Epilepsi merupakan suatu kondisi neurologis, yang mana mempengaruhi otak dan saraf. Epilepsi ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejang. Epilepsi biasanya didiagnosis ketika seseorang mengalami lebih dari satu kali kejang[1, 2].
Diperkirakan terjadi sekitar 180.000 kasus baru epilepsi setiap tahun. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai abnormalitas otak, terkadang akibat cedera otak atau menurun dalam keluarga. Tapi pada sekitar 50% kasus, penyebab pasti dari epilepsi tidak diketahui[1, 2].
Epilepsi sering kali menimbulkan kejang secara tiba-tiba sehingga sulit untuk ditangani. Mengidentifikasi pemicu potensial atau penyebab epilepsi dapat membantu mengendalikan kejang epilepsi[3].
Berikut beberapa penyebab kejang epilepsi sering kambuh:
Daftar isi
Alasan paling umum dari kambuhnya kejang epilepsi ialah lupa untuk minum obat anti epilepsi. Terkadang penderita epilepsi juga bisa dengan sengaja tidak meminum obat sesuai jadwal yang diinstruksikan dokter[3].
Pada penderita epilepsi yang mengalami kejang tidak terkendali, melewatkan minum obat dapat menyebabkan kejang terjadi lebih sering daripada biasanya dan lebih intens. Melewatkan minum obat bahkan dapat mengarah pada timbulnya kejang yang berlangsung lama, yang disebut sebagai epilepticus. Kondisi ini termasuk situasi darurat medis yang berpotensi mengancam nyawa penderita jika kejang tidak berhenti[2].
Melewatkan satu dosis obat cukup umum terjadi dan pada kebanyakan kasus tidak menimbulkan gangguan, sehingga pasien tidak perlu menjadi panik. Jika melewatkan minum obat, sebaiknya segera meminumnya begitu mengingatnya, kecuali jika sudah hampir waktu untuk dosis berikutnya. Hindari meminum dua dosis obat pada satu waktu[2].
Jika tidak yakin bagaimana sebaiknya saat lupa minum obat, disarankan untuk menghubungi dokter untuk mendapat arahan yang lebih jelas[2].
Penderita epilepsi sebaiknya meminum obat secara rutin sesuai yang diresepkan dokter untuk menjaga kadar obat yang tetap di dalam darah, sehingga kejang epilepsi lebih terkendali[4].
Salah satu pemicu terbesar kambuhnya kejang epilepsi ialah keletihan atau kurang tidur[3].
Saat kita tidur, terjadi perubahan dalam aktivitas hormon dan elektrik di dalam otak. Perubahan tersebut dapat menjadi pemicu timbulnya kejang pada orang-orang yang tidak tidur dengan cukup[2].
Epilepsi dan tidur saling berpengaruh satu sama lain. Epilepsi dapat mengganggu tidur, dan kekurangan tidur dapat memperburuk kejang. Beberapa obat epilepsi dapat mengakibatkan efek samping seperti insomnia yang membuat penderita menjadi sulit untuk tidur[2].
Selain itu, penderita epilepsi lebih rentan mengalami tidur apnea, yaitu kondisi yang mempengaruhi kualitas tidur[2].
The National Sleep Foundation menganjurkan orang berusia 18 hingga 64 tahun untuk tidur sekitar 7-9 jam per malam. Jika mengalami kesulitan tidur, penderita epilepsi sebaiknya menghubungi dokter[2, 3].
Untuk mendapatkan cukup tidur, biasakan untuk menerapkan pola tidur yang baik dan menghindari mengkonsumsi kafein di sore hari. Selain itu, sebaiknya kita memberikan waktu bagi otak untuk beristirahat setelah menonton televisi atau menggunakan perangkat elektronik sekitar satu jam sebelum tidur[3].
Stress dapat menimbulkan berbagai gangguan pada tubuh, seperti sakit kepala, kesulitan tidur atau meningkatkan risiko mengalami penyakit jantung atau diabetes jika stress berlangsung lama. Pada penderita epilepsi, stress dan kecemasan kadang dapat memicu kejang[2, 3].
Alasan pasti mengapa stress memicu kambuhnya kejang epilepsi tidak diketahui[2, 4].
Suatu studi menemukan bahwa beberapa orang merasa kehilangan kendali ketika mereka mengalami stress, dan mengembangkan kecemasan dan ketakutan. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami hiperventilasi (bernapas dengan cepat dan dalam) yang mana meningkatkan aktivitas abnormal otak dan memicu kejang[2].
