Ekshibisionisme diduga mempengaruhi sekitar 2-4% dari populasi pria[1]. Ekshibisionisme adalah satu dari tiga pelecehan seksual paling umum di catatan kepolisian (di samping voyeurisme dan pedofil)[2].
Penderita ekshibisionisme memiliki dorongan untuk mengekspos alat kelamin, biasanya pada orang asing yang yang tidak menaruh curiga [3].
Daftar isi
Apa itu Ekshibisionisme?
Ekshibisionisme ialah suatu kelainan yang ditandai dengan keinginan, fantasi, atau perilaku mengekspos alat kelamin untuk terangsang secara seksual atau memiliki keinginan kuat untuk diamati oleh orang lain selama aktivitas seksual[1, 3 , 4].
Kelainan ekshibisionistik meliputi berperilaku berdasarkan dorongan ekshibisionistik atau berfantasi atau menjadi terganggu atau tidak dapat berfungsi akibat dorongan dan fantasinya[2].
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) mengklasifikasikan ekshibisionisme sebagai salah satu bentuk paraphilia atau parafilia[1, 5].
Parafilia merupakan sekelompok kelainan mental yang ditandai dengan obsesi terhadap perilaku seksual tidak wajar atau dengan aktivitas seksual yang melibatkan pasangan nonconsenting atau tidak selayaknya (seperti anak-anak atau binatang)[2, 3].
Penderita ekshibisionisme (ekshibisionis) biasanya menyadari keinginan mereka untuk mengejutkan, mengagetkan, atau mengesankan pengamat yang tidak menghendaki. [3]
Korban hampir selalu wanita atau anak-anak. Kontak seksual nyata hampir tidak pernah ditemukan, sehingga ekshibisionis jarang melakukan pemerkosaan[3].
Laki-laki lebih berisiko mengalami dorongan untuk mengekspos diri dan kecenderungan mengembangkan ekshibisionisme[3, 5].
Pengeksposan alat kelamin kepada orang asing untuk rangsangan seksual jarang terjadi pada wanita.
Wanita memiliki tempat lain untuk mengekspos diri, seperti berpakaian secara provokatif dan tampil pada berbagai media dan tempat hiburan. Perilaku ini biasanya tidak termasuk sebagai gangguan kesehatan mental[3].
Pada beberapa kasus, ekshibisionisme diekspresikan sebagai keinginan kuat untuk ditonton orang lain saat melakukan hubungan seksual.
Orang-orang dengan bentuk ekshibisionisme ini mengekspresikan dengan membuat film porno atau menjadi penghibur dewasa, sehingga mereka jarang terganggu dengan hasratnya[3].
Fakta Ekshibisionisme
- Estimasi ekshibisionisme dalam populasi umum sulit untuk diperkirakan karena orang-orang dengan kelainan ini biasanya tidak melakukan konsultasi atas kesadaran sendiri[2].
- Ekshibisionisme jarang terdiagnosis pada klinik kesehatan mental umum, tapi kebanyakan ahli berpendapat bahwa kemungkinan banyak kondisi ini tidak terdiagnosis dan tidak dilaporkan[2].
- Ekshibisionisme biasanya dimulai pada usia remaja dan dewasa. Umumnya, penderita sudah menikah, namun pernikahannya sering kali bermasalah[3].
- Kecenderungan ekshibisionisme dimulai antara usia 13 dan 23 tahun[5].
- Kelainan ini muncul sebelum usia 18 tahun, dan jarang ditemukan pada pria di atas usia 50 tahun[2].
- 92% ekshibisionis memiliki diagnosis lain seperti depresi berat, penyalahgunaan obat, atau kelainan kesehatan mental lainnya. Sekitar 40% dari ekshibisionis memiliki gangguan kepribadian dan 52% memiliki pemikiran untuk bunuh diri[5].
- Sekitar 30% dari pelanggar seks pria yang ditangkap merupakan ekshibisionis. Mereka cenderung mempertahankan perilakunya, dan sekitar 20-50% kembali ditangkap[3].
Penyebab Ekshibisionisme
Berikut beberapa teori mengenai penyebab ekshibisionisme[2]:
- Faktor Biologis
Teori ini secara umum melibatkan testosterone, yaitu hormon yang mempengaruhi dorongan seksual pada pria dan wanita.
Testostenore meningkatkan kerawanan dari pria untuk mengembangkan perilaku seksual menyimpang.
Beberapa obat yang digunakan untuk menangani ekshibisionis diberikan untuk menurunkan kadar testosterone pasien.
- Teori Pembelajaran
Beberapa studi menunjukkan bahwa kekerasan emosional pada masa anak-anak dan disfungsi keluarga merupakan faktor risiko pada perkembangan ekshibisionisme.
- Teori Psikoanalitik
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa identitas jenis kelamin anak laki-laki memerlukan pemisahan anak dari ibunya secara psikologis, sehingga anak tersebut tidak mengidentifikasi ibunya sebagai anggota dari jenis kelamin yang sama, sebagaimana yang dilakukan anak perempuan.
