Daftar isi
Rabies merupakan sebuah kondisi infeksi virus pada sistem saraf dan otak yang berbahaya dan mampu mengakibatkan kematian pada penderitanya [1,2,3,4,5,7,8,11,12].
“Anjing gila” adalah istilah lain untuk menyebut rabies dan virus penyebab rabies sendiri tak hanya mampu menyerang hewan mamalia, sebab manusia pun tak dapat luput dari infeksi ini.
Bila biasanya virus atau bakteri dapat berpeluang masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit yang memiliki luka terbuka, virus penyebab rabies pun demikian.
Virus berpotensi masuk ke dalam tubuh manusia, terserap ke dalam kulit apabila terdapat luka di kulit.
Tinjauan Rabies adalah sebuah kondisi infeksi virus yang menyerang bagian sistem saraf dan otak, baik itu pada hewan maupun pada manusia. Istilah lain yang kerap digunakan untuk kondisi infeksi ini adalah "anjing gila".
Virus rabies adalah penyebab utama penyakit rabies di mana virus ini dapat menyebar ke manusia melalui [1,2,3,4] :
Virus akan langsung menuju pembuluh darah saat seseorang terkena gigitan hewan yang membawa virus.
Virus yang sudah masuk akan kemudian menyebar dan berpotensi sampai ke otak [1].
Penggandaan diri oleh virus terjadi begitu cepat sehingga otak dan saraf tulang belakang akan mengalami radang yang cukup serius.
Jika tak segera mendapatkan penanganan, risiko komplikasi hingga kematian sangat besar
Penyebaran virus rabies diketahui lebih cepat jika cakaran atau gigitan terjadi di area kepala dan leher, baik oleh kucing, rakun, rubah, kelinci, kuda, sapi, musang, monyet, anjing, berang-berang, kambing, maupun kelelawar [1,2,3,4,5].
Beberapa faktor di bawah ini pun diketahui mampu meningkatkan risiko seseorang tertular rabies [1,6] :
Tinjauan Penyebab rabies pada manusia adalah gigitan, cakaran atau air liur hewan yang telah terkena infeksi rabies lebih dulu. Virus rabies akan dengan mudah masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka terbuka bekas gigitan atau cakaran hewan tersebut.
Timbulnya gejala rabies biasanya tidak secara langsung usai kena gigitan atau cakaran hewan yang membawa virus rabies.
Gejala akan muncul 4-12 minggu usai terkena paparan infeksi virus rabies dan waktu sebelum gejala-gejala muncul disebut dengan masa inkubasi yang sebenarnya juga dapat terjadi lebih cepat [1].
Berikut ini adalah sejumlah gejala awal penyakit rabies yang kemungkinan serupa dengan penyakit flu, namun perlu diwaspadai sebagai infeksi rabies [1,2,7].
Karena keluhan gejala mirip dengan penyakit flu, periksakan diri segera ketika gejala timbul khususnya bila belum lama terkena gigitan atau cakaran hewan [1].
Dugaan infeksi rabies akan lebih kuat ketika sebelumnya pernah mengalami gigitan atau cakaran hewan tertentu.
Insomnia, kecemasan, kebingungan, sulit menelan, air liur berlebih dan halusinasi adalah keluhan gejala lanjutan yang kemungkinan bahkan dapat disertai dengan sesak napas [7].
Segera ke dokter untuk memeriksakan diri dan mengetahui penyebabnya.
Bahkan ketika tak begitu yakin apakah gejala berhubungan dengan infeksi virus rabies, tetap kunjungi dokter agar penyebab gejala dapat terdeteksi dan diatasi dengan tepat secepatnya.
Tinjauan Keluhan gejala penyakit rabies pada manusia meliputi sakit kepala, demam, kecemasan, insomnia, paralisis atau kelumpuhan parsial, halusinasi, produksi air liur berlebih, sulit menelan, kebingungan atau cenderung linglung, agitasi, mual disertai muntah, hiperaktif, tubuh lemas, dan tubuh kesemutan.
Walau ketika gejala muncul perlu segera diperiksakan, hingga kini belum diketahui adanya metode diagnosa yang mampu mendeteksi atau mengidentifikasi rabies tepat setelah pasien digigit atau dicakar hewan pembawa virus rabies.
Ketika gejala sudah muncul, barulah hal ini dapat dideteksi dengan beberapa metode pemeriksaan seperti berikut :
Dokter biasanya akan memeriksa fisik pasien di awal, mulai dari pengecekan irama jantung, kondisi suhu tubuh, tekanan darah, dan pernapasan [1,8].
