Penyakit & Kelainan

Separation Anxiety : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Separation Anxiety?

Separation anxiety atau gangguan kecemasan berpisah adalah suatu kondisi yang dianggap sebagai tahap normal dalam perkembangan anak, khususnya usia bayi dan balita [1,4,8,9,10].

Tahap ini akan hilang pada saat anak memasuki usia 3 tahun, namun pada sebagian anak justru kondisi ini menjadi lebih serius.

Umumnya, separation anxiety dialami anak di masa sebelum sekolah (pra-sekolah) di mana bila kondisi ini berkepanjangan dan cenderung intens, maka sebagai akibatnya aktivitas belajar dan aktivitas hariannya akan terhambat.

Beberapa masalah psikologis seperti serangan panik dapat dialami anak ketika gangguan kecemasan berpisah ini tidak hilang pada waktu usianya 3 tahun.

Tinjauan
Separation anxiety merupakan gangguan kecemasan yang menjadi bagian dari perkembangan anak, terutama bayi dan balita. Namun, beberapa gangguan psikologis dapat terjadi saat gangguan kecemasan berpisah tak hilang usai anak memasuki usia 3 tahun ke atas.

Fakta Tentang Separation Anxiety

  1. Prevalensi separation anxiety pada populasi pediatrik umum adalah sekitar 1-4% dengan jumlah pasien pediatrik di klinik mencapai 7,6% [1].
  2. Prevalensi seumur hidup separation anxiety pada orang dewasa dari seluruh populasi di Amerika Serikat adalah 6,6% dengan 77,5% dari persentase tersebut mengalami onset awal pada usia dewasa [1].
  3. 6-7 tahun adalah usia rata-rata terjadinya onset di mana hal ini menunjukkan bahwa gangguan kecemasan paling awal dialami oleh anak-anak [1].
  4. Usia rata-rata onset pada orang dewasa dengan separation anxiety adalah 8,3 dan pada anak-anak adalah 23,1 yang otomatis menunjukkan bahwa separation anxiety memang lebih berpotensi besar terjadi pada anak [1].
  5. Separation anxiety pada orang dewasa biasanya menimbulkan gejala pada usia remaja akhir atau usia dewasa awal, sedangkan separation anxiety pada anak-anak terjadi di usia pra-sekolah atau usia sekolah [1].
  6. Walau bukan tergolong sebagai kondisi gangguan mental yang umum, terutama pada orang dewasa, terdapat kurang lebih 75% pasien separation anxiety yang mendapatkan perawatan [1].
  7. Separation anxiety pada anak lebih berpotensi terjadi pada anak-anak perempuan daripada anak laki-laki, sedangkan pada kasus separation anxiety orang dewasa, pria justru lebih rentan mengalaminya daripada wanita [1].
  8. Di Indonesia walau prevalensi keseluruhan separation anxiety belum diketahui jelas, kasus gangguan kecemasan sendiri cukup umum dengan prevalensi 3,3% dari seluruh populasi atau terdapat sekitar 8 juta orang penderita gangguan mental ini [2].
  9. Separation anxiety di Indonesia dengan kasus sebanyak 7,6% diketahui merupakan salah satu dampak yang terjadi pada anak-anak dan remaja penderita HIV/AIDS menurut hasil studi tahun 2014 diikuti dengan 4,3% kasus depresi mayor, 1,1% kasus gangguan penyesuaian dan 7,6% kasus ADHD [3].

Penyebab Separation Anxiety

Penyebab pasti separation anxiety belum jelas diketahui, namun stres dalam menjalani kehidupan sehari-hari dapat menjadi pemicunya [1,4,5,6].

Tak hanya orang dewasa yang dapat mengalaminya, tapi anak-anak pun dapat merasakan kecemasan berlebih, terutama bila perpisahan terjadi dengan orang terdekatnya.

Walau faktor genetik tetap berperan pada timbulnya separation anxiety, kondisi ini lebih sering dipicu oleh stres dari lingkungan sekitar.

