Penyakit & Kelainan

Epilepsi – Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Epilepsi atau ayan adalah kondisi dimana kejang terjadi berulang akibat aktivitas listrik di otak yang terjadi secara abnormal. Epilepsi dapat dimulai pada usia berapapun, namun umumnya dimulai di masa

Apa Itu Epilepsi?

Epilepsi atau yang seringkali disebut dengan istilah ayan adalah sebuah kondisi kesehatan kronis yang menyebabkan penderitanya alami kejang berulang [1,2,5,9,10].

Kejang yang timbul disebabkan oleh aktivitas listrik dari otak yang terjadi secara tiba-tiba.

Durasi berlangsungnya kejang beragam, ada yang bisa sangat singkat namun ada pula yang kejang cukup lama dengan frekuensi dari kurang dari 1 kali per tahun atau justru bisa terjadi beberapa kali dalam sehari [1].

Fakta Tentang Epilepsi

  1. Menurut WHO atau Badan Kesehatan Dunia, ada kurang lebih 50 juta orang yang menderita epilepsi di seluruh dunia [1].
  2. Di Indonesia, kurang lebih terdapat 1,3 hingga 1,6 juta penderita epilepsi [9].
  3. Epilepsi bukanlah jenis penyakit menular walaupun tergolong dalam penyakit kronis. Penyakit pada otak ini bisa terjadi pada siapapun tanpa memandang usia [1].
  4. 96% bayi yang lahir dari seorang ibu penderita epilepsi tidak mengalami kelainan yang cukup serius [7].
  5. Epilepsi adalah jenis penyakit neurologis yang termasuk paling umum di dunia karena tercatat ada kurang lebih 50 juta orang seluruh dunia yang menderita penyakit ini [1].
  6. Penderita epilepsi yang tinggal di wilayah dengan tingkat ekonomi cukup rendah tak mampu memperoleh pengobatan 1].
  7. Kurang lebih 60% penderita epilepsi mengalami jenis kejang fokal atau parsial [4].
  8. Penderita epilepsi memiliki risiko kematian dini tiga kali lebih besar [1].
  9. Sekitar 80% orang-orang yang memiliki epilepsi adalah yang tinggal di negara dengan penghasilannya rendah hingga menengah [1].
  10. Dari 1000 kehamilan, ada kurang lebih 2-5 bayi yang lahir dari wanita-wanita pengidap epilepsi [7].
  11. Peluang untuk bebas dari kejang cukup besar pada 70% orang penderita epilepsi, namun jika kondisi ini diatasi dengan benar sejak gejala awal muncul [1].

Penyebab Epilepsi

Epilepsi dapat disebabkan oleh banyak faktor yang beragam, berikut ini merupakan deretan faktor umum penyebab maupun faktor risiko epilepsi yang perlu dikenali [2,3,10] :

  • Cedera Otak : Cedera otak memang dapat terjadi pada siapapun, namun hal ini paling rentan terjadi pada dewasa muda yang berakibat pada risiko epilepsi.
  • Faktor Genetik : Ketika penyebab epilepsi sama sekali tidak diketahui, maka diketahui hal ini disebabkan oleh faktor genetik.
  • Perubahan Struktur Otak : Perubahan dapat terjadi pada struktur otak seseorang yang meskipun jarang namun bila terjadi aktivitas listrik otak yang berlebihan mampu menyebabkan kejang tiba-tiba.
  • Infeksi Otak : Penyebab epilepsi paling umum adalah terjadinya infeksi pada otak di mana walaupun sudah diobati, ada bekas yang tertinggal di otak sehingga menyebabkan kejang pada tubuh di waktu ke depannya.
  • Stroke : Pada orang-orang yang usianya sudah lebih dari 65 tahun, penyakit stroke dapat menjadi salah satu faktor risiko epilepsi yang ditandai dengan tubuh kejang lebih sering.
  • Tumor Otak : Terdapatnya tumor di otak dapat pula menjadi pemicu gangguan fungsi otak yang dapat menimbulkan kejang pada tubuh.

