Tindakan Medis

Hemikolektomi : Manfaat – Prosedur – Risiko

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Hemikolektomi?

Hemikolektomi merupakan jenis tindakan bedah atau operasi untuk mengangkat bagian usus besar [1,2,3].

Jika ada bagian dari usus besar yang mengalami kerusakan, maka dokter bedah akan mengangkatnya [1,2,3].

Oleh sebab itu, hemikolektomi adalah prosedur bedah yang menjadi solusi bagi penderita penyakit Crohn, divertikulitis berat hingga kanker usus besar [1,2,3].

Jenis Hemikolektomi

Hemikolektomi terbagi menjadi dua jenis prosedur, yakni hemikolektomi kiri dan hemikolektomi kanan [1,2,3].

Hemikolektomi Kiri

Pada hemikolektomi kiri, prosedur ini diterapkan untuk mengangkat bagian usus besar yang turun [1,2].

Bagian usus besar yang dimaksud adalah bagian yang melekat pada rektum [1,2].

Hemikolektomi kiri biasanya diterapkan pada pasien penderita tumor, terutama jika tumor timbul di kolon transversum bagian distal dan fleksura lienalis [1,2].

Hemikolektomi kiri juga merupakan sebuah tindakan yang dapat diterapkan ketika tumor ada di kolon descenden [1,2].

Hemikolektomi Kanan

Pada hemikolektomi kanan, prosedur ini diterapkan pada bagian usus besar yang menempel pada bagian ujung usus halus/kecil [1,2].

Biasanya, hemikolektomi kanan merupakan tindakan bedah yang dilakukan agar tumor atau penyakit tertentu pada usus besar kanan bisa diangkat [1,2].

Pada prosesnya, sesuai dengan kondisi yang diderita pasien, dokter akan memotong pembuluh darah ileokolika, cabang kanan pembuluh darah kolika dan juga pembuluh darah kolika kanan [1,2].

Jika tumor bersifat kuratif, maka tindakan ini akan dokter rekomendasikan kepada pasien [1,2].

Manfaat Hemikolektomi

Kolon adalah bagian yang akan diangkat oleh dokter melalui prosedur hemikolektomi, baik diangkat sebagian saja maupun menyeluruh [1,2].

Pengangkatan kolon baik sebagian maupun keseluruhan tidak akan memengaruhi sistem pencernaan pasien [1,2].

Beberapa manfaat dari penerapan hemikolektomi adalah sebagai berikut.

  • Mengatasi Cedera/Trauma Abdomen

Cedera atau trauma abdomen biasanya terjadi di bagian organ dalam perut, seperti limpa, ginjal, empedu, pankreas, usus dan lambung [1,2,3].

Penyebab kondisi ini umumnya meliputi tusukan benda tajam, benturan maupun pukulan benda tumpul [1,2,3].

Jika memang diperlukan, hemikolektomi adalah salah satu tindakan terbaik untuk mengatasi masalah ini selain dari laparotomi yang dilakukan sebagai penghenti perdarahan [1,2,3].

  • Mengatasi Divertikulitis

Hemikolektomi juga kerap dokter rekomendasikan bagi pasien yang didiagnosa dengan divertikulitis berat [1,2,3].

Divertikulitis sendiri adalah infeksi atau radang yang menyerang kantung-kantung dalam saluran pencernaan khususnya pada kolon yang disebut dengan divertikula [1,4].

Pada pasien divertikulitis, solusi hemikolektomi akan dokter ambil apabila pasien diketahui mengalami divertikulitis berulang dan gejala sudah pada tahap berkomplikasi [1,2,3].

Selain itu, hemikolektomi dapat membantu pasien divertikulitis dengan gangguan imun [1].

  • Mengatasi Penyakit Radang Usus Besar

Inflammatory bowel disease atau yang juga dikenal dengan istilah radang usus kronis umumnya ditandai dengan timbulnya luka di saluran pencernaan dan iritasi [5].

Radang usus besar menimbulkan gejala seperti kram perut, diare terus-menerus, perut terasa penuh karena kembung, BAB berdarah, berat badan turun, dan nafsu makan hilang [5].

Penyakit ini pun terdiri dari beberapa jenis kondisi, yakni seperti kolitis ulseratif dan penyakit Crohn [1,2,3,5].

Kolitis ulseratif adalah ketika peradangan menyerang area agian akhir usus besar yang terhubung dengan rektum maupun menyerang bagian usus besar itu sendiri [6].

Diare berdarah atau diare bernanah, demam, anus nyeri, sering ingin BAB tapi tak bisa mengeluarkan feses, kram perut, dan berat badan turun adalah gejala umum kolitis ulseratif [6].

Penyakit Crohn adalah peradangan yang menyerang usus halus dan usus besar walaupun juga dapat terjadi di sepanjang lapisan dinding saluran pencernaan [7].