Jika sering mengalami stress, sebaiknya penderita epilepsi memeriksakan diri ke dokter atau psikiater untuk mendapat penanganan dan mengurangi stress. Untuk meringankan stress, dapat melakukan teknik relaksasi atau pernapasan dalam dan yoga atau meditasi. Stress juga dapat diringankan dengan cara sederhana seperti jalan santai, bertemu dengan teman atau mendengarkan musik[2, 3].
Biasanya konsumsi alkohol dalam jumlah kecil hingga sedang tidak menyebabkan kejang. Namun mengkonsumsi dalam jumlah berlebih dalam waktu singkat (3 atau lebih minuman) dapat memicu terjadinya kejang[2].
Setelah minum alkohol dalam jumlah besar, penderita epilepsi akan memiliki risiko tertinggi mengalami kejang saat alkohol keluar dari tubuh, biasanya antara 6 dan 48 jam setelah berhenti minum[4].
Selain itu, beberapa obat kejang dapat menurunkan toleransi alkohol. Sehingga diperlukan lebih sedikit minum untuk mabuk dibandingkan orang yang tidak menggunakan obat[2].
Biasanya dokter menyarankan untuk tidak mengkonsumsi alkohol ketika menggunakan obat anti epilepsi karena alkohol dapat membuat obat kurang efektif. Sebaiknya hindari konsumsi alkohol berlebihan karena dapat memicu kejang, bahkan pada mereka yang tidak didiagnosis epilepsi[3].
Sekitar setengah wanita pada usia produktif yang menderita epilepsi mengalami peningkatan kejang di sekitar waktu periode menstruasi mereka. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormon selama siklus menstruasi[2, 4].
Banyak saraf pada otak yang dipengaruhi secara langsung oleh hormon seks pada wanita (estrogen dan progesterone). Pada kadar tinggi, estrogen dapat menyebabkan atau memperburuk kejang. Sedangkan progesterone dapat melindungi melawan kejang[2].
Selama siklus menstruasi, ada saatnya ketika kadar progesterone menjadi sangat rendah, atau keseimbangan kedua hormon berantakan sehingga wanita lebih mudah mengalami kejang[2].
Perubahan keseimbangan hormon ini juga terjadi setelah kelahiran anak dan menjelang menopause[3].
Jika kejang diduga berhubungan dengan siklus menstruasi, penderita epilepsi dapat mencatatnya dalam jurnal harian selama beberapa waktu. Dokter dapat meresepkan obat yang diminum pada sekitar periode siklus untuk memberikan perlindungan pada peningkatan risiko kejang[3].
Obat kontrasepsi berbasis hormon berupa kombinasi estrogen dan progesterone, atau progesterone saja. Pada banyak wanita dengan epilepsi, pil kontrasepsi (pil KB) tersebut aman, tapi pada beberapa orang, dapat meningkatkan kejang[2].
Obat epilepsi dan pil KB berbasis hormon juga dapat saling mempengaruhi. Beberapa obat epilepsi meningkatkan kemampuan hati untuk memecah hormon, yang mana menurunkan efektivitas kontrasepsi[2].
Pil KB berbasis hormon umumnya aman dan efektif untuk wanita penderita epilepsi. Meskipun demikian, dokter dapat menganjurkan menggunakan metode kontrasepsi tanpa hormon, seperti kondom atau IUD (intraurine devices), dan bentuk cadangan kontrasepsi[2].
Kafein merupakan suatu stimulan, yaitu zat yang merangsang saraf. Sehingga konsumsi kafein dapat memicu terjadinya kejang pada beberapa orang[3].
Mengkonsumsi teh atau kopi dalam jumlah besar dapat memberikan lebih dari kadar kafein yang dianjurkan dikonsumsi per harinya, dan dapat memicu terjadinya kejang[3].
Konsentrasi tinggi kafein dapat ditemukan dalam berbagai minuman energi, pil kafein, bahkan obat batuk dan pilek komersil. Penderita epilepsi sebaiknya mengkonsultasikan dengan dokter mengenai makanan dan minuman yang lebih baik dihindari[3].
Penggunaan obat obat rekreasional dapat mempengaruhi zat kimiawi dalam otak dan berpotensi memicu kejang. Reaksi setiap orang terhadap penggunaan obat dapat berbeda-beda, sehingga tidak dapat diketahui jenis obat ilegal mana yang tergolong aman. Bahkan pada orang yang tidak memiliki epilepsi, penggunaan obat dapat menyebabkan kejang[3].
