Daftar isi
Fibrosis retroperitoneal merupakan sebuah kondisi langka di mana jaringan fibrosa berkembang pada area retroperitoneal atau rongga belakang perut dan usus secara berlebihan [1,2,3,8].
Penyakit Ormond adalah istilah lain untuk menyebut fibrosis retroperitoneal ini dan perkembangan jaringan fibrosa yang berlebihan kemudian membentuk massa yang kemudian menekan dan menghambat jalannya ureter [2].
Padahal, ureter adalah saluran yang terhubung pada ginjal dan saluran kemih sebagai pembawa urine keluar dari tubuh [1,2,3,8].
Kondisi ini dapat memicu penimbunan urine di dalam ureter di mana urine sendiri mengandung banyak komponen berbahaya justru akan menimbulkan masalah kesehatan [1,2,3,8].
Penumpukan urine akan memicu penimbunan zat-zat kimia berbahaya di dalam darah yang terkandung pada urine [1,2,3,8].
Sebagai akibatnya, ginjal dapat terkena dampak buruk dan bisa sampai kehilangan fungsi normalnya [1,2,3,8,9].
Tinjauan Fibrosis retroperitoneal adalah perkembangan jaringan fibrosa yang terjadi berlebihan atau tidak normal pada area retroperitoneal.
Penyebab fibrosis retroperitoneal hingga kini belum jelas diketahui, namun terdapat sejumlah kondisi yang dikaitkan dengan timbulnya masalah kesehatan langka ini, yakni [1,2,3] :
Tuberkulosis atau TBC merupakan salah satu jenis penyakit pernafasan yang menyerang paru-paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis [4].
Kondisi ini akan ditandai dengan batuk berdahak hingga batuk berdarah yang tak kunjung sembuh bahkan bisa sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan [4].
Histoplasmosis adalah jenis infeksi paru yang terjadi ketika seseorang menghirup spora jamur Histoplasma capsulatum. Spora ini biasanya ada pada kotoran burung dan kelelawar serta seringkali terkandung di dalam tanah tanpa sepengetahuan kita [5].
Aktinomiksosis adalah jenis penyakit infeksi karena bakteri yang tergolong langka di mana penyebaran bakteri terjadi dari satu bagian tubuh ke jaringan tubuh lain [5].
Bila tidak ditangani dengan cepat, aktinomikosis adalah kondisi yang seiring waktu bisa semakin membahayakan tubuh [5].
Aktinomikosis tanpa penanganan mampu menyebabkan inflamasi atau peradangan, nyeri yang semakin hebat, hingga abses [5].
Tinjauan Penyebab fibrosis retroperitoneal tidak diketahui jelas, oleh sebab itu kondisi ini dikenal dengan istilah fibrosis retroperitoneal idiopatik. Namun, sejumlah kondisi medis berkaitan dengan timbulnya fibrosis retroperitoneal ini.
Untuk gejala awal, terdapat sejumlah tanda atau keluhan yang umumnya dialami penderita fibrosis retroperitoneal, yakni sebagai berikut [1,2,3] :
Gejala lain yang dapat diwaspadai karena timbul ketika penyakit semakin berkembang adalah [1,2] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Apabila mengalami rasa nyeri pada punggung bawah atau perut yang semakin lama semakin serius dan tak kunjung sembuh, segera periksakan diri ke dokter.
Terlebih jika menyadari bahwa urine yang keluar saat buang air kecil semakin sedikit dan bahkan sulit untuk buang air kecil, waktunya untuk menemui dokter.
Berbagai tanda tersebut dapat bersifat progresif dan akan memburuk dengan cepat yang otomatis membahayakan fungsi ginjal sehingga perlu segera diatasi.
Tinjauan Rasa nyeri di beberapa bagian tubuh khususnya perut, panggul dan tungkai dapat terjadi sebagai gejala awal dan utama dari fibrosis retroperitoneal.