Jika kerusakan pada saluran pencernaan terjadi, maka operasi perlu dilakukan dan dokter akan bagian-bagian saluran pencernaan yang masih dalam kondisi baik [7].

  • Mengatasi Polip

Hemikolektomi umumnya juga digunakan sebagai tindakan yang membantu mengatasi polip usus, yakni tumbuhnya benjolan kecil di bagian dalam usus besar [1,2,3].

Polip usus pada beberapa kasus cukup berbahaya karena berpeluang berkembang menjadi kanker [1,2].

Oleh sebab itu, polip usus perlu diatasi dengan prosedur bedah apabila memang diperlukan [1,2,3].

Polip usus sendiri kerap ditandai dengan perubahan warna feses, sembelit atau diare, anemia, dan nyeri perut [8].

  • Kanker Usus Besar

Hemikolektomi bermanfaat pula dalam mengatasi kondisi kanker usus besar [1,2,3].

Kanker usus besar sendiri merupakan kondisi ketika tumor tumbuh dan berkembang secara ganas di usus besar [9].

Polip usus seringkali menjadi awal dari tumor ganas pada usus besar ini dan penderita akan mengalami BAB berdarah sebagai tanda utamanya [1,2,9].

Persiapan dan Prosedur Hemikolektomi

Setiap sebelum menjalani operasi besar, persiapan perlu dilakukan.

Dan untuk hemikolektomi, pasien perlu melalui sejumlah proses persiapan seperti [1,2] :

  • Pemeriksaan fisik secara menyeluruh; hal ini bertujuan supaya dokter dapat mengetahui apa saja kondisi yang dialami oleh tubuh pasien dan memperkirakan risiko komplikasi apa saja yang berkaitan dengan kondisi-kondisi tersebut.
  • Pasien dapat menginformasikan kepada dokter mengenai obat apa saja yang tengah dikonsumsi di mana dokter akan meminta pasien sementara waktu berhenti dalam mengonsumsinya sebelum menempuh hemikolektomi.
  • Pasien diminta untuk tidak menggunakan atau mengonsumsi obat pengencer darah sebelum menjalani operasi. Obat pengencer darah adalah peningkat risiko komplikasi berupa perdarahan.
  • Beberapa hari menjelang hari operasi, dokter juga meminta pasien menggunakan obat laksatif supaya saluran pencernaan bisa dibersihkan. Prosedur hemikolektomi menjadi lebih mudah untuk diterapkan ketika usus dalam keadaan kosong di mana hal ini juga sebagai peminimalisir risiko infeksi dari proses hemikolektomi.
  • Dokter meminta pasien untuk berpuasa sebelum menempuh hemikolektomi; artinya, pasien tidak boleh makan maupun minum apapun selama 12 jam sebelum pelaksanaan prosedur bedah.

Ketika sudah menjalani persiapan hemikolektomi dengan baik, maka pasien pun siap menempuh prosedurnya, baik dalam bentuk operasi terbuka maupun laparoskopi [1,2].

Berikut ini merupakan langkah-langkah atau proses dari hemikolektomi dari awal pasien masuk ke ruangan khusus untuk menyiapkan diri menjalani hemikolektomi [1,2,3].

  • Sampai di rumah sakit, petugas medis akan membawa pasien ke sebuah ruangan untuk berganti pakaian khusus.
  • Petugas medis juga akan menggiring pasien ke meja operasi dan meminta pasien berbaring di atasnya.
  • Selanjutnya, dokter akan memberi pasien anestesi umum supaya pasien tidak sadar dan merasakan sakit selama dokter melakukan bedah.
  • Dokter kemudian memasangkan infus ke tubuh pasien supaya tubuh pasien tetap memperoleh nutrisi yang memadai sekaligus mencegah rasa nyeri dirasakan oleh pasien.
  • Dokter juga akan memasang selang nasogastrik melalui hidung pasien menuju perut, selain itu juga akan ada kateter yang juga akan dokter pasang di kandung kemih pasien untuk membantu jalannya aliran urine.
  • Pada prosedur hemikolektomi, dokter akan mengawali dengan membuat beberapa sayatan kecil di bagian perut pasien di mana istilah untuk proses ini disebut dengan laparoskopik. Pada beberapa kasus tertentu, dokter akan menerapkan operasi terbuka, tergantung kondisi pasien. Jika demikian, maka dokter akan membuka kulit dan jaringan di sekitar kolon.
  • Setelah membentuk sayatan, dokter akan mengangkat area kolon yang terpengaruh, baik itu oleh tumor atau adanya kondisi lain.
  • Ketika mengangkat area kolon, dokter juga kemungkinan mengangkat sejumlah bagian usus yang terhubung dengan bagian kolon yang diangkat tersebut, termasuk pembuluh darah dan kelenjar getah bening.
  • Setelah selesai mengangkat bagian usus besar yang harus ditangani, dokter kemudian menghubungkan kembali sisa-sisa kolon.
  • Ketika ada bagian kolon yang tak bisa dihubungkan ke bagian lain saluran pencernaan dalam tubuh pasien, biasanya dokter segera menghubungkan kolon dengan kulit abdomen.
  • Durasi keseluruhan prosedur hemikolektomi adalah sekitar 2 jam atau lebih, hal ini ditentukan dari ada tidaknya komplikasi yang terjadi pada pasien selama pelaksanaan prosedur bedah.

