri, berada di tempat tertutup, berada di kerumunan atau antrean, berada di tempat umum, dan berada di transportasi umum. Sementara itu, gejala fisik dapat berupa keringat berlebih, detak jantung lebih cepat, tubuh gemetaran, pusing, nyeri dada, hingga pingsan.
Ketika gejala-gejala diperiksakan, biasanya dokter perlu menggunakan beberapa pertimbangan ini dalam mendiagnosa pasien [1] :
Terdapat kriteria yang menjadi pertimbangan bagi para ahli medis untuk menentukan apakah pasien mengalami agoraphobia.
Kriteria serangan panik dan agoraphobia pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) oleh American Psychiatric Association merupakan panduan bagi dokter dalam melakukan diagnosa [1,3].
Jenis Gangguan Mental | Kriteria DSM-5 |
Serangan Panik | – Terjadi rasa takut yang melonjak dan juga bersifat intens pada pasien. – Pasien mengalami ketidaknyamanan yang sangat mengganggu karena mengalami lebih dari empat gejala dalam hitungan menit. Puncak gejala dirasakan oleh pasien dalam waktu 10 menit. – Pasien mengalami tubuh menggigil atau sensasi panas. – Pasien mengalami rasa takut kehilangan kendali atas tubuhnya. – Pasien mengalami pusing, mati rasa, kesemutan, sensasi seperti tercekik, mual, nyeri dada, gemetaran, berkeringat berlebih, palpitasi, hingga kehilangan kesadaran. |
Agoraphobia | – Takut bepergian menggunakan transportasi umum.Takut berada di ruangan terbuka maupun tertutup (toko kecil, lift, atau bioskop). – Takut berada di luar rumah tanpa teman. – Takut berada di kerumunan atau antrean. – Rasa takut atau cemas lebih besar dari bahaya situasi pada kenyataannya. – Situasi atau tempat pemicu kepanikan hampir selalu memicu rasa cemas dan takut berlebih. – Rasa takut, cemas dan ingin menghindar dari berbagai situasi/tempat pemicu justru menjadi penyebab signifikan pasien mengalami tekanan dan gangguan terus-menerus. – Kecemasan, ketakutan dan penghindaran dari tempat/situasi pemicu dapat terjadi selama 6 bulan atau lebih sehingga bersifat persisten. |
Serangan Panik dengan Agoraphobia | – Mengalami kekhawatiran terhadap serangan panik berikutnya ketika sebelumnya sudah pernah terjadi. – Kekhawatiran terhadap konsekuensi dari serangan panik berikutnya yang mampu mengubah perilaku. – Serangan panik bulan karena efek fisiologis dari kondisi medis tertentu, pemakaian obat terlarang, maupun obat untuk penyakit tertentu. |
Agoraphobia Tanpa Riwayat Serangan Panik | Rasa takut, cemas dan panik terjadi karena khawatir saat berada di tempat atau situasi tertentu tidak memungkinkan baginya untuk melarikan diri atau tidak mendapat bantuan sehingga menjadi tidak berdaya |
Tinjauan Metode diagnosa yang digunakan untuk memastikan kondisi agoraphobia adalah dengan pemeriksaan fisik, ajuan pertanyaan mengenai riwayat gejala dan medis, serta pemeriksaan gejala kognitif dan perilaku. Kriteria DSM-5 menjadi acuan dokter dalam menentukan apakah pasien menderita agoraphobia.
Penanganan agoraphobia dilakukan untuk mengurangi rasa panik serta takut.
Tak hanya itu, beberapa metode pengobatan di bawah ini pun digunakan oleh terapis profesional untuk membantu pasien dalam hal pengendalian diri.
Dengan pengendalian diri yang lebih baik, berhadapan dengan situasi yang semula membuat panik atau tidak nyaman tidak lagi semenakutkan dulu.
Berikut ini merupakan metode-metode perawatan yang umumnya diperlukan oleh para penderita agoraphobia :
1. Psikoterapi
Psikoterapi perlu ditempuh pasien agoraphobia untuk meredakan berbagai gejala terkait kecemasan dan ketakutan berlebih [1].
Akan ada terapis profesional yang khusus mendampingi dan membimbing pasien agar dapat mengatasi segala kondisi ini.
Pada psikoterapi, pasien akan mempelajari beberapa hal sebagai berikut :
Beberapa jenis psikoterapi yang umumnya diterapkan untuk pasien agoraphobia antara lain adalah :
Terapi ini akan membantu pasien berpikir secara lebih positif khususnya terhadap tempat maupun situasi yang memicu kepanikan [1,6].
Terapis juga akan membantu pasien agar lebih berani pada situasi-situasi yang semula ditakuti dan membuat pasien jauh lebih percaya diri.
Terapi ini bertujuan untuk meredakan ketegangan pada tubuh pasien ketika harus dihadapkan pada tempat maupun situasi yang memicu kepanikan [6].
Terapi relaksasi juga akan didampingi oleh terapis yang akan membuat otot pasien meregang dengan baik.