Untuk memastikan kondisi gejala mengarah pada fibrosis retroperitoneal maupun mengetahui gejala pasti dari kondisi ini, diperlukan serangkaian metode pemeriksaan seperti berikut :
Dokter akan lebih dulu memeriksa fisik pasien untuk mendeteksi gejala fisik apa saja yang terjadi, termasuk suhu tubuh pasien apabila mengalami demam [1].
Dokter juga perlu mengetahui sederet riwayat cedera, penyakit maupun pengobatan tertentu yang pasien pernah tempuh [1].
Adanya kelainan atau penyakit bawaan pada pasien maupun riwayat kesehatan keluarga pasien pun akan membantu penegakkan diagnosa oleh dokter [1].
Untuk mengetahui kondisi bagian dalam perut pasien, maka dokter perlu melakukan tes pencitraan yang meliputi pemeriksaan MRI dan CT [1].
Melalui MRI scan yang menggunakan gelombang radio serta medan magnet, dokter baru bisa melihat gambaran struktur dan organ tubuh pasien secara detail [1].
Sementara itu, CT scan adalah tes pencitraan menggunakan sinar-X untuk mengetahui gambaran kondisi bagian dalam tubuh pasien [1].
Jika keduanya berfokus pada perut pasien, maka artinya fokus hasil gambar adalah kondisi bagian dalam perut pasien [1].
Karena fibrosis retroperitoneal memiliki kaitan dengan peradangan, anemia (kondisi kurang darah) hingga kesehatan ginjal, pemeriksaan darah perlu ditempuh oleh pasien [1].
Proses pemeriksaan ini memanfaatkan sinar-X untuk mengetahui kondisi ureter dan ginjal pasien [1,7].
Sebelumnya, dokter akan menyuntikkan ke vena zat pewarna kontras untuk mengidentifikasi secara lebih jelas kondisi ginjal dan ureter [1,7].
USG ginjal adalah metode tes pencitraan ginjal yang bertujuan mengambil gambar kondisi dan fungsi ginjal [1,8].
Ureter dan kandung kemih akan ikut terdeteksi di mana hal ini disebut juga dengan proses sonografi ginjal [1,8].
Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui apakah ginjal mengalami abses, infeksi, batu ginjal, penumpukan cairan, hingga tumor dan kista [1,8].
Meskipun prosedur pemeriksaan satu ini masih menjadi kontroversi apakah penting untuk pasien fibrosis retroperitoneal, tetap metode diagnosa ini bisa pasien tempuh [1].
Biopsi adalah pengambilan sampel jaringan tubuh yang bisa dilakukan untuk dokter mengetahui keberadaan sel-sel kanker [1].
Biopsi terbuka lebih dianjurkan untuk lebih detail mengetahui lokasi tumor atau sel kanker [1].
Tinjauan Sejumlah metode pemeriksaan yang penting dalam mendiagnosa fibrosis retroperitoneal adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, MRI scan, CT scan, tes darah, pyelogram intravena, USG ginjal, dan biopsi.
Penanganan fibrosis retroperitoneal terdiri dari tiga tahap, yakni penanganan awal, penanganan medis dan penanganan operasi.
Pada kasus pasien dengan tekanan pada ureter, uremia dan hidronefrosis, maka kemungkinan besar dokter akan memberikan perawatan berupa stent ureter tetap atau selang nefrostomi perkutan [1].
Hal ini kembali lagi kepada kondisi pasien dan dekompresi ginjal akan disusul dengan pemantauan langsung oleh dokter agar kondisi ginjal pasca perawatan dapat dilakukan, berikut dengan terapi pengganti elektrolit dan cairan tubuh [1].
Setelah itu, dokter juga tetap akan memeriksa kondisi pasien untuk mengetahui penyebab fibrosis retroperitoneal [1].
Jika berkaitan dengan penggunaan obat, maka dokter akan menganjurkan kepada pasien untuk menghentikan penggunaan obat sesegera mungkin [1].
Jika dari penanganan awal kemudian dokter dapat mengidentifikasi penyebab fibrosis retroperitoneal, dokter biasanya memberikan terapi steroid sebagai pengobatan primer [1,2,8].
Steroid terbukti efektif bagi sekitar 80% pasien fibrosis retroperitoneal [1].