Penyebab Kejang pada Lansia

  • Cedera di kepala atau otak
  • Penyakit Alzheimer
  • Penyakit stroke

Penyebab Kejang pada Anak dan Orang Dewasa

Penyebab Kejang pada Balita

  • Infeksi
  • Tumor otak
  • Demam tinggi

Penyebab Kejang pada Bayi Baru Lahir

  • Perdarahan intrakranial
  • Penggunaan obat tertentu selama masa hamil oleh sang calon ibu
  • Metabolisme yang terganggu atau mengalami kesalahan pada bayi baru lahir
  • Gangguan elektrolit, kadar kalsium darah, serta kadar gula darah
  • Kekurangan oksigen sewaktu bayi lahir
  • Malformasi otak

Pemicu Kejang Epilepsi

Kejang pada kondisi epilepsi mungkin dirasa tiba-tiba, namun sebenarnya ada beberapa situasi atau kondisi tertentu yang mampu membuat kejang bisa timbul.

Beberapa faktor inilah yang dapat memicu kejang terjadi dan patut diwaspadai :

  • Penggunaan obat tertentu
  • Penggunaan alkohol
  • Konsumsi kafein
  • Makan terlalu banyak
  • Melewatkan jam makan
  • Tingkat cahaya yang terlalu tinggi
  • Stres
  • Demam
  • Kurang tidur
  • Bahan makanan tertentu

Untuk mengetahui apa pemicu yang paling sering terjadi, maka mencatatnya pada sebuah jurnal adalah hal yang penting dan dianjurkan.

Pencatatan ini dapat membantu penderita untuk mengetahui seberapa sering kejang terjadi berikut gejala lain bila ada.

Bahkan pemicu kejang tidak hanya terjadi karena satu hal saja, sebab seringkali kombinasi dari beberapa faktor pemicu mampu menyebabkan kejang.

Jenis Epilepsi Menurut Penyebabnya

Menurut penyebabnya, epilepsi dibagi menjadi dua jenis, yaitu epilepsi primer atau idiopatik serta epilepsi sekunder atau simptomatik [9].

Epilepsi Idiopatik / Primer

Ada kondisi epilepsi yang sama sekali tak diketahui penyebabnya sama sekali dan inilah yang disebut dengan epilepsi primer atau idiopatik.

Karena belum diketahui penyebab pasti epilepsi ini, maka para ahli kesehatan menduga bahwa faktor genetik atau keturunanlah yang menjadi penyebab utama.

Epilepsi Simptomatik / Sekunder

Epilepsi simptomatik atau sekunder adalah epilepsi yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari cedera, gangguan pada otak hingga penyakit menular.

Gangguan perkembangan otak pun dapat menjadi penyebab utama terjadinya epilepsi sekunder atau simptomatik ini.

Epilepsi dan Kehamilan

Frekuensi kejang pada wanita yang sedang dalam masa kehamilan biasanya tidak akan mengalami peningkatan [7].

Bahkan diketahui bahwa wanita hamil dengan kondisi epilepsi justru 96% melahirkan bayi yang sehat tanpa ada kecacatan atau kerusakan pada otak.

Namun pemberian obat anti kejang untuk ibu hamil terbukti mampu membahayakan kesehatan sang ibu dan calon bayi.

Antiepilepsi adalah jenis obat yang justru meningkatkan risiko bayi lahir cacat.

Bahkan beberapa jenis obat antiepilepsi yang dianggap aman sekalipun bagi janin diketahui mampu meningkatkan frekuensi kejang serta memperbesar risiko bayi mati dalam kandungan.

Ada baiknya untuk benar-benar mengonsultasikan kepada dokter mengenai jenis obat yang aman bagi sang ibu hamil serta janinnya.

Tanyakan kepada dokter mengenai berbagai efek samping yang kemungkinan bisa terjadi dari penggunaan obat tersebut.

Jenis Kejang pada Epilepsi

Kejang pada epilepsi diketahui terdiri dari dua jenis, yaitu kejang umum dan kejang fokal atau parsial yang perlu dikenali gejala-gejalanya [2,4] :

Kejang Umum

Kejang umum adalah suatu kondisi kemacetan pada sel-sel saraf di dua sisi otak.

Dan pada kejang umum sendiri, terdapat beberapa kondisi dengan gejala yang berbeda-beda pula.

Kejang Tonik

Kondisi ini utamanya disebabkan oleh otot yang terasa kaku.

Kejang Absen / Kejang Petit Mal

Tatapan penderita kosong dan gerakan wajah tampak berulang, seperti bibir mengecap atau mata yang berkedip.

Kejang Klonik

Gerakan otot seperti tersentak, khususnya pada area lengan, leher, hingga wajah.

Kejang Atonik

Kontrol pada otot hilang dan dapat membuat keseimbangan tubuh seseorang hilang dan memicunya jatuh secara tiba-tiba.