Sekitar 3 dari 100 orang penderita epilepsi mengalami kejang karena dipicu oleh cahaya berkerlip atau terang dan tiba-tiba. Kondisi ini disebut sebagai epilepsi fotosensitif[3, 4].
Pada orang dengan epilepsi fotosensitif, baik sinar alami atau buatan dapat menjadi pemicu kejang. Pola tertentu seperti garis-garis atau kotak-kotak juga dapat memicu kejang pada beberapa orang dengan epilepsi fotosensitif. Kejang biasanya dialami ketika penderita melihat pada pemicu atau segera setelahnya[4].
Penderita epilepsi fotosensitif sebaiknya mencoba menutupi mata dengan tangan saat tiba-tiba menghadapi cahaya berkerlip atau terang dan tiba-tiba, atau bisa membalik badan dari sumber sinar atau mematikan sumber sinar tersebut[3].
Pada sebagian kecil penderita epilepsi, kejang dapat muncul karena dipicu oleh kebosanan atau kejenuhan karena tidak melakukan apa-apa. Beberapa orang mendapati bahwa menyibukkan diri berkegiatan atau menggunakan beberapa teknik distraksi ketika merasa kejang hendak kambuh, terkadang dapat mencegah kejang[3].
Konsumsi makanan tertentu terkadang dapat menjadi pemicu terjadinya kejang. Penderita epilepsi dapat mencari tahu makanan pemicu kejang dengan membuat catatan mengenai makanan yang dikonsumsi bersama dengan jurnal kejang selama beberapa minggu[3, 4].
Sebelum memutuskan untuk sepenuhnya menghindari konsumsi makanan tertentu, sebaiknya penderita berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi terlebih dahulu. Hal ini penting untuk dilakukan karena menghindari suatu makanan dapat mengarah pada ketidakseimbangan vitamin atau mineral, yang mana dapat membuat kejang bertambah buruk[3].
Beberapa penyakit seperti flu atau infeksi sinus dapat membuat tubuh tidak enak badan, demam, dan dehidrasi (akibat tidak minum dan makan dengan normal, atau akibat muntah). Kondisi ini dapat menyebabkan suhu tubuh lebih tinggi dan menjadi pemicu kambuhnya kejang epilepsi[3, 4].
Sakit juga dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan tidur. Kekurangan tidur dapat menjadi pemicu kejang[3].
Dehidrasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang. Oleh karena itu, penting bagi penderita epilepsi untuk menjaga kebutuhan cairan tubuh selalu terpenuhi. Terutama ketika sedang berolahraga, melakukan aktivitas fisik, ketika sakit (terutama muntah atau diare) dan ketika suhu lingkungan panas[3].
Terkadang kambuhnya kejang pada penderita epilepsi dipicu oleh kadar gula darah rendah. Makan secara teratur untuk mencegah kadar gula darah terlalu rendah dan membantu kejang tetap terkendali. Jika penderita epilepsi berniat untuk menurunkan berat badan, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu untuk melakukan diet dengan aman[3].
Penggunaan obat herbal (termasuk suplemen makanan herbal) dapat menyebabkan kejang epilepsi bertambah buruk atau memperparah efek samping dari obat kejang. Hal yang sama juga dapat terjadi akibat penggunaan minyak esensial. Contohnya, jintan saru dan tanaman payung telah diketahui sebagai penyebab kejang[2].
Defisiensi vitamin B6 (piridoksin) merupakan satu-satunya defisiensi vitamin yang terbukti menyebabkan atau memperburuk kejang. Hal ini biasanya terjadi pada bayi dan bayi yang baru lahir[2].
Pada beberapa orang, kejang dapat dipicu oleh terjadinya perubahan elektrik di dalam otak akibat mengalami defisiensi magnesium, natrium, dan kalsium. Defisiensi mineral ini umumnya disebabkan oleh adanya kondisi tertentu, seperti penyakit ginjal atau kelainan hormon[2].
1. Matthew Hoffman, MD, reviewed by Brunilda Nazario, MD. Causes od Epilepsy. WebMD; 2020.
2. Anonim. The Curious Case of Epileptic Seizures: What Triggers a Seizure? Penn Medicine; 2019.
3. David Coates. 12 Most Common Seizure Triggers. Epilepsy Scotland; 2019.
4. Wendy Burton. Seizure Triggers. Epilepsy Action; 2020.