Kehamilan & Parenting

Ketahui 5 Bahaya Kurang Tidur pada Ibu Hamil

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kurang tidur merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius di dunia. Masalah ini bisa mengubah fungsi metabolisme dan menjadikan seseorang tidak fokus, sehingga bisa meningkatkan kemungkinan kecelakaan di jalan dan menurunkan produktivitas kerja. Juga ditemukan banyak bukti bahwa kurang tidur bisa meningkatkan jumlah kematian [1].

Kurang tidur juga merupakan masalah serius untuk wanita, terutama wanita karir. Terlebih lagi bagi ibu hamil yang juga bekerja, mengurus rummah tangga, dan mengurus janinnya. Apalagi untuk tidur saat hamil juga banyak kesulitannya seperti perut yang semakin membesar, pegal-pegal, mulas, dan lain sebagainya. [1, 2]

Sebenarnya, gejala kesulitan tidur pada ibu hamil cukup umum terjadi. Ibu hamil akan mengalami kesulitan tidur terberat pada trimester ketiga. Namun, tetap saja kurang tidur untuk ibu hamil juga bisa berbahaya seperti terjadinya sleep apnea. Berikut ini adalah beberapa bahaya kurang tidur pada ibu hamil. [1, 2, 3, 4, 5]

1. Risiko Proses Persalinan Jadi Lebih Lama

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur dapat mengganggu proses persalinan dan kelahiran. Diketahui bahwa ibu hamil yang tidur kurang dari 6 jam per hari di bulan terakhir kehamilam mengalami proses persalinan selama 29 jam, yang terpaut cukup jauh dengan ibu hamil yang tidur normal dengan proses persalinan hanya 20 jam. [1]

Selain itu, ibu hamil yang kurang tidur biasanya akan melahirkan dengan bantuan operasi sesar dibanding ibu hamil yang tidur dengan cukup. Kurang tidur juga bisa menyebabkan ibu hamil merasa lebih sakit dan nyeri saat melahirkan. [1]

Faktor lain seperti kelelahan saat awal persalinan juga turut mempengaruhi lamanya proses persalinan. Hal tersebut biasanya disebabkan karena ibu hamil yang hendak melahirkan akan mengalami kesakitan saat akan dibawa ke rumah sakit, sehingga ibu hamil akan merasa lelah. [1]

2. Preeklampsia dan Eklamsia

Preeklamsia pada ibu hamil ditandai dengan tekanan darah tinggi disertai dengan protein pada urine. Terkadang preeklamsia juga bisa menyebabkan pembengkakan karena kelebihan cairan dalam tubuh. [2]

Sedangkan eklamsia adalah komplikasi kehamilan berupa tekanan darah tinggi yang disertai dengan kejang. Eklamsia memiliki dampak yang jauh lebih berbahaya dari pada preeklamsia seperti koma dan bahkan kematian. [2]

Diketahui sekitar 5-8% ibu hamil terkena preeklamsia. Kurang tidur merupakan salah satu penyebab penyakit ini. Namun, ada beberapa faktor lain yang turut mempengaruhi seperti: [2]

  • Hamil di usia muda.
  • Ibu hamil yang berumur lebih dari 40 tahun.
  • Ibu hamil yang telah sering melahirkan sebelumnya.
  • Ibu hamil yang memiliki tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit ginjal sebelum hamil.
  • Ibu hamil yang kelebihan berat badan dengan BMI (Body Mass Index) lebih dari 30.

Terkadang penyakit ini juga diikuti gejala seperti pembengkakan pada wajah dan tangan, sakit kepala, pusing, dan menurunnya kadar urine yang dikeluarkan. Tahap perawatan bisa dilakukan dengan pergi ke rumah sakit, istirahat yang cukup, dan minum obat penurun tekanan darah. [3]

3. Dapat Menyebabkan Penyakit Diabetes Gestasional

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur dapat menyebabkan penyakit diabetes gestasional bagi ibu hamil. Diketahui ibu hamil yang tidur 4 jam sehari dapat meningkatkan risiko diabetes gestasional sebesar 5,6 dibanding ibu hamil yang tidur 7 jam sehari. [4]

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap jam tidur yang berkurang dapat meningkatkan kadar glukosa pada tubuh hingga 4%. Hal tersebut tentunya menjadi pemicu meningkatnya risiko penyakit diabetes gestasional. [4]