Beberapa faktor risiko yang perlu diketahui mampu meningkatkan potensi separation anxiety antara lain :

  • Riwayat Kesehatan Keluarga : Bila dalam anggota keluarga inti ada yang merupakan penderita gangguan kecemasan, maka hal ini mampu meningkatkan risiko separation anxiety pada anggota keluarga lainnya, terutama pada anak-anak [1,4].
  • Temperamen Tertentu : Faktor ini mampu menjadikan risiko gangguan kecemasan lebih tinggi dari lainnya [1,5].
  • Stres : Kehilangan orang terdekat (terutama orang tua, kakek, nenek, adik atau kakak), perceraian orang tua, kehilangan hewan peliharaan, pindah tempat tinggal, hingga pindah sekolah dapat menjadi faktor-faktor pemicu separation anxiety pada anak [1,4].
  • Faktor Lingkungan : Bencana alam yang mengakibatkan perpisahan antar anggota keluarga atau teman dekat dapat menjadi hal yang juga traumatis bagi anak. Hal ini berpotensi memicu separation anxiety pada anak [1,6].
Tinjauan
Faktor lingkungan, stres dalam kehidupan sehari-hari, temperamen tertentu dan riwayat kesehatan keluarga adalah beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko separation anxiety.

Gejala Separation Anxiety

Separation anxiety atau kecemasan berpisah baru akan terlihat tanda-tandanya ketika anak sudah lebih besar.

Perkembangan mental dan perilaku anak akan menunjukkan adanya tanda separation anxiety atau tidak.

Aktivitas sehari-harinya yang terganggu atau tidak juga menjadi tanda apakah anak mengalami gangguan kecemasan tertentu.

Berikut ini adalah gejala-gejala utama separation anxiety yang dibagi menjadi dua kondisi, yaitu gejala perilaku dan gejala fisik.

Gejala Perilaku Separation Anxiety

Beberapa gejala perilaku yang nampak pada anak ketika mengalami separation anxiety adalah sebagai berikut [1] :

  • Tidak ingin menginap di tempat lain bila harus berpisah dengan orang tua atau anggota keluarga lainnya.
  • Merasa takut dan khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, seperti diculik atau tersesat sehingga berpisah dari orang tua atau anggota keluarga lainnya.
  • Tidak ingin ditinggal sendiri atau berada di rumah sendiri tanpa orang tua atau anggota keluarga lainnya.
  • Menolak atau tidak ingin jauh dari rumah karena takut berpisah dengan orang terdekat, termasuk saat harus pergi ke sekolah.
  • Kecemasan berlebih dan konstan, terutama saat kehilangan orang terdekat (baik itu orang tua atau anggota keluarga lainnya) karena bencana alam atau penyakit.
  • Di manapun dan kapanpun tidak ingin ditinggal sendirian.
  • Prestasi akademik di sekolah yang buruk.
  • Daya konsentrasi buruk.
  • Lebih sering mengompol.
  • Mengisolasi diri dan memiliki interaksi sosial yang buruk.
  • Mengalami mimpi buruk tentang perpisahan berkali-kali.
  • Iritabilitas atau seringnya marah dan rewel.

Gejala Fisik Separation Anxiety

Selain dari perilaku anak, orang terdekat dapat mengamati adanya gejala fisik yang kemungkinan dialami anak saat menderita separation anxiety, seperti [1,7] :

Ketika mengalami separation anxiety, gangguan panik atau serangan panik adalah hal yang juga biasanya terjadi pada anak.

Kecemasan yang timbul pada anak adalah hal yang dirasakan tiba-tiba dan bersifat intens.

Anak juga berpotensi mengalami rasa takut berlebih terhadap teror yang bisa berlangsung selama beberapa menit ketika mengalami perpisahan dengan orang terdekatnya.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Gangguan kecemasan berpisah tak dapat hilang atau membaik dengan sendirinya tanpa penanganan.

