Daftar isi
Bronkiektasis merupakan sebuah kondisi ketika saluran nafas dan bronkus melebar secara permanen dan mengalami kerusakan [1,2,3,4,7,8].
Sistem pernapasan memiliki bronkus, yaitu jalan aliran udara yang membawa udara menuju paru-paru.
Jika bronkus rusak lalu saluran nafas juga mengalami masalah, lendir di paru-paru akan menumpuk sehingga hal ini menyebabkan sesak nafas dan batuk berdahak yang tak kunjung membaik.
Walau hingga kini belum terdapat cara menyembuhkan penyakit ini, beberapa penanganan umumnya diberikan sebagai pengendali gejala yang efektif.
Tinjauan Bronkiektasis adalah kondisi kerusakan atau pelebaran bronkus serta saluran nafas sehingga menyebabkan penderitanya mengalami batuk berdahak terus-menerus disertai sesak nafas.
Dinding bronkus yang mengalami kerusakan adalah penyebab bronkiektasis, begitu juga ketika saluran pernapasan melebar atau rusak.
Faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan, kerusakan, dan pelebaran pada bronkus serta saluran napas pada sebagian kecil kasus tidak diketahui pasti.
Hanya saja secara umum, faktor-faktor berikut ini adalah penyebab bronkus rusak [1,4,5,6] :
Tinjauan Rusaknya dinding bronkus dan saluran nafas menjadi penyebab utama bronkiektasis terjadi, namun beberapa kondisi medis lain pun dapat menjadi faktor risikonya. Gangguan pencernaan, campak, gangguan pernafasan lain, hingga HIV mampu meningkatkan risiko bronkiektasis.
Timbulnya gejala dapat dapat terjadi setelah berbulan-bulan hingga bertahun-tahun karena keluhan yang awalnya ringan akan terus mengalami perkembangan.
Kemunculan gejala pun biasanya terjadi setelah penderita berulang kali mengalami infeksi saluran nafas (kambuh terus-menerus).
Beberapa gejala bronkiektasis yang umumnya terjadi antara lain adalah [1,5,6] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika batuk berdahak tak kunjung mereda dan diikuti dengan sejumlah keluhan yang telah disebutkan, sebaiknya segera temui dokter.
Ketika beberapa kondisi di bawah ini terjadi, periksakan diri secepatnya agar kondisi dapat segera ditangani dengan tepat [1,6] :
Tinjauan Gejala utama bronkiektasis meliputi sesak nafas, batuk berdahak, dahak berwarna kuning kehijauan, kuning pucat, atau bening, mengi, berat badan turun, dada terasa nyeri, infeksi saluran nafas yang terjadi berulang kali, batuk berdarah, clubbing fingers, dan kelelahan.
Untuk memastikan bahwa kondisi gejala yang dialami oleh pasien merupakan bronkiektasis dan mendeteksi apa penyebabnya, pemeriksaan perlu dilakukan.
Dari hasil diagnosa, hal ini pun akan memudahkan dokter dalam menentukan jenis pengobatan sesuai faktor penyebab.
Sejumlah metode diagnosa yang paling kerap diterapkan oleh dokter dalam memeriksa pasien adalah :
Dokter akan mengawali pemeriksaan dengan menanyakan apa saja gejala yang pasien alami [1,7,8].
Sejak kapan gejala terjadi dan sudah berapa lama gejala dirasakan merupakan hal-hal lain yang dokter umumnya tanyakan.
Dokter biasanya pun ingin tahu seberapa sering pasien mengalami batuk dan apakah batuk tersebut berdahak serta apa warna dahaknya.
Selain riwayat gejala, dokter juga akan memastikan apakah pasien memiliki kondisi medis tertentu [1,7,8].
Jika terdapat kondisi medis tertentu, maka dokter juga ingin mengetahui apa saja obat yang tengah dikonsumsi.
