Penyakit & Kelainan

Hyperreflexia: Gejala – Penyebab dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Hiperrefleksia adalah kondisinya dimana adanya refleks yang berlebihan yang menandakan adanya gangguan saraf. Hiperrefleksia seringkali disebabkan oleh trauma medula spinalis, namun dapat juga disebabkan

Apa itu Hyperreflexia?

Hyperreflexia adalah adanya tanda kerusakan pada saraf motorik atas yang berkaitan dengan adanya spastisitas (kondisi dimana otot menjadi kencang dan tidak dapat dikendalikan) dan terdapat tanda positif babinski. [1, 2]

Hyperreflexia dapat juga menjadi penyebab utama dari kerusakan pada saraf motorik atas secara halus tanpa terdeteksi adanya kelemahan otot. [3]

Secara sederhananya, hyperreflexia adalah reaksi pada sistem saraf otonom, terhadap adanya banyak rangsangan pada tubuh. [4]

Saraf motorik atas memiliki peran yang penting untuk meredam respon refleks pada tubuh. [5]

Biasanya reaksi ini terjadi di bawah tulang sumsum belakang yang mengalami kerusakan. Banyak orang yang mengalami cedera tulang belakang di bagian punggung mengalami hal tersebut. [6] Hyperreflexia termasuk abnormal dan harus segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut. [5]

Hyperreflexia juga biasa dikenal sebagai Autonomic Dysreflexia (AD). [7]

Hyperreflexia mengacu kepada refleks hiperaktif dan kejang klonik yang berulang-ulang. Biasanya menunjukkan adanya gangguan pada jalur kortikospinal dan jalur lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi lengkung reflek karena suprasegmental menjadi luka, luka tersebut berada di atas jalur refleks tulang belakang. [8]

Reaksi yang terjadi pada penderita hyperreflexia, yaitu [4] :

  • Perubahan pada detak jantung
  • Berkeringat secara berlebihan
  • Tekanan darah menjadi tinggi
  • Terjadi kejang otot
  • Adanya perubahan pada warna kulit (menjadi pucat, kemerahan, dan warna kulit biru keabu-abuan)

Gejala Hyperreflexia

Terdapat beberapa gejala hyperreflexia, yaitu sebagai berikut [4] :

  • Kegelisahan dan kecemasan
  • Permasalahan pada saluran kandung kemih atau usus
  • Pandangan menjadi kabur atau buram
  • Pingsan
  • Demam
  • Flushing (peronaan – kulit menjadi merah)
  • Merinding
  • Keringat berlebih
  • Detak jantung menjadi tidak teratur
  • Sakit kepala ringan (pusing)
  • Terjadi kejang otot, terutama dibagian rahang
  • Hidung menjadi tersumbat
  • Sakit kepala berdenyut

Hyperreflexia sering terjadi tanpa adanya gejala, bahkan terkadang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang berbahaya. [4]

Penyebab Hyperreflexia

Penyebab Hyperreflxia biasanya terjadi karena cedera saraf tulang belakang. Penyebab tersebut dapat menimbulkan respon sistem saraf yang berlebihan terhadap rangsangan bagi para penderitanya, hal ini biasanya tidak menjadi permasalahan untuk orang yang sehat. [4]

Penyebab hyperreflexia lainnya, yaitu [9] :

  • Sindrom Guillain-Barre (gangguan pada sistem kekebalan tubuh yang menyerang sistem saraf dalam tubuh)
  • Trauma dibagian kepala yang parah dan cedera otak lainnya
  • Pendarahan otak
  • Penggunaan obat perangsang yang illegal, seperti kokain dan amfetamin

Ada beberapa kondisi yang memiliki gejala yang sama seperti hyperreflexia, tetapi memiliki penyebab yang berbeda, yaitu [4] :

  • Sindrom karsinoid
  • Sindrom neuroleptik yang ganas (terjadi karena mengkonsumsi obat yang menyebabkan otot menjadi kaku, kantuk, dan demam tinggi)
  • Sindrom seronotin
  • Krisis tiroid

Diagnosis Hyperreflexia

Untuk mengetahui apakah seseorang mengidap hyperreflexia atau tidak, harus segera pergi ke dokter telebih dahulu. [7]

Beritahu dokter apa saja yang dirasakan dan obat-obat apa saja yang sudah dikonsumsi sebelumnya, agar dapat dilakukan pemeriksaan saraf dan dan kesehatan secara menyeluruh. Hal tersebut juga dapat membantu untuk menentukan metode pemeriksaan mana yang dibutuhkan. [4]

Berikut beberapa metode pemeriksaan yang dilakukan, antara lain [4, 11, 12, 13] :

  • Tes darah dan air seni
  • MRI (Magnetic Resonance Imaging) scan, melakukan pengamatan dengan menggunakan magnet besar, gelombang radio, dan komputer untuk menampakkan organ di dalam tubuh secara detail.
  • EKG (electroradiogram), untuk mengukur aktivitas listrik pada jantung.
  • Pungsi Lumbal, prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai cairan serebrospinal (CSF).
  • Tes meja miring (Tilt-table testing), tes tekanan darah yang dilakukan disaat posisi badan seseorang berubah.
  • Toxicology screening, untuk menguji narkoba, termasuk obat-obatan, melalui aliran darah.