Dokter juga mengajukan sejumlah pertanyaan seputar informasi yang diperlukan sebagai penguat diagnosa.
Pasien perlu memberi tahu dokter riwayat bepergian dan kapan gejala mulai timbul.
Tak hanya itu, pasien juga perlu menginformasikan obat apa saja yang tengah digunakan karena terdapat obat tertentu yang mampu membuat efektivitas vaksin yang dokter berikan berkurang (seperti chloroquine) [9].
Sebagai tes penunjang, dokter kemungkinan besar akan merekomendasikan tes pemindaian seperti CT dan MRI scan [1].
Dokter perlu melihat kondisi bagian dalam tubuh pasien dan mengidentifikasi adanya gangguan di sana.
Pemeriksaan darah umumnya digunakan untuk mendeteksi jumlah sel darah putih, sel darah merah serta trombosit [1].
Tes darah juga bertujuan agar antibodi dapat mendeteksi apa jenis mikroba yang menjadi penyebab infeksi.
Pungsi lumbal merupakan jenis metode diagnosa yang juga disebut dengan istilah spinal tap [1].
Pungsi lumbal adalah prosedur pemeriksaan cairan serebrospinal yang bertujuan mendeteksi adanya kelainan atau gangguan pada otak maupun sistem saraf.
Biopsi pada leher adalah salah satu metode diagnosa yang umumnya digunakan dokter untuk mengambil sampel cairan serebrospinal atau jaringan sumsum tulang [1,8].
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi adanya infeksi pada otak atau sumsum tulang penderita.
Tinjauan Dokter perlu mendiagnosa gejala yang dialami pasien dengan beberapa metode pemeriksaan, yakni pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes darah, pungsi lumbal, tes pemindaian, dan biopsi.
Hingga kini belum diketahui jelas metode pengobatan rabies yang benar-benar efektif dan mampu menyembuhkan penderitanya.
Diketahui hanya sedikit orang-orang yang mampu bertahan hidup usai terkena infeksi rabies, namun dalam penanganannya berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu diketahui.
Gigitan atau cakaran hewan apapun perlu segera diatasi dan diobati. Oleh karena itu, jika ada kekhawatiran akan paparan virus rabies, luka harus segera dibersihkan dan diberi obat [1].
Gunakan air dan sabun untuk membersihkan, begitu juga alkohol [1,2].
Usai dibersihkan, gunakan benzalkonium atau povidone-iodine dan terapkan pada bagian luka [1,2,4].
Untuk penanganan yang lebih cepat, terjadinya gigitan atau cakaran hewan liar pada kulit sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit atau dokter secepatnya [1].
Menuju fasilitas kesehatan paling dekat dengan lokasi kita adalah jalan terbaik untuk penanganan dalam mewaspadai infeksi rabies.
Untuk gigitan hewan liar seperti musang, rakun, tupai dan kelelawar, di Amerika Serikat umumnya akan memanfaatkan imunoglobulin rabies dan vaksin [1,10].
Penanganan ini di luar Amerika Serikat digunakan untuk mengatasi gigitan anjing.
VAR atau vaksin anti rabies diberikan oleh dokter bila pasien digigit oleh hewan liar yang diduga kuat membawa virus tersebut [1,2,10,11,12].
Vaksin tak hanya berperan sebagai pencegah infeksi, tapi juga sebagai perangsang antibodi dalam melawan dan menetralisir virus rabies di dalam tubuh.
Dosis untuk tiap penderita tidak sama, tergantung kondisi pasien itu sendiri [12].
Pemberian vaksin dilakukan langsung melalui suntikan ke otot paha atau lengan bagian atas.
Orang-orang yang paling dianjurkan memperoleh vaksin anti rabies adalah mereka yang akan memiliki kegiatan yang berpotensi besar terkena paparan virus rabies .
Terdapat beberapa efek samping usai memperoleh vaksin anti rabies ini, beberapa diantaranya adalah :
Selain VAR, ada pula SAR (serum anti rabies) yang fungsinya juga sebagai penetral virus [10,11].
Tak hanya itu, serum ini juga bekerja sebagai pemberi perlindungan pada luka selama 7-10 hari sebelum pembentukan antibodi oleh vaksin terjadi [1].
Pemberian SAR biasanya hanya untuk orang-orang yang terluka dan memiliki risiko tinggi.
Dosis yang diberikan juga tidak sama antara satu penderita luka dengan penderita lainnya karena harus disesuaikan dengan berat badan.