4. Restless Legs Syndrome (RLS)

Restless Legs Syndrome (RLS) atau sindrom kaki gelisah adalah keadaan di mana terdapat dorongan tak tertahan untuk menggerak-gerakkan kaki. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar 25-30% dari 486 ibu hamil mengalami sindrom ini. [5]

RLS ditandai dengan dorongan untuk menggerak-gerakkan kaki, yang biasanya disertai dengan sensasi yang tidak nyaman. Sindrom ini akan terasa semakin parah saat keadaan istirahat seperti duduk atau tiduran, dan akan lebih lega saat berdiri atau berjalan. Kondisi ini biasanya juga akan semakin buruk saat sore atau malam hari. [5]

Gejala RLS bisa menyebabkan kegelisahan, kekhawatiran, susah tidur, serta gangguan fungsi fisik dan mental. Selain disebabkan karena kurang tidur, sindrom ini juga bisa disebabkan oleh hal berikut [5]:

  • Kurangnya Feritin (protein penentu kadar zat bersi) pada tubuh.
  • Adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat sindrom serupa.
  • Faktor usia.
  • Sindrom Ehlers-Danlos (Sindrom yang biasanya memengaruhi kulit, sendi, dan pembuluh darah).
  • Kram kaki pada malam hari.
  • Dengkuran yang keras saat tidur.

Peningkatan hormon tiroid saat kehamilan juga berperan dalam menimbulkan gejala RLS. Hal ini disebababkan karena hormon tiroid tidak dapat bereaksi dengan baik dengan dopamin. [5]

5. Meningkatkan Risiko Prematur dan Depresi Pascapersalinan

Kelahiran prematur merupakan salah satu isu yang paling sering dihadapi oleh ibu hamil di seluruh dunia. Ada 3 faktor pendahulu yang bisa berujung pada kelahiran prematur: [1]

  • Ibu hamil masih memiliki penyakit (seperti preeklamsia dan pendarahan) saat menjelang persalinan, sehingga persalinan dilakukan dengan operasi sesar.
  • Persalinan yang spontan saat ketubah masih utuh, sehingga bayi akan lahir prematur.
  • Ketuban pecah secara dini, baik persalinan dilakukan secara normal maupun dengan operasi sesar.

Sebenarnya, masih butuh penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara kurang tidur dengan kelahiran prematur. Namun, ada indikasi bahwa ibu hamil yang kurang tidur karena kelelahan melakukan berbagai pekerjaan dan aktivitas dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur. [1]

Sedangkan depresi pascapersalinan merupakan hal yang umum terjadi. Biasanya depresi akan meningkat 3 kali lipat saat beberapa bulan setelah melahirkan. Depresi juga sering dialami pada masa-masa pra melahirkan [1].

Depresi pascapersalinan biasanya bisa bertahan 4 minggu hingga 6 bulan setelah melahirkan. Beberapa gejalanya bisa ditandai dengan hal berikut: [1]

  • Suasana hati yang sedih terus-menerus.
  • Kehilangan ketertarikan atau kesenangan pada sesuatu yang disukai.
  • Perubahan berat badan yang signifikan.
  • Mudah lelah dan kehilangan energi.
  • Bahkan mempunyai pikiran untuk bunuh diri.

Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kurang tidur dengan depresi pascapersalinan. Penelitian tersebut mengatakan bahwa sebanyak 54,3% ibu hamil yang mengalami depresi pascapersalinan diketahui juga mengalami kurang tidur pada masa kehamilannya. [1]

1. Chang, Jen Jen et al. “Sleep deprivation during pregnancy and maternal and fetal outcomes: is there a relationship?.” Sleep medicine reviews vol. 14,2; 2010
2. Grace Weiwei Pien, M.D., M.S.C.E. Get a Good Night's Sleep During Pregnancy. Hopkinsmedicine; 2020
3. Grace Weiwei Pien, M.D., M.S.C.E. Complications of Pregnancy. Hopkinsmedicine; 2020
4. Reichner, Cristina A. “Insomnia and sleep deficiency in pregnancy.” Obstetric medicine vol. 8,4; 2015
5. Silvestri, Rosalia, and Irene Aricò. “Sleep disorders in pregnancy.” Sleep science (Sao Paulo, Brazil) vol. 12,3; 2019

Share