Dokter juga akan menggunakan stetoskop untuk memeriksa fisik pasien dan mendengarkan suara dari paru-paru pasien [1,8].
Dokter dapat menangkap adanya gangguan pada pernapasan pasien ketika suara nafas tidak normal.
Untuk mengetahui keberadaan jamur, bakteri ataupun virus pada tubuh pasien, dokter perlu melakukan prosedur ini [1,4,5,6,8].
Kultur dahak dilakukan dengan mengambil sampel dahak pasien untuk dibawa ke laboratorium dan dianalisa.
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami infeksi, maka dokter perlu memastikannya dengan meminta pasien menempuh tes darah [8].
Salah satu dari tes pemindaian ini akan direkomendasikan oleh dokter untuk dapat mengetahui apakah paru-paru pasien bermasalah [1,6,8].
Dokter dapat mengecek kondisi saluran pernafasan sekaligus paru pasien melalui tes pemindaian ini.
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami perdarahan di saluran nafas atau justru mengalami sumbatan, maka bronkoskopi adalah metode diagnosa yang dibutuhkan [6,8].
Tanyakan kepada dokter mengenai apa saja yang perlu dilakukan sebelum menempuh prosedur bronkoskopi ini.
Tes ini juga perlu diterapkan oleh dokter dengan memanfaatkan bahan kimia khusus yang akan memicu keringat keluar dari kulit saat arus listrik berdaya rendah dan lemah memicunya [1,7].
Keringat pasien ini kemudian dokter kumpulkan pada sebuah kertas untuk kemudian menganalisanya.
Biasanya, tes ini diperlukan untuk mengidentifikasi adanya penyakit cystic fibrosis.
Jika keringat diketahui lebih asin dari normalnya, maka itu artinya pasien positif mengidap cystic fibrosis.
Dokter kemungkinan juga akan merekomendasikan tes fungsi paru bagi pasien untuk mengidentifikasi sejumlah masalah pada paru-paru [6,7,8].
Pada prosedur ini, dokter menggunakan spirometri untuk memeriksa paru pasien.
Dokter kemungkinan meminta pasien menempuh pemeriksaan skrining autoimun [7,8].
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengonfirmasi apakah pasien menderita penyakit autoimun dan penyakit inilah yang menyebabkan terjadinya bronkiektasis.
Tinjauan Metode-metode diagnosa yang digunakan untuk mendiagnosa bronkiektasis antara lain adalah pemeriksaan riwayat gejala dan medis, pemeriksaan fisik, tes fungsi paru, pemeriksaan skrining autoimun, tes darah, kultur dahak, tes pemindaian, dan tes keringat klorida.
Pengobatan yang diberikan kepada penderita bronkiektasis akan disesuaikan dengan faktor penyebabnya dan tujuan pengobatan hanya untuk membantu meredakan gejala.
Bentuk perawatan yang diberikan kepada pasien ada tiga, yaitu obat-obatan, terapi dan prosedur bedah.
Tujuan pengobatan juga adalah sebagai penurun risiko komplikasi berbahaya bagi pasien.
Jika semakin awal kondisi pasien terdeteksi, maka akan semakin cepat penanganan diberikan.
Dengan begitu, semakin besar pula potensi pasien untuk pulih dan mencegah komplikasi terjadi.
Beberapa metode pengobatan bronkiektasis yang dimaksud antara lain adalah :
Sejumlah jenis obat di bawah ini dokter akan resepkan untuk membantu mengurangi gejala serta menangani infeksi [1,3,4,5,6,7,8,9] :
Selain obat-obatan, dokter juga akan merekomendasikan sejumlah terapi yang dapat pasien tempuh supaya gejala-gejala yang dialami dapat mereda, seperti [1,3,4,7,9] :
Tidak hanya obat dan terapi, pasien sendiri perlu memiliki niat untuk berubah lebih baik dalam gaya hidupnya, seperti [7] :
Tindakan operasi baru akan dianjurkan oleh dokter ketika satu lobus paru-paru telah terpengaruh oleh bronkiektasis [1,3,6,7,8,9].
