Daftar isi
Takipnea merupakan sebuah kondisi pernapasan yang begitu cepat atau lebih cepat dari normalnya [1,2,9].
Jika kecepatan pernapasan normal pada anak-anak adalah 44 nafas/menit dan orang dewasa 12-20 nafas/menit, maka jika lebih dari itu sudah tergolong sebagai takipnea [1,2].
Takipnea kerap dianggap sama dengan kondisi hiperventilasi, dispnea dan hiperpnea padahal keempatnya merupakan jenis gangguan kesehatan berbeda.
Apa perbedaan antara takipnea dan hiperventilasi, dispnea dan hiperpnea?
Takipnea dan hiperventilasi memang sama-sama merupakan kondisi pernapasan cepat (lebih cepat dari normalnya), namun keduanya tidak sama.
Pada kondisi hiperventilasi, nafas cepat menimbulkan ketidakseimbangan antara oksigen yang dihirup dengan karbon dioksida yang dikeluarkan [3].
Penderita hiperventilasi akan mengalami kekurangan kadar karbon dioksida secara lebih cepat karena udara yang dikeluarkan lebih banyak daripada yang diambil [3].
Proses pernafasan pada hiperventilasi lebih kepada nafas cepat dan dalam yang bersifat berlebihan [3].
Sementara untuk dispnea, istilah ini merupakan istilah medis untuk kesulitan bernafas atau sesak nafas [4,9].
Pada kondisi dispnea, penderita mengalami sesak di bagian dada (seolah dada terasa menyempit) karena memerlukan lebih banyak udara namun penderita tidak berdaya [4].
Dispnea pun terdiri dari akut dan kronis; dispnea akut adalah sesak nafas tiba-tiba namun dalam waktu singkat, sedangkan dispnea kronis adalah sesak nafas yang sering kambuh dan dialami dalam waktu yang lama [4,9].
Pada kondisi hiperpnea, penderita bernafas lebih cepat untuk mendapatkan oksigen lebih banyak [5].
Kondisi ini merupakan cara tubuh dalam bereaksi ketika membutuhkan oksigen lebih banyak [5].
Ketika seseorang mengalami kondisi ini, pernafasannya akan lebih cepat namun juga dalam-dalam [5].
Sementara itu, kondisi takipnea adalah bernafas cepat namun tidak sedalam hiperpnea dan hiperventilasi per menitnya.
Takipnea juga kerap ditandai dengan rasa nyeri di bagian dada maupun rasa pusing dengan tingkat keabnormalan kondisi lebih tinggi daripada hiperpnea sehingga penderita perlu segera memperoleh penanganan medis [1,2].
Tinjauan Takipnea adalah sebuah kondisi ketika pernafasan seseorang mengalami peningkatan kecepatan, yakni di atas 20 nafas per menit.
Takipnea dapat terjadi pada bayi maupun orang dewasa, dan berikut ini merupakan sejumlah faktor yang mampu menjadi penyebabnya :
Pada saat demam, nafas penderita menjadi lebih cepat dan kondisi ini merupakan kondisi takipnea [2].
Kecepatan pernafasan yang meningkat sebenarnya merupakan sebuah tanda untuk menghilangkan panas dari tubuh [2].
Pengonsumsi obat-obatan seperti obat stimulan dan aspirin dapat mengalami efek samping, salah satunya adalah takipnea [6,9].
Namun biasanya, efek samping akan hilang dengan sendirinya ketika konsumsi dihentikan [6,9].
Ketidakseimbangan asam basa dalam tubuh menjadi penyebab lainnya takipnea dapat terjadi, seperti basa yang berkurang atau asam yang berlebih [1].
Jika tubuh kelebihan asam, maka kondisi asidosis metabolik dapat terjadi [1].
Dalam upaya tubuh membuang kelebihan asam, karbon dioksida juga ikut terbuang lebih banyak dari paru sehingga takipnea dialami [1].
Takipnea dapat terjadi saat hiperkapnia dan hipoksemia terjadi pada seseorang [7,8].
Hiperkapnia adalah ketika kadar karbon dioksidan meningkat dalam darah, sedangkan hipoksemia adalah ketika kadar oksigen menurun dalam darah [7,8].