Pengobatan Hypperreflexia

Kondisi penderita hyperreflexia sangat membahayakan hidup, jadi harus segera menemukan dan mengobati permasalahan yang terjadi didalam tubuh. [4]

Seseorang yang mengidap gejala hyperreflexia, dapat melakukan beberapa hal dibawah ini, yaitu [4, 7] :

  • Duduk dan mengangkat kepala
  • Melepas pakaian yang dirasa terlalu ketat
  • Ubah posisi duduk agar darah mengalir ke kaki
  • Memeriksa kateter urin yang tersumbat
  • Menguras kandung kemih yang terlihat buncit menggunakan kateter urin
  • Jangan biarkan hembusan angin meniup ke arah Anda dan jauhkan benda-benda yang menyentuh kulit
  • Menggunakan vasolidator ke dokter atau konsumsi obat-obatan yang dapat mengendalikan tekanan darah Anda

Perawatan yang tepat sangat dibutuhkan berdasarkan penyebab yang terjadi terhadap setiap penderita hyperreflexia. Jika obat-obatan atau narkoba yang menjadi penyebabnya, segera berhenti mengkonsumsinya. [4]

Jika penyebabnya dikarenakan penyakit tertentu, segera mendapatkan pengobatan. Misalnya, penyedia layanan akan mencoba memeriksa kateter urin yang tersumbat, serta tanda-tanda sembelit. [4]

Jika gejala hyperreflexia melambatkan detak jantung, dapat mengkonsumsi obat antikolinergik (seperti atropin). [4]

Tekanan darah tinggi harus segera ditangani secara hati-hati, sebab tekanan dapat turun secara tiba-tiba. Berikut terdapat beberapa obat darurat yang dapat dikonsumsi untuk tekanan darah tinggi, yaitu [4] :

Kemungkinan dibutuhkan alat pacu jantung untuk irama jantung yang tidak stabil. [4]

Pencegahan Hyperreflexia

Terdapat beberapa hal untuk mencegah terjadinya hyperreflexia, dapat menghindari obat-obatan yang dapat memperburuk kondisi tubuh, termasuk untuk orang penderita cedera tulang belakang. Ada beberapa hal lainnya yang dapat dilakukan, yaitu [4] :

  • Jangan biarkan kandung kemih terisi terlalu penuh
  • Menjaga tingkat nyeri agar selalu rendah
  • Lakukan perawatan atau menjaga usus tetap sehat agar tidak terjadi impaksi feses
  • Lakukan perawatan kulit yang tepat, agar tidak terkena ulkus dekubitus (luka baring) dan infeksi kulit
  • Mencegah terjadinya infeksi kandung kemih

Ada beberapa hal untuk pencegahan hyperreflexia dalam jangka panjang, yaitu [7, 14] :

  • Perubahan obat atau metode diet untuk pembersihan badan
  • Perbaikan dalam mengurus keteter urin
  • Siapkan obat untuk tekanan darah tinggi
  • Menjaga diri untuk menghindari terpicunya hyperreflexia

Prospek kesembuhan dari hyperreflexia akan sulit dikendalikan jika tidak diketahui penyebab pastinya. Hyperreflexia yang terjadi berulang kali akan menurunkan tekanan darah, hal ini dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung. [7]

Bekerja samalah dengan dokter agar dapat mengidentifikasi pemicunya dan mengambil langkah pencegahan. [7]

1. Adina Michael Titus, Patricia Revest, Peter Shortland. Hyperreflexia. The Nervous System (Second Edition); 2010.
2. Neil Lava, MD. Spasticity. WebMD; 2019.
3. M. Devereaux, B. Katirji, R. Daroff. Upper Motor Neuron Lesions. Encyclopedia of the Neurological Sciences (Second Edition); 2014.
4. Luc Jasmin, MD, PhD, etc. Autonomic hyperreflexia. Pediatrix Medical Club; 2012.
5. Amanda Figliuzzi; Reinier Alvarez; Mohammed A. Al-Dhahir. Achilles Reflex. National Center for Biotechnology Information; 2020.
6. Neha Pathak, MD. Autonomic Dysreflexia. WebMD Medical Reference; 2020.
7. Christine Case-Lo, Deborah Weatherspoon. All About Autonomic Dysreflexia (Autonomic Hyperreflexia). Healthline; 2020.
8. H. Kenneth Walker. Chapter 72Deep Tendon Reflexes. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition; 1990.
9. Amit M. Shelat, etc. Autonomic dysreflexia. Medline Plus; 2020.
10. Krista O'Connell, William Morrison, M.D. Spinal Cord Injury. Healthline; 2018.
11. Peter Lam, Judith Marcin, M.D. What to know about MRI scans. Medical News Today; 2018.
12. Rachel Nall, MSN, CRNA, & Debra Sullivan, Ph.D., MSN, R.N., CNE, COI. Abnormal EKG. Healthline; 2018.
13. Gil Z Shlamovitz, MD, FACEP. Lumbar Puncture. Medscape; 2020.
14. C. Yates, K. Garrison, N. B. Reese, A. Charlesworth, E. Garcia-Rill. Chapter 11 - Novel mechanism for hyperreflexia and spasticity. Progress in Brain Research; 2011.

Share