Dosis umum SAR adalah 20 atau 40 IU per kilogram berat badan pasien [1,10].
Namun, hal ini juga kembali lagi pada jenis serum yang dokter putuskan untuk diberikan kepada pasien.
Tinjauan Membersihkan luka bekas gigitan dan cakaran dari hewan liar dengan benar, ke dokter, dan memperoleh vaksin serta serum anti rabies adalah langkah tepat dalam menangani infeksi rabies.
Ketika infeksi virus rabies tak segera mendapatkan penanganan, dikhawatirkan risiko-risiko komplikasi di bawah ini dapat terjadi pada penderitanya yang bahkan bisa berakibat sangat fatal [1] :
Sebagai upaya pencegahan rabies, beberapa hal di bawah ini tak hanya perlu diperhatikan tapi juga perlu dilakukan [13] :
Tinjauan Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan menghindari interaksi dengan hewan liar yang tak diketahui sehat atau tidaknya. Selain itu, memperoleh vaksin untuk diri sendiri dan hewan peliharaan serta menjaga hewan peliharaan agar tak berinteraksi dengan hewan liar lain juga menjadi langkah pencegahan yang perlu diupayakan.
1. Ron Koury & Steven J. Warrington. Rabies. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis Rabies. InfoDATIN (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI); 2014.
3. Omesh Kumar Bharti, Ramesh Chand, Anjali Chauhan, Rahul Rao, Hamender Sharma, & Archana Phull. “Scratches/Abrasions without Bleeding” Cause Rabies: A 7 Years Rabies Death Review from Medical College Shimla, Himachal Pradesh, India. Indian Journal of Community Medicine; 2017.
4. Olivier Despond, MD, Marisa Tucci, MD FRCPC, Hélène Decaluwe, MD, Marie-Claude Grégoire, MD, Jeanne S Teitelbaum, MD FRCPC, & Nathalie Turgeon, MD FRCPC. Rabies in a nine-year-old child: The myth of the bite. The Canadian Journal of Infectious Diseases; 2002.
5. Shauna Richards, Richard Rusk, & Dale Douma. A One Health approach to rabies management in Manitoba, Canada. The Canadian Veterinary Journal; 2019.
6. Julia Murphy, DVM, Costi D. Sifri, MD, Rhonda Pruitt, Marcia Hornberger, Denise Bonds, Jesse Blanton, DrPH, James Ellison, PhD, R. Elaine Cagnina, Kyle B. Enfield, Miriam Shiferaw, MD, Crystal Gigante, PhD, Edgar Condori, Karen Gruszynski, PhD, & Ryan M. Wallace, DVM. Human Rabies — Virginia, 2017. Morbidity and Mortality Weekly Report; 2019.
7. Vince V. Soun, Millicent Eidson, Barbara J. Wallace, Peter D. Drabkin, Ginelle Jones, Richard Leach, Kathy Cantiello, Charles V. Trimarchi, & Jiang Qian. Antemortem Diagnosis of New York Human Rabies Case and Review of U.S. Cases. International Journal of Biomedical Science; 2006.
8. Reeta Subramaniam Mani & Shampur Narayan Madhusudana. Laboratory Diagnosis of Human Rabies: Recent Advances. The Scientific World Journal; 2013.
9. Timothy P Endy, Paul B Keiser, Don Cibula, Mark Abbott, Lisa Ware, Stephen J Thomas & Mark E Polhemus. Effect of Antimalarial Drugs on the Immune Response to Intramuscular Rabies Vaccination Using a Postexposure Prophylaxis Regimen. The Journal of Infectious Diseases; 2020.
10. V. J. Cabasso, J. C. Loofbourow, R. E. Roby, & W. Anuskiewicz. Rabies immune globulin of human origin: preparation and dosage determination in non-exposed volunteer subjects. Bulletin World Health Organization; 1971.
11. Omesh Kumar Bharti, Shampur Narayan Madhusudana, & Henry Wilde. Injecting rabies immunoglobulin (RIG) into wounds only: A significant saving of lives and costly RIG. Human Vaccines & Immunotherapeutics; 2017.
12. Hildegund C. J. Ertl. New Rabies Vaccines for Use in Humans. Vaccines (Basel); 2019.
13. Muhammad Zubair Yousaf, Muhammad Qasim, Sadia Zia, Muti ur Rehman Khan, Usman Ali Ashfaq, & Sanaullah Khan. Rabies molecular virology, diagnosis, prevention and treatment. Virology Journal; 2012.