Kejang Tonik-Klonik / Kejang Grand Mal

Ditandai dengan tubuh menjadi sangat kaku disertai dengan gemetaran serta menggigit lidah.

Penderita juga mengalami kehilangan kontrol usus serta kandung kemih hingga kehilangan kesadaran.

Kejang Mioklonik

Ditandai dengan gerakan spontan yang sangat cepat khususnya gerakan kaki dan tangan.

Kejang Fokal atau Parsial

Seperti sebutannya, hanya bagian-bagian tertentu pada otak yang mengalami masalah dan gejala-gejalanya seringkali dicurigai sebagai tanda penyakit saraf lain dan bukan epilepsi.

Bahkan ada pula kasus di mana gejala kejang fokal dianggap sebagai tanda penyakit mental.

Pada kejang fokal atau parsial sendiri pun dibagi lagi menjadi dua jenis kejang, yaitu kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.

Kejang Parsial Sederhana

Penderita kejang jenis ini biasanya hanya mengalami rasa pusing, kesemutan atau kedutan di beberapa anggota tubuh.

Selain itu, ada kemungkinan penderita mengalami perubahan fungsi pada indera pendengaran, sentuhan, penglihatan, penciuman dan perasanya, namun tidak sampai kehilangan kesadaran.

Kejang Parsial Kompleks

Penderita kejang jenis ini akan mengalami tatapan kosong di mana tidak ada reaksi apapun yang timbul dari diri penderita.

Gerakan tubuh pun mengalami pengulangan cukup sering. Pada kondisi kejang parsial kompleks pun rata-rata penderitanya mengalami kehilangan kesadaran.

Pemeriksaan Epilepsi

Bila kejang terjadi cukup sering disertai dengan gejala-gejala lainnya, maka tempuhlah pemeriksaan ke dokter khusus ahli saraf.

Pada prosedur pemeriksaan, biasanya dokter akan melakukan beberapa hal ini [2,5] :

  • Pengajuan Pertanyaan Seputar Gejala : Dokter memerlukan informasi detil mengenai kondisi pasien, maka dokter harus tahu kapan saja pasien mengalami kejang, apa yang sedang dilakukan pasien saat kejang timbul, dan apa yang dirasakan baik sebelum maupun sesudah kejang.
  • Tes Darah : Dokter akan meminta pasien menempuh tes darah untuk mendeteksi adanya tanda penyakit infeksi, mengecek kadar gula darah, maupun mengecek fungsi ginjal dan liver.
  • Elektroensefalogram : Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui aktivitas listrik tak normal pada otak pasien. Ada sensor kecil yang akan ditempelkan pada kulit kepala supaya sinyal-sinyal listrik dapat direkam.
  • Pemindaian Otak : Istilah untuk tes ini adalah brain scan di mana dokter perlu melakukannya untuk mendeteksi masalah pada otak yang menyebabkan epilepsi, seperti kerusakan otak akibat stroke atau tumor otak.
Tinjauan
Dokter akan menanyakan lebih dulu riwayat gejala pasien, yang mungkin dapat dilanjutkan dengan serangkaian pemeriksaan lain seperti pemindaian otak, elektroensefalogram, hingga tes darah.

Pengobatan Epilepsi

Pengobatan yang diberikan oleh dokter akan disesuaikan dengan tingkat keparahan kondisi gejala yang dialami pasien.

Beberapa metode penanganan inilah yang biasanya diperlukan oleh pasien epilepsi :

1. Obat-obatan

Terapi obat-obatan khususnya obat anti kejang bukanlah jenis obat yang dapat mengurangi tingkat keparahan maupun frekuensi kejang.

Obat anti kejang bukanlah obat untuk menyembuhkan epilepsi sama sekali karena obat ini tak mampu menghentikan kejang yang progresif.

Obat anti kejang bertujuan utama mengurangi aktivitas listrik yang memicu kejang dan berikut ini adalah jenis obat epilepsi yang umumnya diresepkan oleh dokter [2,5,10] :

Obat-obatan tersebut pun tidak sepenuhnya aman karena mampu menimbulkan sejumlah efek samping seperti kelelahan, gangguan ingatan, koordinasi tubuh yang buruk, ruam pada kulit, hingga pusing.

Obat anti kejang ada yang diberikan dalam bentuk cair, tablet ataupun injeksi/suntikan yang biasanya digunakan sehari 1-2 kali.

2. Diet Ketogenik

Bila obat-obatan seperti anti kejang kurang berhasil dalam menangani epilepsi, maka biasanya diet rendah karbohidrat tinggi lemak atau diet ketogenik menjadi salah satu yang disarankan [2,6].

