Daftar isi
Glikosuria ialah kondisi di mana urin seseorang mengandung lebih banyak gula atau glukosa daripada normal. Biasanya glikosuria terjadi akibat kadar gula darah tinggi atau kerusakan ginjal. Kadar glukosa lebih besar dari 25 mg/dl dikategorikan sebagai glikosuria tinggi abnormal[1, 2].
Ginjal berperan untuk menyaring darah dengan menghilangkan zat sisa metabolisme dan cairan yang berlebihan dari darah, lalu mengeluarkannya dari tubuh sebagai urin[1].
Dalam kondisi normal, sebagian besar dari gula akan diserap oleh ginjal lalu dikembalikan ke dalam pembuluh darah. Sehingga urin normalnya mengandung gula dalam jumlah sedikit. Pada orang dengan glikosuria, ginjal kemungkinan tidak menyerap kembali cukup gula dari urin sebelum dikeluarkan dari tubuh[2, 3].
Kondisi ini sering terjadi karena kadar gula darah yang tinggi secara abnormal (hiperglikemia). Glikosuria merupakan gejala umum dari diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2[2, 3].
Saat terdapat terlalu banyak gula di dalam darah, ginjal dapat tidak mampu menyerap kembali semua gula tersebut. Sehingga tubuh akan mengeluarkan gula melalui urin. Biasanya kondisi ini terjadi saat kadar gula darah melebihi 180 mg/dl[2].
Terkadang glikosuria dapat berkembang bahkan pada orang yang memiliki kadar gula darah normal atau rendah. Kondisi ini disebut sebagai glikosuria renal, yaitu adanya masalah pada fungsi ginjal[3].
Glikosuria biasanya disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi kadar gula darah. Kondisi yang menjadi penyebab paling umum dari glikosuria ialah diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2[2].
Terdapatnya gula dalam kadar tinggi di dalam urin dapat disebabkan oleh hiperglikemia, prediabetes, dan diabetes. Prediabetes dan diabetes didiagnosis dengan menguji hemoglobin A1C (Hgb A1C) untuk menentukan kadar glukosa di dalam aliran darah selama 3 bulan[1].
Pada kondisi normal Hgb A1C kurang dari 5,7%. Kadar Hgb A1C 5,8% hingga 6,4% mengindikasikan prediabetes. Sedangkan kadar lebih dari 6,5% mengindikasikan diabetes[1].
Diabetes tipe 1 berkembang akibat kerusakan progresif dari sel beta pankreas yang mana mengakibatkan penurunan produksi insulin. Ketika tidak terdapat cukup insulin di dalam tubuh, maka tubuh akan kesulitan untuk mengendalikan kadar gula darah. Penderita diabetes tipe 1 memerlukan perawatan harian dengan insulin untuk mengendalikan kadar gula darah[2].
Pada diabetes tipe 2, sel-sel dalam pankreas tidak mampu menghasilkan cukup insulin atau insulin menjadi tidak efektif. Pada beberapa kasus, sel-sel di dalam otot, lemak, dan hati menjadi resisten terhadap insulin. Karena tidak dapat berinteraksi dengan normal terhadap insulin, maka sel-sel tersebut tidak dapat mengambil cukup gula dari aliran darah untuk digunakan[2, 3].
Diabetes tipe 2 lebih umum dialami oleh orang berusia lanjut. Gejala penyakit ini sering kali berkembang dengan perlahan dan tidak disadari penderita selama bertahun-tahun[2, 3].
Dampak jangka lama dari kadar gula darah tinggi dapat menyebabkan ginjal bekerja berlebihan dan mengalami kerusakan. Seiring waktu, kadar gula darah tinggi merusak pembuluh darah dan ujung saraf di dalam ginjal dan kandung kemih, serta pada saluran urin[4].
Lama-kelamaan, tekanan ekstra yang dialami ginjal akibat kadar gula darah tinggi dapat menyebabkan kebocoran melalui filter yang sebelumnya tidak dapat dilalui substansi yang masih diperlukan tubuh, seperti gula dan protein[4].
Tubuh penderita tidak dapat mengendalikan kadar gula darah dengan baik. Saat kadar gula darah terlalu tinggi, maka gula darah dapat memasuki urin dan menyebabkan glikosuria[2, 3].
Perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan dapat mempengaruhi kerja ginjal. Hal ini menyebabkan sekitar 50% ibu hamil dengan kadar gula darah normal menghasilkan urin yang mengandung glukosa[1].
Ibu hamil juga dapat mengalami glikosuria akibat diabetes gestasional. Diabetes gestasional terjadi ketika hormon yang dihasilkan plasenta bayi mencegah insulin di dalam tubuh untuk mengendalikan gula darah dengan normal. Sehingga kadar gula darah menjadi tinggi secara abnormal[2, 3].
Pada kasus penyakit ginjal tertentu, seperti penyakit ginjal kronis, orang yang tidak mengalami diabetes juga dapat memiliki kadar gula dalam urin yang tinggi[1].