Maka dari itu, ketika orang dewasa melihat dan menyadari bahwa anak mengalami gejala-gejala yang telah disebutkan di atas, segera bawa ke ahli kesehatan mental (psikiater atau psikolog) untuk pemeriksaan.

Bila ada orang tua yang mengetahui bahwa anaknya memiliki kecenderungan separation anxiety, segera konsultasikan ke dokter atau psikiater langsung.

Tinjauan
Gejala separation anxiety dibagi menjadi dua jenis kondisi, yaitu gejala fisik dan gejala perilaku. Gejala fisik akan meliputi rasa sakit perut, sakit kepala, mual, hingga takikardia. Sementara gejala perilaku pasien lebih kepada keengganan dan rasa takut ketika harus berpisah dengan orang terdekat.

Pemeriksaan Separation Anxiety

Dalam mendiagnosa separation anxiety, terdapat beberapa metode pemeriksaan yang biasanya digunakan, yaitu antara lain adalah :

  • Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah yang utama diterapkan pada saat mendiagnosa separation anxiety [1,8].

Sebab bagaimanapun juga, dokter perlu tahu apakah pasien mengalami kondisi medis tertentu sehingga dapat mengeliminasi adanya kemungkinan-kemungkinan penyakit tertentu.

Dokter kemudian biasanya akan merujukkan anak pada psikolog atau psikiater khusus anak untuk memeriksa dan mendeteksi gangguan kecemasan tertentu.

  • Evaluasi Perkembangan Anak

Evaluasi perkembangan anak adalah pemeriksaan utama yang dilakukan oleh dokter dalam memastikan separation anxiety [1,8,9].

Dokter perlu mengetahui apakah anak mengalami tahap perkembangan mental yang normal.

  • Evaluasi Psikologis

Ahli kesehatan profesional dalam hal ini penting untuk memeriksa kondisi psikologis pasien melalui prosedur wawancara [1,8,9,10].

Psikolog atau psikiater perlu mengetahui bagaimana perasaan pasien dan juga apa saja yang ada di pikiran pasien.

Evaluasi psikologis juga meliputi observasi perilaku pasien untuk mengetahui apakah gejala yang dialami benar-benar mengarah pada separation anxiety atau gangguan kecemasan jenis lainnya.

Kriteria Diagnosa Separation Anxiety Menurut DSM-V

Kriteria diagnosa menurut DSM-V biasanya digunakan oleh psikiater maupun psikolog dalam mendiagnosa pasien anak maupun dewasa, yaitu [1,4] :

  • Kekhawatiran yang berlebihan dan persisten tentang kehilangan sosok terdekat pasien.
  • Tekanan dan ketakutan berlebih akan berpisah dengan sosok terdekat pasien atau berpisah dari rumahnya di mana perasaan tersebut timbul berkali-kali.
  • Keengganan meninggalkan rumah, bahkan hanya untuk pergi ke sekolah atau bekerja, termasuk juga pergi ke tempat lain tanpa sosok terdekat pasien yang menemani atau mendampingi.
  • Kekhawatiran berlebihan dan persisten terhadap kejadian buruk yang mampu memisahkan pasien dari sosok terdekatnya.
  • Keluhan somatik terhadap perpisahan yang terjadi secara nyata atau antisipasi terhadap perpisahan dengan sosok terdekat pasien di mana keluhan ini dilontarkan berulang kali.
  • Mimpi buruk berulang kali mengenai perpisahan dengan sosok terdekat pasien.
  • Kekhawatiran berlebihan dan persisten jika harus tidur selain di rumah tanpa ditemani atau didampingi sosok terdekat pasien.
  • Ketakutan berlebihan dan persisten untuk pergi sendiri tanpa adanya sosok terdekat pasien yang menemani atau mendampingi.
  • Ketakutan berlebihan dan persisten untuk berada sendiri di manapun dan kapanpun.
  • Kesulitan untuk tidur apabila tidak ditemani oleh sosok terdekat pasien.
  • Kesulitan untuk terbuka khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan perpisahan.
Tinjauan
Pemeriksaan fisik, evaluasi perkembangan fisik dan mental pasien, serta evaluasi psikologis adalah metode-metode diagnosa yang umumnya diterapkan oleh dokter.