Gangguan atau keabnormalan pada otak dapat menjadi penyebab takipnea lainnya [9].
Tumor otak adalah salah satu kondisi yang mampu memicu timbulnya takipnea [9].
Beberapa kondisi terkait sistem kardiovaskular atau jantung, seperti gagal jantung, mampu meningkatkan risiko takipnea [1,2,9].
Bahkan kadar tiroid rendah dan anemia mampu menyebabkan perubahan pada sistem kardiovaskular yang kemudian memicu takipnea [1,2,9].
Penyakit pada organ paru-paru mampu menjadi penyebab meningkatnya kadar karbon dioksida maupun menurunnya kadar oksigen [1,2,9].
Nafas menjadi lebih cepat sebagai respon sekaligus upaya mengembalikan tingkat kecepatan pernafasan ke normal [1,2,9].
Beberapa jenis penyakit paru yang dimaksud adalah emboli paru, pneumotoraks, fibrosis paru, asma, penyakit paru obstruktif kronis, dan pneumonia, serta penyakit paru lainnya [1,2,9].
Tinjauan Demam, efek penggunaan obat atau penempuhan tindakan medis, asam basa dan oksigen serta karbon dioksida yang tak seimbang, hingga masalah jantung, otak, dan/atau paru mampu menjadi penyebab takipnea terjadi.
Ketika terjadi takipnea, penderita umumnya tak menunjukkan gejala, hanya saja pada beberapa kasus lain berikut ini adalah keluhan atau gejala yang paling umum [1,2,9] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika setiap menarik nafas dada seperti tertarik ke dalam ditambah dengan nyeri pada dada, demam dan sianosis (warna kulit kebiruan), segera ke dokter.
Atau bila anak yang mengalaminya, segera konsultasikan ke dokter.
Terlebih jika gejala semakin buruk dan penderita sama sekali tak punya riwayat gangguan pernafasan, maka kondisi ini memerlukan penanganan medis secepatnya.
Tinjauan Nafas cepat disertai kebiruan pada bibir dan kulit menjadi gejala utama pada kondisi takipnea.
Untuk memastikan bahwa gejala-gejala yang dialami mengarah pada kondisi takipnea, berikut ini adalah beberapa metode diagnosa yang sebaiknya pasien tempuh :
Dokter akan memeriksa fisik pasien lebih dulu, mengecek gejala apa saja yang dialami pasien [1].
Dokter pun akan bertanya seputar riwayat medis pasien maupun riwayat kesehatan keluarga pasien, seperti apakah ada penyakit paru yang pernah atau sedang diderita [1].
Pengukuran kadar oksigen dalam darah adalah pemeriksaan penunjang yang pasien perlu tempuh [1,9].
Untuk memeriksa apakah pada paru terdapat tumor atau kelainan maupun gangguan, maka tes pemindaian pada dada seperti CT scan sangat dianjurkan [1,9].
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami paru kolaps, maka rontgen dada dapat pasien tempuh agar penegakkan diagnosa dapat dokter lakukan [1,9].
Takipnea dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan pada organ, salah satunya adalah otak [1,9].
Maka, MRI otak merupakan tes pemindaian yang perlu ditempuh oleh pasien agar dokter dapat mengidentifikasi adanya gangguan maupun keberadaan tumor pada otak pasien [1,9].
Gas darah arteri juga pada dasarnya merupakan metode pengukuran kadar oksigen beserta kadar pH darah dan kadar karbon dioksida secara detail [1,9].
Ketika kadar pH darah diketahui, maka dokter mampu mendeteksi apakah terdapat kelainan metabolik pada tubuh pasien [1,9].
Untuk mengetahui lebih lanjut apakah organ paru mengalami gangguan fungsi, maka tes fungsi paru perlu dilakukan [1,9].
Pemeriksaan ini dapat membantu dokter dalam mengetahui apakah pasien mengalami asma maupun penyakit paru obstruktif kronis [1,9].
Agar dokter dapat mengetahui apakah pasien menderita emboli paru, maka VQ scan biasanya akan dianjurkan oleh dokter untuk pasien dapat menempuhnya [1,9].
Untuk memastikan apakah takipnea memiliki keterkaitan dengan penyakit jantung, maka elektrokardiogram dapat ditempuh oleh pasien [9].