Operasi juga menjadi pilihan akhir bagi pasien apabila obat-obatan, perubahan gaya hidup dan terapi tidak mampu memberikan efek apapun terhadap gejala.
Biasanya, tujuan prosedur bedah utamanya adalah mengangkat lobus yang sudah terkena dampak bronkiektasis.
Hanya saja dari keempat metode pengobatan bronkiektasis, tidak ada yang benar-benar ampuh menyembuhkan bronkiektasis.
Bronkiektasis menyebabkan kerusakan paru yang permanen sehingga metode apapun belum diketahui mampu menyembuhkannya dan hanya sekedar mengurangi gejala saja.
Tinjauan Pengobatan bronkiektasis hanya bertujuan meredakan gejala dan mencegah komplikasi, yaitu melalui pemberian obat-obatan sesuai penyebab penyakit, melalui terapi, melalui perubahan gaya hidup, hingga melalui prosedur bedah.
Ketika terlambat memperoleh penanganan, sejumlah komplikasi dapat terjadi karena bronkiektasis menjadi semakin parah [1].
Belum terdapat cara spesifik untuk mencegah atau menghindari bronkiektasis karena dari 50% kasus penyakit ini, penyebabnya tidak diketahui pasti.
Jika bronkiektasis terjadi kelainan genetik, maka hal ini akan lebih sulit untuk dicegah.
Namun beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko terkena bronkiektasis antara lain adalah [1,10] :
Tinjauan Untuk meminimalisir risiko terkena bronkiektasis, menghindari polusi udara, asap rokok dan kegiatan merokok, dan mendapatkan vaksin penting dilakukan.
1. Kim Bird & Jawedulhadi Memon. Bronchiectasis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Eva Polverino, Pieter C. Goeminne, Melissa J. McDonnell, Stefano Aliberti, Sara E. Marshall, Michael R. Loebinger, Marlene Murris, Rafael Cantón, Antoni Torres, Katerina Dimakou, Anthony De Soyza, Adam T. Hill, Charles S. Haworth, Montserrat Vendrell, Felix C. Ringshausen, Dragan Subotic, Robert Wilson, Jordi Vilaró, Bjorn Stallberg, Tobias Welte, Gernot Rohde, Francesco Blasi, Stuart Elborn, Marta Almagro, Alan Timothy, Thomas Ruddy, Thomy Tonia, David Rigau, & James D. Chalmers. European Respiratory Society guidelines for the management of adult bronchiectasis. European Respiratory Journal; 2017.
3. Ethan E Emmons, MD, Francisco Talavera, PharmD, PhD, Daniel R Ouellette, MD, FCCP, Zab Mosenifar, MD, FACP, FCCP, & Helen M Hollingsworth, MD. Bronchiectasis. MedScape; 2020.
4. Micheál Mac Aogáin & Sanjay Haresh Chotirmall. Bronchiectasis and cough: An old relationship in need of renewed attention. Elsevier Public Health Emergency Collection; 2019.
5. R J Boyton, C J Reynolds, K J Quigley, & D M Altmann. Immune mechanisms and the impact of the disrupted lung microbiome in chronic bacterial lung infection and bronchiectasis. Clinical & Experimental Immunology; 2013.
6. Sebastian Majewski & Wojciech Piotrowski. Pulmonary manifestations of inflammatory bowel disease. Archives of Medical Sciences; 2015.
7. Maeve P. Smith, MB ChB MD. What’s new in the management of adult bronchiectasis? Diagnosis and management of bronchiectasis. Canadian Medical Association Journal; 2017.
8. Anonim. Bronchiectasis. Breathe (Sheff); 2018.
9. Anne E. O’Donnell. Medical management of bronchiectasis. Journal of Thoracic Disease; 2018.
10. Anonim. Bronchiectasis. Cedars Sinai; 2020.