Penanganan Separation Anxiety

Penanganan pasien separation anxiety terdiri dari tiga metode, yaitu psikoterapi, pemberian obat-obatan dan juga perubahan gaya hidup.

Terkadang, kombinasi antara psikoterapi dan obat-obatan adalah yang paling diperlukan untuk kemajuan kondisi pasien.

Melalui Psikoterapi

Psikoterapi atau terapi bicara umumnya meliputi terapi perilaku kognitif yang tergolong efektif dalam hampir setiap kondisi gangguan mental atau gangguan kecemasan [1,6,11].

Terapi ini akan membantu anak memahami apa yang sedang ia hadapi dan bagaimana cara mengatasi serta melawannya.

Terapis profesional akan mendampingi anak dan mengajarkannya mengelola ketakutan dan kecemasan yang dirasakan tentang perpisahan dan ketidakpastian.

Sementara itu, orang tua pasien juga dapat ikut terlibat dalam terapi ini agar memahami betul bagaimana menyediakan dukungan emosional bagi anak secara efektif dan tepat.

Melalui Obat-obatan

SSRI (serotonin selective reuptake inhibitors) adalah jenis obat yang umumnya diresepkan oleh dokter [1,11].

Resep obat SSRI ini diberikan pada pasien separation anxiety yang usianya di atas 6 tahun.

Sementara pasien anak berusia 6 tahun ke bawah hanya perlu menjalani terapi perilaku kognitif saja.

Benzodiazepine adalah alternatif obat yang biasanya diresepkan oleh dokter untuk pasien separation anxiety usia dewasa namun tidak diperuntukkan bagi anak-anak [1].

Antidepresan seperti antidepresan trisiklik dan golongan obat SNRI (serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors) tidak diberikan karena belum terbukti sepenuhnya mampu secara efektif mengatasi gejala separation anxiety [1].

Melalui Perubahan Gaya Hidup

Para orang tua yang memiliki anak dengan kondisi separation anxiety perlu memerhatikan proses pemulihannya.

Tak hanya mengandalkan psikoterapi dan obat-obatan dari dokter, penting untuk orang tua terlibat dan mendukung perawatan anak melalui hal-hal berikut :

  • Berkonsultasi dan berdiskusi dengan ahli kesehatan mental yang menangani sang anak, lalu belajar memahami apa itu separation anxiety agar mampu membantu anak dalam menangani kondisi tersebut.
  • Memastikan bahwa pasien (baik anak-anak maupun orang dewasa) memiliki konsistensi tinggi dalam menjalani terapi, baik itu psikoterapi maupun terapi obat.
  • Para orang tua perlu memahami dan mengetahui apa saja faktor-faktor yang mampu memicu kecemasan pada anak untuk dapat membantu anak mengatasi pemicunya.
Tinjauan
Separation anxiety umumnya diatasi melalui psikoterapi (terapi perilaku kognitif), pemberian obat-obatan, dan perubahan gaya hidup.

Komplikasi Separation Anxiety

Anak-anak dengan kondisi separation anxiety dapat mengalami risiko komplikasi berupa gangguan panik dan gangguan kecemasan lainnya saat tumbuh dewasa [1,4,6].

Risiko ini akan semakin tinggi ketika separation anxiety pada masa kecil tidak segera diatasi dengan tepat.

Selain serangan panik, gangguan kecemasan sosial dan fobia spesifik adalah risiko komplikasi yang sangat mungkin berkembang pada penderita separation anxiety [1,7].

Selain itu, gangguan obsesif kompulsif serta depresi juga berpotensi dialami penderita [1,11].