Melalui prosedur pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui adanya ritme jantung abnormal maupun mendeteksi penyakit serangan jantung [9].
Pemeriksaan darah lengkap perlu ditempuh pasien supaya dokter dapat mengetahui kadar hemoglobin pasien, kadar elektrolit (kalium dan sodium), serta kadar gula dalam darah [1,9].
Melalui pemeriksaan ini, dokter juga dapat mengidentifikasi infeksi yang mampu menyebabkan takipnea [1,9].
Untuk mengetahui apakah meningkatnya kecepatan pernafasan disebabkan oleh beberapa jenis obat yang dikonsumsi, maka pasien dapat menempuh metode diagnosa ini [1,9].
Tinjauan Selain pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan, metode pemeriksaan takipnea untuk memastikan penyebab dan menentukan penanganan yang tepat yakni melalui oksimetri, CT scan dada, MRI otak, rontgen dada, VQ scan, pemeriksaan toksikologi, tes darah, gas darah arteri, tes fungsi paru, dan elektrokardiogram
Penanganan takipnea harus disesuaikan dengan penyebabnya dan berikut ini merupakan metode pengobatan takipnea pada umumnya [1,9] :
Bagaimana prognosis takipnea?
Prognosis takipnea bervariasi, tergantung cepat tidaknya pasien mendapatkan penanganan dan tingkat keparahan gejala [1].
Walaupun cukup mengerikan, takipnea tidak selalu berbahaya, terutama bila penanganan medis dapat secepatnya pasien terima maka kemungkinan untuk pulih sangat besar [1].
Tinjauan Penanganan medis takipnea disesuaikan dengan penyebabnya, namun umumnya dokter dapat memberi obat antivirus atau antibakteri jika berkaitan dengan pneumonia; inhaler jika berkaitan dengan asma atau PPOK; serta penambahan oksigen bagi bayi baru lahir.
Takipnea dapat meningkatkan sejumlah risiko komplikasi kesehatan seperti gagal jantung yang semakin buruk [1].
Gangguan pernafasan, penyakit paru, asidosis, dan sepsis yang jauh lebih buruk pun dapat terjadi pada penderita jika gejala yang timbul tidak segera mendapat penanganan yang tepat [1].
Tergantung dari penyebab, pada beberapa kasus takipnea setidaknya dapat diminimalisir.
Seperti pada penderita asma, agar takipnea tidak terjadi, maka penderita dianjurkan menghindari latihan fisik berat beserta alergen dalam bentuk apapun.
Pada pasien dengan riwayat hiperventilasi, maka kurangi oksigen dan tingkatkan karbon dioksida.
Pencegahan agar gejala tidak memburuk penderita perlu mendapatkan penanganan medis yang tepat secepatnya.
Tinjauan Penting untuk mengetahui lebih dulu penyakit atau kondisi yang menyebabkan takipnea agar dapat melakukan upaya pencegahan sesuai dengan faktor yang mendasarinya.
1. Sharon B. Park & Divya Khattar. Tachypnea. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. Charilaos Chourpiliadis & Abhishek Bhardwaj. Physiology, Respiratory Rate. National Center for Biotechnology Information; 2020.
3. C Gilbert. Hyperventilation and the body. Accident and Emergency Nursing; 1999.
4. Muhammad F. Hashmi; Pranav Modi; & Sandeep Sharma. Dyspnea. National Center for Biotechnology Information; 2021.
5. Lumen Learning. Modifications in Respiratory Functions. Lumen Learning; 2021.
6. Ibrahim W. Altabakhi; Jackie Anderson; & Patrick M. Zito. Acetaminophen/Aspirin/Caffeine. National Center for Biotechnology Information; 2020.
7. Deepa Rawat; Pranav Modi; & Sandeep Sharma. Hypercapnea. National Center for Biotechnology Information; 2020.
8. Sebastiaan Dhont, Eric Derom, Eva Van Braeckel, Pieter Depuydt, & Bart N. Lambrecht. The pathophysiology of ‘happy’ hypoxemia in COVID-19. Respiratory Research; 2020.
9. Lynne Eldridge, MD & by Doru Paul, MD. The Causes, Symptoms, and Diagnosis of Tachypnea. Verywell Health; 2019.