Diduga bahwa ekshibisionis menganggap ibunya menolak mereka karena perbedaan jenis kelamin. Oleh karena itu, mereka tumbuh dengan keinginan untuk memaksa wanita untuk menerima mereka dengan membuat wanita melihat alat kelaminnya.
- Trauma Kepala
Terdapat sejumlah kecil kasus yang terdokumentasikan di mana pria menjadi ekshibisionis akibat cedera otak traumatik tanpa riwayat penggunaan alkohol atau seksual offense sebelumnya.
- Riwayat ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) saat Anak-Anak
Hubungan antara riwayat ADHD dengan ekshibisionisme belum diketahui. Akan tetapi para peneliti di Harvard telah menemukan bahwa pasien dengan multiple paraphilia memiliki kemungkinan yang jauh lebih besar mengalami ADHD saat anak-anak daripada pasien dengan satu paraphilia.
Faktor Risiko Ekshibisionisme
Faktor risiko ekshibisionisme meliputi[1, 8]:
- Gangguan kepribadian
- Konsumsi alkohol berlebihan
- Ketertarikan pada pedofilia
- Mengalami kekerasan seksual dan emosional pada masa anak-anak
- Obsesi seksual pada anak-anak
Gejala Ekshibisionisme
Gejala umum ekshibisionisme meliputi[6, 7]:
- Setidaknya selama 6 bulan, mengalami fantasi merangsang, dorongan seksual, atau perilaku yang intens dan kambuhan, melibatkan pengeksposan alat kelamin pada orang asing.
- Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan gangguan atau kelainan signifikan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
- Terkadang mengalami masturbasi ketika mengekspos dirinya, atau ketika berfantasi mengenai pengeksposan diri
Berdasarkan tingkat keseriusan kondisinya, gejala ekshibisionisme dibedakan menjadi[2]:
- Ringan: Penderita mengalami fantasi kambuhan mengenai pengeksposan diri, tapi jarang atau tidak pernah melakukan
- Sedang: Penderita terkadang mengekspos dirinya (pada tiga target atau kurang) dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan dorongan untuk mengekspos diri.
- Berat: Penderita telah mengekspos dirinya pada lebih dari tiga orang dan memiliki masalah serius untuk mengendalikan dorongan.
- Katastrofik: Tingkat keempat, katastrofik, tidak akan ditemukan pada ekshibisionis tanpa jenis paraphilia lain.
Tingkat ini menunjukkan adanya fantasi sadistik di mana, jika dilakukan/dipraktekkan, akan mengakibatkan perlukaan berat atau kematian korban.
Diagnosis Ekshibisionisme
Diagnosis dari ekshibisionisme mengikuti pola yang berbeda dari prosedur standar untuk mendiagnosis kelainan mental pada umumnya.
Hal ini karena beberapa faktor yang mempengaruhi pasien, seperti ketakutan pasien bahwa kondisinya diketahui oleh keluarga atau lingkungan, pasien yang merasa bersalah dan khawatir atas kondisinya, serta adanya kemungkinan kelainan mental lain yang dialami pasien[2, 3].
Pemeriksaan menyeluruh pada suatu klinik untuk perawatan khusus untuk kelainan seksual meliputi komponen berikut[2]:
- Evaluasi psikiatrik dan pemeriksaan status mental untuk mendiagnosis kondisi psikiatrik dan medis yangg terjadi bersamaan, serta untuk mengesampingkan kemungkinan skizofrenia, PTSD (post-traumatic stress disorder), retardasi mental, dan depresi.
- Pemeriksaan neurologis untuk mengesampingkan kemungkinan trauma kepala, kejang, atau abnormalitas lainnya dari struktur dan fungsi otak, diikuti oleh CT scan atau MRI jika diperlukan.
- Tes urin dan darah untuk memeriksa penyalahgunaan obat dan penyakit yang ditularkan melalui seks, termasuk HIV screen.
- Penilaian dari perilaku seksual. Ini meliputi pembuatan profil hormon seks dan respon terhadap kuosioner. Kuosioner ditujukan untuk mengukur gangguan kognitif berhubungan dengan pemerkosaan dan bentuk lain dari kekerasan, pedofil, agresi, dan impulsif.
Diagnosis kriteria ekshibisionisme menurut DSM-5[3, 8]:
- Pasien telah secara berulang dan intens terangsang dengan mengekspos alat kelaminnya atau dilihat oleh orang lain selama aktivitas seksual, dan rangsangan telah diekspresikan dalam fantasi, dorongan kuat, atau perilaku
- Pasien merasa sangat terganggu atau menjadi tidak dapat beraktivitas dengan baik (dalam pekerjaan, keluarga, atau berinteraksi dengan teman), atau pasien telah bertindak berdasarkan hasratnya dengan seseorang yang tidak menyetujui
- Pasien telah mengalami kondisi tersebut selama 6 bulan atau lebih
Pengobatan Ekshibisionisme
Pengobatan ekshibisionisme biasanya menggunakan kombinasi dari psikoterapi, pengobatan, dan perawatan tambahan[1, 2, 3].