Peninjauan akan dokter lakukan mengikuti terapi pada pasien tersebut melalui sejumlah pemeriksaan dalam 1 bulan dari pengobatan awal yang kemudian dilanjutkan dengan pemantauan klinis 2-3 bulan sekali [1].
Untuk mengangkat fibrosis dari ureter dan untuk mengatur kembali posisi ureter yang terpengaruh agar tidak terjadi peradangan dan menghindari sumbatan agar tidak terjadi lagi, jalur operasi adalah yang terbaik [1,2,3,8].
Prosedur operasi juga bertujuan membungkus ureter yang terpengaruh dari usus di jaringan lemak di mana tindakan ini juga bertujuan memberi perlindungan tumbuh kembalinya fibrosis [1,2,3,8].
Bagaimana prognosis fibrosis retroperitoneal?
Seberapa baik prognosis fibrosis retroperitoneal tergantung dari tingkat keparahan gejala yang dialami pasien [1].
Jika dari sejak gejala awal muncul penderita segera memperoleh penanganan yang tepat, maka beberapa hari dari sejak pengobatan kondisi pasien akan membaik [1].
Jika penanganan tumor dengan obat atau terapi biasa tidak efektif, maka biasanya prosedur operasi akan dokter rekomendasikan [1].
Tujuan operasi adalah mengangkat jaringan fibrosa sekaligus memberi perlindungan bagi ureter di mana hal ini akan meningkatkan prognosis pada penderita [1].
Tinjauan Pengobatan fibrosis retroperitoneal umumnya meliputi terapi obat dan operasi. Penanganan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan kondisi pasien dan kondisi yang menjadi faktor risiko fibrosis retroperitoneal.
Ketika dibiarkan tanpa penanganan secepatnya, fibrosis retroperitoneal dapat berkembang semakin parah dengan risiko komplikasi yang bermacam-macam.
Bila jaringan tumbuh secara abnormal tanpa ditangani dengan benar, waspadai beberapa kondisi berbahaya ini [9] :
Tidak memungkinkan untuk mencegah fibrosis retroperitoneal jika melihat dari sebagian besar faktor risikonya [10].
Namun jika berkaitan dengan pengobatan tertentu, hal ini bisa dikonsultasikan dengan dokter untuk meminta pengobatan alternatif yang lebih aman [10].
Selalu tanyakan kepada dokter mengenai efek samping apa saja yang berpotensi terjadi jika mengonsumsi obat resep [10].
Segera ke dokter dan periksakan diri apabila beberapa gejala awal fibrosis retroperitoneal mulai terjadi agar penderita memperoleh penanganan dini yang akan meminimalisir risiko bahaya komplikasi.
Tinjauan Belum ada upaya pencegahan pasti untuk fibrosis retroperitoneal, namun mengonsultasikan manfaat dan efek samping obat atau terapi tertentu akan dapat meminimalisir risiko penyakit langka ini.
1. Joshua S. Engelsgjerd & Chad A. LaGrange. Retroperitoneal Fibrosis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. National Organization for Rare Disorders (NORD). Retroperitoneal Fibrosis. National Organization for Rare Disorders (NORD); 2021.
3. Brett Ley & Harold R Collard. Epidemiology of idiopathic pulmonary fibrosis. Clinical Epidemiology; 2013.
4. Rotimi Adigun & Rahulkumar Singh. Tuberculosis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
5. Sami M. Akram & Janak Koirala. Histoplasmosis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
6. Sandeep Sharma; Muhammad F. Hashmi; & Dominic J. Valentino III. Actinomycosis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
7. L Koep & G D Zuidema. The clinical significance of retroperitoneal fibrosis. Surgery; 1977.
8. Augusto Vaglio & Federica Maritati. Idiopathic Retroperitoneal Fibrosis. Journal of the American Society of Nephrology; 2016.
9. Victoria State Government. Retroperitoneal fibrosis. Better Health; 2021.
10. Meredith Goodwin, MD, FAAFP & Anna Giorgi. Retroperitoneal Fibrosis. Healthline; 2021.