Jika hal ini tak kunjung memperoleh penanganan, penderita dapat mengalami hambatan dalam situasi sosial baik di sekolah maupun dalam dunia kerjanya [1].

Tinjauan
Gangguan panik, gangguan kecemasan lainnya, fobia, hingga terhambatnya aktivitas sehari-hari penderita dapat menjadi komplikasi separation anxiety ketika tidak segera diatasi.

Pencegahan Separation Anxiety

Tidak terdapat cara pasti dan khusus dalam mencegah separation anxiety karena penyebabnya belum diketahui.

Namun ketika gejala awal mulai terjadi dan nampak, penting untuk melakukan beberapa upaya di bawah ini agar meminimalisir risiko komplikasi [1,8] :

  • Menemui ahli kesehatan mental (psikolog atau psikiater) sedini mungkin dan berkonsultasi mengenai kondisi yang dialami oleh penderita.
  • Menjalani perawatan yang diberikan dengan ketat agar gejala yang dialami penderita tidak memburuk atau bahkan berulang.
  • Para orang tua dengan kondisi depresi, gangguan kecemasan atau gangguan mental lainnya dianjurkan untuk mengatasinya agar dapat membantu anak mengatasi separation anxiety-nya.
Tinjauan
Pencegahan separation anxiety belum diketahui, namun untuk meminimalisir risiko komplikasinya, deteksi dan penanganan dini akan sangat membantu (terutama dengan dukungan dan keterlibatan orang tua penderita).

1. Joshua Feriante & Bettina Bernstein. Separation Anxiety. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Isnaniar Noorvitri. Direktori Psikologi : Social Anxiety Disorder. Pijar Psikologi; 2018.
3. Shiely Tilie Hartadi, Fransiska Kaligis, R. Irawati Ismail, Charles Evert Damping & Nia Kurniati. Gangguan Mental pada Anak dan Remaja dengan HIV serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Journal Universitas Indonesia; 2017.
4. Marco Battaglia, MD. Separation anxiety: at the neurobiological crossroads of adaptation and illness. Dialogues in Neuroscience; 2015.
5. Michele M. Volbrecht, M.S. & H. Hill Goldsmith, Ph.D. Early Temperamental and Family Predictors of Shyness and Anxiety. HHS Public Access; 2011.
6. M.A. Waszczuk, H.M.S. Zavos, & T.C. Eley. Genetic and environmental influences on relationship between anxiety sensitivity and anxiety subscales in children. Journal of Anxiety Disorders; 2013.
7. Lynn S. Walker, PhD, Joy Beck, PhD, & Julia Anderson, MD. Functional Abdominal Pain and Separation Anxiety: Helping the Child Return to School. HHS Public Access; 2011.
8. Christine E. Cooper-Vince, M.A., Benjamin O. Emmert-Aronson, M.A., Donna B. Pincus, Ph.D., & Jonathan S. Comer, Ph.D. The diagnostic utility of separation anxiety disorder symptoms: An item response theory analysis. HHS Public Access; 2015.
9. Xavier Méndez, José P. Espada, Mireia Orgilés, Luis M. Llavona, José M. García-Fernández & Ingmar HA. Franken. Children's Separation Anxiety Scale (CSAS): Psychometric Properties. PLoS One; 2014.
10. Ronny Redlich, Dominik Grotegerd, Nils Opel, Carolin Kaufmann, Pienie Zwitserlood, Harald Kugel, Walter Heindel, Uta-Susan Donges, Thomas Suslow, Volker Arolt, & Udo Dannlowski. Are you gonna leave me? Separation anxiety is associated with increased amygdala responsiveness and volume. Social Cognitive and Affective Neuroscience; 2015.
11. Bernard Boileau, MD, CSPQ, FRCP(C). A review of obsessive-compulsive disorder in children and adolescents. Dialogues in Clinical Neuroscience; 2011.

Share