Secara umum, kebanyakan orang menganggap bahwa hiperseksualitas atau kecanduan seks hanyalah semacam kebiasaan seks yang tidak wajar, padahal gangguan ini lebih kompleks dari itu. Hiperseksualitas sama dengan kondisi kecanduan lainnya; ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi.
Daftar isi
Pada tahun 2010, Asosiasi Psikiater Amerika mengeluarkan sebuah draft tentang kriteria yang bisa menjelaskan apa itu kondisi “kecanduan seks”, yang secara formal disebut sebagai Gangguan Hiperseksual. Gangguan ini hanya bisa didiagnosa pada orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih, menurut draft tersebut. [1]
Bagi penderita hiperseksualitas, kegiatan seksual bisa memberi mereka euphoria atau rasa memabukkan yang intens tanpa adanya hubungan emosional, keintiman, atau cinta. Kegiatan ini lebih bersifat pelarian diri sementara. Begitu euphoria ini hilang, siklus untuk ingin “mabuk” lagi akan berulang. [3]
Indikator terjadinya hiperseksualitas bisa berbeda pada tiap orang. Misalnya, beberapa pecandu seks mungkin cenderung memilih untuk memiliki pasangan seks lebih dari satu orang, sementara yang lain suka pergi ke tempat prostitusi atau melakukan masturbasi berlebihan.
Saat sikap-sikap seksual yang tidak wajar ini menjadi fokus dalam kehidupan seseorang, sulit dikendalikan, dan mengganggu si pelaku atau orang lain di sekitarnya, maka bisa dianggap sebagai hiperseksualitas.
Terlepas dari apapun sebutan untuk kondisi ini atau penyebabnya, hiperseksualitas yang tidak ditangani bisa menyebabkan kerusakan pada kepercayaan diri, hubungan pribadi, karir, kesehatan bahkan orang lain di sekitar penderita.
Hiperseksualitas bisa berupa: [1, 2, 3, 4]
Beberapa tanda yang bisa menunjukkan seseorang mengalami gangguan hiperseksualitas, termasuk: [1, 2, 3, 4]
Meskipun penyebab terjadinya hiperseksualitas masih terus diteliti, namun bisa termasuk hal-hal berikut: [2]
Mengapa hiperseksualitas hanya terjadi pada sebagian orang, masih menjadi sesuatu yang secara medis perlu dipahami. Namun, fakta bahwa antidepressant dan obat psikotropika lainnya telah terbukti efektif untuk mengobati penderita kecanduan seks, menandakan bahwa gangguan ini sangat mungkin disebabkan oleh ketidaknormalan biokimia dalam tubuh. [1]
Penelitian menunjukkan bahwa makanan, penyalahgunaan obat dan ketertarikan seksual memiliki “jalur” yang sama di dalam sistem pertahanan hidup dan reward (hadiah) dalam otak. Jalur ini mengarah ke area di otak yang bertanggung jawab atas cara berpikir manusia, pemikiran rasional dan penilaian.
Otak yang sudah kecanduan tiga hal diatas akan membodohi tubuh dengan menghasilkan zat biokimia berlebih sebagai reward yang kemudian mengarah pada sikap-sikap yang tidak wajar. [1]
Sebuah penelitian terbaru atas pria dan wanita yang mengalami hiperseksualitas menunjukkan bahwa hormon oxytocine juga memiliki kemungkinan berperan menyebabkan gangguan ini. [4]
Dokter biasanya akan melakukan evaluasi psikologis, yang bisa berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai: [2]
Hingga saat ini, masih ada perdebatan di kalangan psikiater mengenai bagaiamana seharusnya hiperseksualitas ini didefinisikan, karena tidak mudah untuk menentukan kapan sikap seksual seseorang bisa dianggap bermasalah.
Banyak dokter yang menggunakan DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), yang diterbitkan oleh Asosiasi Psikiater Amerika, sebagai panduan untuk mendiagnosa masalah kesehatan mental. [2]
Karena hiperseksualitas tidak memiliki kategori diagnostiknya sendiri di dalam DSM-5, maka bisa didiagnosa sebagai subkategori dari kondisi mental lainnya, seperti kecanduan atau kelainan kontrol impuls.
Beberapa ahli kesehatan menganggap hiperseksualitas sebagai aktivitas seksual yang ekstrem dengan konsekuensi negatif. Meskipun lebih banyak riset masih dibutuhkan untuk memperjelas dan mengklasifikasikan semua kriteria-kriteria ini, diagnosis dan perawatan oleh ahli kesehatan yang memiliki keahlian di bidang kecanduan dan sikap seksual kompulsif biasanya akan memberikan hasil terbaik. [2, 4]
Perawatan untuk hiperseksualitas biasanya melibatkan psikoterapi, pemberian obat dan konsultasi kelompok. Tujuan utama untuk perawatan ini adalah membantu pasien mengatasi keinginan serta mengurangi tindakan-tindakan seksual berlebih tapi juga tetap menjaga aktivitas seksual yang sehat.
Jika seseorang mengalami hiperseksualitas, maka ia juga mungkin membutuhkan perawatan untuk kondisi kesehatan mentalnya. Orang dengan gangguan ini seringkali juga mengalami masalah kecanduan alkohol, obat-obatan, atau gangguan kesehatan mental lainnya seperti depresi dan kecemasan yang perlu diobati juga. [1, 2]
Pasien dengan kecanduan yang parah atau masalah kesehatan mental berat yang bisa menimbulkan bahaya bagi orang lain mungkin harus dirawat inap. Pengobatan tahap awal, baik itu bagi pasien inap maupun rawat jalan, akan intensif. Setelah itu, perawatan bersifat periodik yang berlanjut dalam waktu beberapa tahun akan berguna untuk mencegah terjadinya pengulangan kecanduan (relapse).
Juga disebut terapi verbal, bisa membantu pasien untuk belajar bagaimana mengatasi gangguan hiperseksualitasnya. Jenis-jenis psikoterapi termasuk:
Sebagai tambahan bagi psikoterapi, pemberian beberapa jenis obat juga bisa membantu karena sifatnya yang mempengaruhi zat kimia otak yang berhubungan dengan pemikiran dan sikap obsesif, sehingga bisa mengurangi timbulnya dorongan seksual.
Jenis obat apa yang digunakan akan tergantung dari situasi pasien dan apakah ia juga mengalami gangguan kesehatan lainnya.
Obat yang digunakan untuk mengatasi hiperseksualitas umumnya diresepkan untuk kondisi lain. Misalnya: [1, 2]
Saat ini sudah banyak pertemuan berkelompok yang bertujuan membantu para penderita kecanduan untuk mengatasi masalah-masalah yang menyebabkan gangguan tersebut dengan: [1, 2]
Kelompok-kelompok konseling ini bisa berbasis internet (online) atau mengadakan pertemuan langsung secara lokal, atau keduanya. Pasien bisa berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan referensi kelompok konseling yang baik dan sesuai untuknya.
Karena penyebab hiperseksual masih belum diketahui dengan pasti, maka langkah pencegahannya pun masih belum jelas, tetapi beberapa hal berikut bisa membantu agar aktivitas dan dorongan seks tidak melenceng keluar jalur: [2]
1. Michael Herkov, Ph.D. What Is Sexual Addiction? Psych Central; 2020.
2. Mayo Clinic Staff. Compulsive sexual behavior. Mayo Clinic; 2020.
3. Robert Weiss MSW. Hypersexual Disorder Signs. Hypersexual Disorders; 2020.
4. Taylor & Francis Group. Scientists identify hormone potentially linked to hypersexual disorder. American Association for the Advancement of Science; 2019.