Penyakit ginjal kronis ditandai dengan ginjal mengalami kerusakan dan tidak dapat menyaring darah dengan normal. Terganggunya fungsi penyaringan ini mengakibatkan urin mengandung gula dalam kadar tinggi[5].
Penyebab paling umum dari penyakit ginjal kronis ialah diabetes dan tekanan darah tinggi. Penyakit jantung dan riwayat gagal ginjal dalam keluarga termasuk faktor risiko berkembangnya penyakit ginjal kronis[5].
Pada beberapa kasus, glikosuria disebabkan oleh mutasi genetik yang diturunkan dalam keluarga. Kondisi langka ini disebut sebagai glikosuria renal[1, 3].
Kondisi ini terjadi ketika tubulus ginjal (bagian ginjal yang berperan sebagai filter) tidak dapat menyaring gula seperti seharusnya, sehingga akan dihasilkan urin dengan kadar glukosa yang tinggi bahkan saat kadar gula darah normal atau rendah[1, 4].
Beberapa obat diabetes dalam kelas inhibitor SGLT2 secara sengaja menyebabkan ginjal mengekskresikan lebih banyak glukosa melalui urin, meliputi[4]:
Obat-obat ini disebut juga sebagai gliflozin, bekerja dengan mencegah ginjal menyerap glukosa berlebihan di dalam sistem sehingga dapat diteruskan ke urin dan mencegah glukosa memasuki aliran darah. Dengan demikian kadar gula darah akan menjadi menurun[4].
Glikosuria tidak mengakibatkan gejala yang langsung terlihat jelas. Bahkan pada kebanyakan kasus, penderita glikosuria tidak mengalami gejala selama bertahun-tahun[2, 3].
Jika dibiarkan tanpa penanganan, glikosuria dapat mengakibatkan[2, 3, 4]:
Penderita diabetes, glikosuria juga dapat disertai gejala berikut[2, 3]:
Diabetes gestasional dapat menunjukkan gejala serupa dengan diabetes tipe 2. Namun sering kali asimptomatik (tanpa gejala) dan terdeteksi melalui pemeriksaan rutin kehamilan[2].
Diagnosis glikosuria umumnya dilakukan dengan mengetes kadar glukosa di dalam urin. Dokter akan meminta pasien untuk mengumpulkan sejumlah sampel urin untuk dianalisa di laboratorium. Pasien didiagnosis glikosuria jika hasil analisa menunjukkan kadar gula dalam urin lebih tinggi dari 180 mg/dl[1, 3].
Dokter juga dapat meminta pasien untuk melakukan tes darah untuk memeriksa kadar gula darah. Kadar gula darah normal biasanya antara 70-140 mg/dl. Selain kadar gula darah, dokter juga dapat memerlukan pemeriksaan fungsi ginjal[1, 3].
Glikosuria bukan kondisi yang perlu diwaspadai, sehingga biasanya tidak memerlukan penanganan jika pasien tidak memiliki kondisi tertentu yang menyebabkan kadar glukosa urin tinggi[1, 3].
Jika tidak terdapat penyakit lain, gejala atau komplikasi umumnya tidak terjadi[1].
Jika terdapat kondisi seperti diabetes atau penyakit ginjal kronis sebagai penyebab glikosuria, maka pasien perlu dipantau oleh dokter karena komplikasi dapat terjadi jika penyakit berprogres. Langkah pertama dalam menangani glikosuria ialah dengan mengendalikan kadar gula darah[1].
Pasien dapat memerlukan penanganan seperti berikut[2, 3, 4]:
Glikosuria tidak selalu dapat dicegah dan biasanya bukan termasuk kondisi yang berakibat fatal. Penanganan umumnya ditujukan pada kondisi yang menyebabkan glikosuria[2].
Tidak semua kondisi penyebab glikosuria dapat dicegah, seperti glikosuria renal dan diabetes tipe 1. Namun kita bisa melakukan pencegahan untuk diabetes tipe 2 dengan menerapkan gaya hidup sehat[2].
Untuk mengurangi risiko diabetes tipe 2, berikut beberapa gaya hidup sehat yang perlu diterapkan[2, 6]:
1. Ashley Braun, MPH, RD, reviewed by Matthew Wosnitzer, MD. Causes and Treatments for High Levels of Sugar in Urine. Very Well Health; 2021.
2. Jenna Fletcher, reviewed by Maria Prelipcean, M.D. What to Know about Glycosuria. Medical News Today; 2019.
3. Tim Jewell, reviewed by Debra Sullivan, Ph.D., MSN, R.N., CNE, COI. What Causes Glycosuria and How Is It Treated? Healthline; 2020.
4. Ginger Vieira. Glycosuria (Sugar in Urine): Symptoms, Causes & Treatment. Diabetes Strong; 2020.
5. Anonim. Chronic Kidney Disease (CKD). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases; 2021.
6. Anonim. Preventing Type 2 Diabetes. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases; 2016.