Diet ini semula memang ditujukan untuk pasien epilepsi sebagai bentuk perawatan untuk pemulihan pasien [8].

Diet keto secara efektif dapat menurunkan risiko kejang dan terbukti ampuh dalam membantu penderita epilepsi jenis apapun.

Namun kini, diet keto mulai banyak diterapkan untuk program diet secara umum.

3. Stimulasi Saraf Vagus

Pada prosedur ini, dokter akan menggunakan alat yang akan ditempatkan pada bawah kulit dada dengan cara bedah [2,6].

Alat ini akan menstimulasi saraf yang ada di sepanjang leher secara elektrik untuk menurunkan risiko kejang berulang.

4. Operasi Otak

Bila gejala sudah sangat serius, maka ada kemungkinan dokter akan menyarankan pasien untuk menempuh operasi otak [1,2,6].

Tujuan operasi otak ini adalah untuk mengangkat bagian otak yang menyebabkan aktivitas kejang pada tubuh pasien.

Tinjauan
Pengobatan epilepsi dapat dalam bentuk pemberian obat-obatan. Bila kondisi sudah sangat parah, maka diet ketogenik dapat dijalani oleh penderitanya. Pada epilepsi yang lebih serius lagi, stimulasi saraf vagus dan operasi otak mungkin dibutuhkan.

Komplikasi Epilepsi

Epilepsi yang tidak ditangani dapat menjadi pemicu berbagai jenis kondisi komplikasi yang cukup menghambat kehidupan sehari-hari penderitanya [10] :

  • Kerusakan otak secara permanen.
  • Kesulitan dalam belajar karena kemampuan belajar dan mengingat yang turun atau hilang.
  • Pneumonia aspirasi, yaitu kondisi asam lambung, makanan, air liur atau benda asing lain tertelan saat kejang dan masuk ke paru-paru (hal ini seringkali dapat mengakibatkan infeksi baru).
  • Cedera seperti terjatuh ataupun terbentu khususnya saat kejang terjadi.
  • Komplikasi lainnya yang berasal dari obat-obatan anti kejang.

Pencegahan Epilepsi

Jika epilepsi tidak diketahui sebab-musababnya seperti jenis epilepsi idiopatik, dan berkaitan dengan faktor genetik, maka hal ini cukup sulit untuk dicegah.

Namun untuk kasus epilepsi simptomatik dengan berbagai faktor penyebab, hal ini bisa dicegah.

Beberapa langkah upaya pencegahan epilepsi yang dapat coba dilakukan antara lain adalah [1,10] :

  • Tidur cukup
  • Diet sehat
  • Hindari atau setidaknya batasi penggunaan alkohol yang bisa merusak sistem saraf otak
  • Hindari pemakaian obat terlarang.
  • Lindungi diri dari berbagai cedera dengan mengenakan helm saat berkendara misalnya.
  • Cek rutin kadar kolesterol hingga gula dalam darah.
  • Hindari infeksi dengan menjaga kebersihan diri serta lingkungan sekitar.
Tinjauan
Telaah kembali apa saja kemungkinan penyebab atau pemicu dari epilepsi, terutama yang berkaitan dengan gaya hidup dan aktivitas sehari-hari dan minimalisirlah risiko epilepsi dari kedua hal tersebut. 

1) Anonim. World Health Organization. Epilepsy.
2) Ann Pietrangelo & Jeanne Morrison, PhD, MSN. 2017. Healthline. Everything You Need to Know About Epilepsy.
3) Steven C. Schachter, MD, Patricia O. Shafer, RN, MN & Joseph I. Sirven, MD. 2014. Epilepsy Foundation. Epilepsy.
4) Neil Lava, MD. 2017. WebMD. Types of Seizures and Their Symptoms.
5) Anonim. 2017. National Health Service. Diagnosis Epilepsy.
6) Anonim. Epilepsy Society. Epilepsy Treatment.
7) Michael Owen Kinney & James Morrow. 2016. The British Medical Journal. Epilepsy in pregnancy.
8) Benedikta Desideria. 2018. Liputan 6. Diet Keto, Semula Ditujukan untuk Pasien Epilepsi.
9) dr. Rahmi Ardhini, Sp.S. 2019. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Fakta Epilepsi.
10) Joseph V. Campellone, MD, David Zieve, MD, MHA, Brenda Conaway & the A.D.A.M. Editorial team. 2018. Medline Plus. Epilepsy - overview.

Share