Air kencing atau urine berwarna jernih hingga kuning pucat adalah yang paling sehat [1,2].
Bahkan air kencing dengan bau khasnya sebenarnya sangat normal karena adanya kandungan zat amonia meskipun air adalah kandungan utama [3].
Namun saat air kencing berbusa dan berbau menyengat tak sedap atau aneh, berbagai kemungkinan penyebab mulai dari yang ringan hingga serius berikut ini bisa saja sedang dialami.
Daftar isi
Urine atau air kencing yang berbusa maupun berbau dapat menandakan bahwa tubuh sedang mengalami kekurangan cairan [4].
Tubuh yang sedang dehidrasi atau kekurangan cairan akan berwarna kuning pekat juga di mana hal ini disertai dengan tubuh yang lebih mudah lelah [4].
Jika rasa haus lebih besar, maka masalah air kencing tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh dehidrasi [4].
Jika dehidrasi tergolong sebagai suatu kondisi yang lebih ringan, maka infeksi saluran kemih adalah kemungkinan lain yang lebih serius dibalik terjadinya air kencing berbusa maupun berbau [5].
Jika saat buang air kecil terasa sakit atau perih diikuti dengan warna keruh, busa dan/atau aroma menyengat tak sedap dari urine, segera ke dokter [5].
Hindari menunggu terlalu lama memeriksakan diri, terutama jika urine keluar bersama darah saat buang air kecil [6].
Proteinuria atau yang juga disebut dengan istilah albuminuria merupakan sebuah kondisi ketika terdapat kadar protein terlalu tinggi di dalam air kencing yang keluar saat buang air kecil [7,8].
Hal ini merupakan efek dari kerusakan glomeruli atau pembuluh darah kecil di ginjal yang menyebabkan protein bocor ke urine [7,8].
Ketika glomeruli ini rusak dan menjadi penyebab utama proteinuria, maka proses penyaringan darah akan terganggu [7,8].
Proteinuria ditandai dengan kadar protein mencapai 30 hingga lebih dari 300 mg dari total air kencing yang keluar saat buang air kecil setiap hari [8].
Padahal, normalnya kadar protein yang keluar bersama urine adalah 5-10 mg saja setiap hari [7].
Kondisi air kencing berbusa dan berbau perlu segera diperiksakan untuk mengetahui kemungkinan penyebabnya.
Jika benar karena proteinuria, maka proteinuria ini sendiri dapat menjadi tanda adanya penyakit tertentu seperti [8,9]
Sementara itu, sejumlah gejala yang menunjukkan bahwa proteinuria sedang terjadi selain kencing berbusa dan berpotensi berbau tak sedap adalah [7,8] :
Pada pria, urine yang berbusa dan disertai bau menyengat bisa saja menjadi pertanda adanya kondisi ejakulasi retrograde [9].
Orgasme kering adalah sebutan lain untuk kondisi satu ini karena saat mencapai klimaks seksual, air mani yang seharusnya keluar melalui penis justru masuk kembali ke kandung kemih [9].
Dengan begitu, klimaks seksual tidak disertai dengan keluarnya air mani sama sekali; pada beberapa kasus, air mani dapat keluar namun sangat sedikit [9].
Pengobatan dapat ditempuh penderita terutama bila berencana memiliki anak dan akan menempuh program kesuburan [9].
Penumpukan zat asam amino fenilalanin di dalam urine saat buang air kecil akan menyebabkan air kencing berbau khas [10].
Jika bau urine seperti bau urine tikus, maka waspadai akan kondisi fenilketonuria yang merupakan kondisi bawaan lahir dan kelainan genetik ini [10].
Karena merupakan penyakit bawaan langka, maka kondisi ini dialami oleh bayi yang baru lahir, yakni sekitar usia 3-6 bulan dengan gejala yang berkembang perlahan [10].
Selain bau air kencing tidak sedap, sejumlah gejala fenilketonuria yang wajib diwaspadai adalah [10] :
Penanganan untuk kasus air kencing berbusa dan berbau perlu disesuaikan dengan kondisi yang mendasarinya.
Jika air kencing berbusa dan berbau diikuti dengan sejumlah keluhan lain yang cukup mengganggu dan mengkhawatirkan, segera ke dokter untuk memperoleh penanganan yang tepat.
1. Erica T. Perrier, Evan C. Johnson, Amy L. McKenzie, Lindsay A. Ellis, & Lawrence E. Armstrong. Urine colour change as an indicator of change in daily water intake: a quantitative analysis. European Journal of Nutrition; 2016.
2. Jeffrey Jenkins, MD. What Color Is Your Urine?. Methodist; 2021.
3. I. David Weiner. Roles of renal ammonia metabolism other than in acid-base homeostasis. HHS Public Access; 2018.
4. Zeid J. Khitan & Richard J. Glassock. Foamy Urine. Clinical Journal of the American Society of Nephrology; 2019.
5. Paulo Cesar Koch Nogueira, Tulio Konstantyner, Maria Fernanda Camargo de Carvalho, Cristine Campos de Xavier Pinto, Isabel de Pádua Paz, Vera Maria Santoro Belangero, Marcelo de Sousa Tavares, Clotilde Druck Garcia, Oreste Angelo Ferra Neto, Káthia Liliane da Cunha Ribeiro Zuntini, Marina da Rocha Lordelo, Samira Shizuko Parreao Oi, Renata Trindade Damasceno, Ricardo Sesso & Giuseppe Remuzzi. Development of a risk score for earlier diagnosis of chronic kidney disease in children. PLoS One; 2019.
6. Muhammad O. Saleem & Karim Hamawy. Hematuria. National Center for Biotechnology Information; 2021.
7. Kyu Keun Kang, Jung Ran Choi, Ji Young Song, Sung Wan Han, So Hyun Park, Woong Sun Yoo, Hwe Won Kim, Dongyoung Lee, Kyoung Hyoub Moon, Myung Hee Lee, & Beom Kim. Clinical Significance of Subjective Foamy Urine. Chonnam Medical Journal; 2012.
8. Mobeen Z. Haider & Ahsan Aslam. Proteinuria. National Center for Biotechnology Information; 2021.
9. Nova IVF Fertility. What are the Causes of Foamy Urine in Men?. Nova IVF Fertility; 2021.
10. William L. Stone; Hajira Basit; & Evan Los. Phenylketonuria. National Center for Biotechnology Information; 2021.
11. Jonathan Kam, Venessa H. Tsang, & Venu Chalasani. Retrograde Ejaculation: A Rare Presenting Symptom of Type 1 Diabetes Mellitus. Urology Case Reports; 2021.
12. Michael J. Bono & Wanda C. Reygaert. Urinary Tract Infection. National Center for Biotechnology Information; 2020.
13. Kory Taylor & Elizabeth B. Jones. Adult Dehydration. National Center for Biotechnology Information; 2021.