Psikoterapi
Berikut beberapa jenis psikoterapi yang membantu dalam penanganan ekshibisionisme[2, 7]:
- Terapi perilaku kognitif
Pendekatan ini secara umum dianggap sebagai psikoterapi paling efektif untuk ekshibisionisme. Pasien diyakinkan untuk mengenali justifikasi irasional yang dianjurkan untuk perilaku mereka, dan untuk mengubah pola-pola berpikir yang terdistorsi lainnya.
- Rekondisi orgasme
Dalam teknik ini, pasien dikondisikan untuk menggantikan fantasi dari pengeksposan diri dengan fantasi lain dari perilaku seksual yang lebih dapat diterima selama masturbasi.
- Terapi grup
Salah satu manfaat terapi grup ialah agar pasien tidak merasa sendirian dan memiliki orang-orang yang mendukungnya.
Bentuk terapi ini digunakan untuk membantu pasien melalui penolakan denial yang sering berkaitan dengan paraphilia, dan sebagai bentuk pencegahan kambuhnya kondisi.
- Program kelompok dukungan 12 langkah untuk ketergantungan seksual
Program ini dapat membantu pasien untuk mempelajari dan memperoleh arahan dari orang yang telah berhasil mengatasi kondisi ekshibisionisme.
Ekshibisionis yang merasa bersalah dan cemas mengenai perilaku mereka sering terbantu dengan dukungan sosial dan emphasis pada spiritualitas sehat yang ditemukan dalam grup-grup ini, sebagaimana pula dengan restrukturisasi kognitif yang dibangun ke dalam dua belas langkah.
- Terapi pasangan atau terapi keluarga
Pendekatan ini dapat membantu secara khusus untuk pasien yang telah menikah dan yang pernikahan serta keluarganya telah terganggu oleh kelainannya.
Pengobatan
Obat yang digunakan untuk menangani ekshibisionisme meliputi obat yang menghambat kerja hormon seksual sehingga menurunkan dorongan seksual.
Beberapa obat yang umum digunakan untuk depresi dan gangguan mood lainnya juga dapat digunakan[1].
Berikut beberapa jenis obat yang dapat digunakan dalam penanganan ekshibisionisme[2]:
SSRI menunjukkan hasil positif dalam penanganan paraphilia, sebagai mana depresi dan kelainan mood lainnya.
Telah ditemukan bahwa penurunan kadar serotonin di dalam otak mengakibatkan peningkatan dorongan seksual. SSRI dapat digunakan pada pasien dengan paraphilia ringan atau sedang.
- Hormon wanita
Estrogen dapat digunakan untuk menangani pelanggar seksual. Medroxyprogesterone acetate (MPA) merupakan obat hormonal yang digunakan paling meluas di Amerika untuk mengatasi ekshibisionisme.
MPA bekerja dengan menstimulasi hati untuk memproduksi zat kimia yang mempercepat kejernihan testosterone dari aliran darah.
- Agonis Luteinizing Hormone-Releasing Hormone (LHRH)
Obat jenis ini kadang dideskripsikan setara dengan pengebirian farmakologis. Obat agonis LHRH bekerja dengna menurunkan pelepasan hormone gonadotropin.
Contoh agonis LHRH antara lain triptorelin, leuprolide acetate, dan goserelin acetate.
- Anti-androgen
Obat jenis ini bekerja dengan menghambat pengambilan dan metabolisme testosterone dan menurunkan kadar testosterone dalam darah. Contoh anti-androgen ialah cyproterone acetate (CPA) dan flutamide.
Operasi
Operasi pengebirian melibatkan penghilangan testis. Cara ini efektif untuk mengurangi kadar testosterone dalam plasma darah secara signifikan.
Bentuk perawatan untuk paraphilia ini umumnya diunakan untuk pelanggar yang lebih serius daripada ekshibisionis (seperti pemerkosa dengan kekerasan dan pedofil dengan riwayat pengulangan pelecehan seksual)[2].
Metode Perawatan Lain
- Terapi keengganan
meliputi meminta pasien untuk memfantasikan sekuens kejadian mengarah pada ekshibisionismenya.
Kemudian suatu skenario tidak menyenangkan disisipkan pada poin krusial dalam sekuens, misalnya target melawan balik pasien[2].
- Pelatihan kemampuan sosial
Diduga beberapa pria mengembangkan paraphilia sebagian karena tidak tahu bagaimana cara membentuk hubungan secara sehat dengan orang lain, baik secara seksual maupun non-seksual[2].
Pencegahan Ekshibisionisme
Cara pencegahan meliputi pembiayaan program-program untuk perawatan paraphilia pada usia dewasa.
Menurut ahli, pria pada kelompok usia dewasa belum banyak dipelajari dan tidak mendapat penanganan, meskipun diketahui parafilia biasanya muncul sebelum usia 18 tahun[2].
Pengenalan paraphilia pada remaja dan perawatan untuk mereka yang berisiko dapat menurunkan risiko kecenderungan untuk mengulang pelecehan.
Pendekatan preventif lain yang penting untuk dilakukan ialah pengenalan dan perawatan yang memadai untuk orang-orang yang telah melakukan kekerasan terhadap anak[2].