Perawatan Pasca Hemikolektomi

Hemikolektomi merupakan jenis tindakan operasi besar sehingga pasien basanya membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dan kembali pada aktivitas sehari-harinya [1,2].

Bahkan ketika pasien sadar dari efek anestesi yang diberikan di awal prosedur hemikolektomi, rasa nyeri tidak akan begitu terasa karena dokter memberikan obat lewat infus [1,2].

Dokter masih harus memantau kondisi pasien, seperti bagaimana rasa sakit yang dirasakan selama menjalani rawat inap [1,2].

Selain itu, pasien baru boleh pulang setelah beberapa hari dan dokter pun harus lebih dulu mengecek apakah pasien mengalami gejala komplikasi dan infeksi [1,2].

Jika pemulihan terpantau memakan waktu lebih lama, maka dokter meminta pasien untuk berada di rumah sakit selama 1-2 minggu sebelum diperbolehkan pulang ke rumah [1,2].

Saat sudah boleh pulang, dokter pasti meresepkan sejumlah obat seperti docusate sebagai pencegah sembelit dan ibuprofen sebagai pereda nyeri[1,2,10].

Apakah terdapat diet khusus yang perlu pasien jalani pasca hemikolektomi?

Perubahan pola diet pada dasarnya tidak terlalu diperlukan pada pasien pasca hemikolektomi [1,2].

Namun diet khusus akan dokter anjurkan ketika pasien memiliki keluhan kram perut dan diare yang cukup sering terjadi [1,2].

Beberapa makanan yang dokter dapat anjurkan kepada pasien untuk konsumsi adalah [1,2] :

Risiko Hemikolektomi

Hemikolektomi memiliki sejumlah risiko, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anestesi maupun proses pelaksanaan pembedahan itu sendiri [1,2].

Beberapa risiko yang perlu diwaspadai dan dapat segera dikonsultasikan pasien dengan dokter yang menangani adalah [1,2,3] :

  • Nyeri pada area perut yang tidak kunjung mereda walau sudah mengonsumsi obat pereda nyeri.
  • Sembelit atau justru diare selama beberapa hari.
  • Iritasi pada luka bekas operasi.
  • Timbul nanah dari luka bekas operasi.
  • Demam tinggi.
  • Timbul jaringan parut sehingga menyebabkan sumbatan pada usus besar.
  • Kerusakan organ di sekeliling usus besar.
  • Infeksi
  • Penggumpalan darah yang terjadi pada kaki atau paru.

Membutuhkan waktu selama beberapa bulan untuk pulih total pasca hemikolektomi, selama perawatan luka bekas operasi juga dilakukan dengan benar [1,2,3].

Bila terjadi tanda-tanda komplikasi, segera konsultasikan dengan dokter supaya memperoleh penanganan secepatnya.

1. Alana Biggers, M.D., MPH & Tim Jewell. Hemicolectomy. Healthline; 2017.
2. Saurabh Sethi, M.D., MPH & MaryAnn De Pietro, CRT. What to know about hemicolectomy. Medical News Today; 2020.
3. Benjamin G. Mitchell & Nageswara Mandava. Hemicolectomy. National Center for Biotechnology Information; 2021.
4. Catherine D. Linzay & Sudha Pandit. Acute Diverticulitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
5. Christopher McDowell; Umer Farooq; & Muhammad Haseeb. Inflammatory Bowel Disease. National Center for Biotechnology Information; 2021.
6. Whitney D. Lynch & Ronald Hsu. Ulcerative Colitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
7. Indika R. Ranasinghe & Ronald Hsu. Crohn Disease. National Center for Biotechnology Information; 2021.
8. Marcelle Meseeha & Maximos Attia. Colon Polyps. National Center for Biotechnology Information; 2021.
9. Alejandro Recio-Boiles & Burt Cagir. Colon Cancer. National Center for Biotechnology Information; 2021.
10. Minita Patel, Megan O Schimpf, David M O'Sullivan, & Christine A LaSala. The use of senna with docusate for postoperative constipation after pelvic reconstructive surgery: a randomized, double-blind, placebo-controlled trial. American Journal of Obstetrics and Gynecology; 2010.

Share