Desensitisasi atau terapi pemaparan adalah jenis terapi yang akan membuat cara pandang pasien terhadap tempat maupun situasi pemicu kepanikan berubah lebih positif [7].
Melalui terapi ini, pasien akan dapat memandang sesuatu yang semula sangat menakutkan menjadi hal yang biasa saja.
2. Obat-obatan
Selain beberapa terapi yang telah disebutkan, jenis obat tertentu akan diresepkan oleh dokter.
Tujuan pemberian obat adalah untuk meredakan kecemasan dan depresi pasien, di mana obat yang diberikan adalah:
Pada beberapa kasus, dokter kemungkinan mengombinasikan obat resep agar dapat bekerja secara lebih efektif dalam meredakan gejala.
Konsultasikan berbagai risiko efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat-obatan tersebut.
3. Perubahan Gaya Hidup
Gaya hidup penderita agoraphobia juga perlu dibenahi dan dalam hal ini, terdapat program khusus bagi pasien.
Ada terapis atau ahli profesional yang akan membantu pasien dalam program ini sehingga respon terhadap pemicu stres dan kepanikan dapat lebih terkontrol [9,10].
Tinjauan Psikoterapi, pemberian obat anticemas dan antidepresan, serta perubahan gaya hidup merupakan cara mengobati atau setidaknya meringankan gejala agoraphobia pada pasien.
Penderita agoraphobia berpotensi lebih besar meningkatkan risiko depresi dan gangguan mental lainnya [1].
Penderita juga berisiko mengalami ketergantungan terhadap alkohol maupun obat terlarang apabila kondisi gejala agoraphobia tak segera ditangani.
Komplikasi paling perlu diwaspadai adalah kualitas hidup yang menurun karena aktivitas harian yang semakin terbatas karena rasa takut dan cemas berlebihan.
Tanpa penanganan, gejala akan makin parah, seperti misalnya penderita enggan meninggalkan rumah.
Sebagai akibatnya, hubungan sosial dengan teman maupun keluarga, performa sekolah atau pekerjaan, hingga rutinitas menjadi lebih buruk.
Tinjauan Agoraphobia mampu mengakibatkan kelangsungan dan kualitas hidup penderitanya menurun karena gejala yang terus memburuk tanpa memperoleh penanganan yang tepat.
Agoraphobia tak dapat dicegah untuk tidak terjadi sama sekali, namun semakin menghindari situasi atau tempat pemicunya, kecemasan akan semakin memburuk.
Memraktekkan secara mandiri melawan rasa takut (terutama yang masih tahap ringan) dengan pergi ke tempat itu atau berhadapan dengan situasi yang sama sebelum rasa takut menjadi jauh lebih besar.
Dalam menghadapi rasa takut dan panik ringan tersebut, meminta bantuan profesional, teman atau keluarga sangat dianjurkan jika tak dapat melakukannya sendiri.
Bila serangan panik dan kecemasan langsung timbul ketika mengunjungi tempat-tempat tertentu atau ketika pada situasi tertentu, segera tangani.
Tinjauan Tidak terdapat cara mencegah agoraphobia untuk tidak terjadi sama sekali. Namun dalam mencegah komplikasinya, penanganan dini oleh tenaga profesional di bidang kesehatan mental akan sangat membantu.
1. Kripa Balaram & Raman Marwaha. Agoraphobia. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
2. Adytami Mudita. Efektivitas Cognitive Behavioural Therapy (CBT) untuk Mengatasi Fobia Ketinggian. Repository Universitas Katolik Soegijapranata; 2017.
3. Substance Abuse and Mental Health Services Administration. Impact of the DSM-IV to DSM-5 Changes on the National Survey on Drug Use and Health. Rockville (MD): Substance Abuse and Mental Health Services Administration (US); 2016.
4. Anthony J. Rosellini, Amy E. Lawrence, Joseph F. Meyer, & Timothy A. Brown. The Effects of Extraverted Temperament on Agoraphobia in Panic Disorder. HHS Public Access; 2012.
5. Hendrik Hinrichsen, Alexandra Sheffield, & Glenn Waller. The role of parenting experiences in the development of social anxiety and agoraphobia in the eating disorders. Eating Behaviours; 2007.
6. Naeem Aslam. Management of Panic Anxiety with Agoraphobia by Using Cognitive Behavior Therapy. Indian Journal of Psychological Medicine; 2012.
7. J Tredget. A systematic desensitisation programme for agoraphobia. Nursing Times; 2001.
8. M H Pollack 1, M H Rapaport, C M Clary, J Mardekian, & R Wolkow. Sertraline treatment of panic disorder: response in patients at risk for poor outcome. The Journal of Clinical Psychiatry; 2000.
9. Fatih Canan, M.D. & Ahmet Ataoglu, M.D. Panic Disorder After the End of Chronic Alcohol Abuse: A Report of 2 Cases. The Primary Care Companion to the Journal of Clinical Psychiatry; 2008.
10. C Barr Taylor. Panic disorder. British Medical Journal; 2006.