Daftar isi
Balantidium coli adalah sebuah protozoa yang menyerang saluran pencernaan. Protozoa ini berukuran cukup besar dan menyerang manusia. Parasit pencernaan ini dapat menyebabkan balantidiasis, atau yang juga disebut dengan balantidiosis. [3]
Balantidiasis pertama kali ditemukan tahun 1857, saat terlaporkan di Stockholm. Infeksi ini tergolong dalam infeksi yang jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena Balantidium coli seharusnya menyerang babi, namun dapat juga menyerang manusia. [2,3]
Selain itu, balantidiasis lebih sering ditemukan pada wilayah tropis, subtropis, dan negara berkembang, termasuk negara Brazil, Guinea baru, dan Iran Selatan.
Karena hewan babi tergolong sebagai reservoir, atau pembawa penyakit, balantidiasis, maka setiap orang yang bekerja dan hidup di lingkungan pertumbuhanan babi dapat terkena balantidiasis, terutama pada area dengan kebersihan yang kurang. [1,2]
Balantidium coli menyebar melalui rute fekal oral, atau dalam kata lain melalui anus dan mulut. Setiap manusia dapat terinfeksi dari mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi akibat kontak dengan hewan penderita balantidiasis. Infeksi dapat terjadi dalam beberapa jalur atau kemungkinan, beberapa contoh diantaranya adalah [1] :
Balantidium coli yang masuk ke tubuh manusia dalam bentuk kista. Kista ini akan bermigrasi ke usus dan melepaskan tropozoit. Dalam dinding usus, tropozoit akan menggandakan diri dan menyebabkan ulserasi/kerusakan dinding usus. Tropozoit yang telah matang akan berubah bentuk menjadi kista dan keluar lewat feses. [3]
Kebanyakan penderita balantidiasis mengalami gejala ringan saja, bahkan juga dapat tidak mengalami gejala sama sekali. Namun, beberapa penderita balantidiasis dapat merasakan gejala, termasuk [2,3] :
Kondisi buruk dari gejala diatas dapat mengakibatkan penderita mengalami dehidrasi dan prostrasi (kehausan ekstrim), terutama jika Balantidium coli menyerang dinding dalam usus. Kondisi saluran pencernaan penderita balantidiasis dapat mengalami perasangan dan lubang besar (ulserasi). Jika tidak diatasi, kondisi ini dapat menyebabkan perforasi usus besar. [1,2]
Pada kasus-kasus yang lebih berat, balantidiasis dapat menyebabkan luka tusuk pada dinding dalam usus yang cukup mendalam (perforasi), menyebabkan inflamasi akut pada peritoneum. Kondisi peritoneum (membran yang melapisi ruang abdomen/perut) yang mengalami inflamasi disebut juga peritonitis. Walaupun jarang terjadi, kondisi balantidiasis dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru. [2]
Balantidiasis adalah sebuah penyakit langka yang disebabkan oleh makhluk bersel tunggal yang disebut protozoa, dengan spesies Balantidium coli. Parasit ini dapat ditularkan dari kontak manusia dengan babi melalui feses atau air yang terkontaminasi. [2]
Balantidiasis merupakan infeksi langka yang menyerang pria atau wanita dengan jumlah yang sama. Beberapa faktor lainnya yang dapat memperbesar risiko dan memperberat gejala seseorang untuk terkena balantidiasis antara lain [2] :
Riwayat penderita balantidiasis sangatlah penting untuk menegakkan diagnosis. Jika seseorang pernah terpapar amebiasis (penyakit saluran cerna akibat Entamoeba histolytica) melalui perjalanan jarak jauh atau kontak dengan penderita lainnya, maka perlu juga dilakukan pengecekan balantidiasis. Selain itu, jika seseorang memiliki kontak erat dengan babi dan mengalami diare berat, maka evaluasi balantidiasis perlu dilakukan. [3]
Balantidiasis dapat terdiagnosis melalui pemeriksaan sampel feses. Sampel akan diperiksa dibawah mikroskop dan dicari bentukan kista atau tropozoit dari Balantidium coli.
Dokter juga dapat menyarankan pemeriksaan kolonospoki atau sigmoidoskopi untuk memeriksa gambaran dinding dalam usus. Tindakan ini juga dapat dilakukan bersamaan dengan pengambilan sample biopsi. [3]
Beberapa diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan dokter sebelum menentukan balantidiasis adalah [2] :
Kolitis ulseratif adalah sebuah penyakit inflamasi saluran cerna yang dicirikan dengan diare dan fese berdarah akibat banyaknya ulserasi ireguler dalam usus. Penyakit ini juga dapat disertai dengan gejala lain, termasuk kelemahan (malaise), sakit perut, perubahan konsistensi feses, dan keinginan untuk buang air besar berlebih (tenesmus). [2]
Penyakit Crohn adalah sebuah penyakit inflamasi pencernaan yang dicirikan dengan inflamasi berat dinding usus secara kronis. Beberapa gejala lain yang dapat muncul adalah demam, keringat dingin, penurunan nafsu makan, kelelahan, sakit perut, dan diare berdarah. [2]
Sindrom iritasi pencernaan, atau yang disebut juga dengan spastic colon, adalah gangguan pencernaan yang umum terjadi. Gejala utama dari penyakit ini adalah gerakan saluran cerna yang tidak menentu dan berhubungan dengan konstipasi atau diare periodik. Beberapa gejala lain dari penyakit ini adalah sakit perut, konstipasi, kembung (perut begah), mual, sakit kepala, dan/atau diare. [2]
Gastritis Erosif Kronis adalah sebuah penyakit inflamasi yang dicirikan dengan lesi ganda pada dinding dalam lambung. Gejala yang dapat dialami antara lain perasaan terbakar pada perut, mual ringan, muntah, penurunan nafsu makan, dan kelemahan umum. Pada kasus berat, penyakit ini dapat menyebabkan pendarahan lambung dan anemia. [2]
Antibiotik adalah obat yang paling sering digunakan untuk mengatasi balantidiasis adalah tetrasiklin. Jika penderita mengalami alergi antibiotik tersebut, dokter dapat menggunakan iodoquinolon atau metronidazole.
Penderita balantidiasis juga tidak perlu melakukan isolasi. Penanganan paling penting dari balantidiasis adalah untuk membuang feses yang terinfeksi agar tidak mencemarkan air dan makanan di sekitarnya. [2]
Infeksi Balantidium coli dapat dicegah saat anda melakukan perjalanan jarak jauh dengan menerapkan kebersihkan dengan baik. Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air setelah menggunakan toilet, mengganti popok, atau memegang makanan adalah tindakan pencegaha yang paling mudah.
Selalu mencuci daging, sayur dan buah dengan air bersih sebelum diolah juga menjadi poin penting dalam pencegahan balantidiasis. [1]
1. Anonim. Parasites-Balantidiasis (Also Known as Balantidium coli Infection): Frequently Asked Questions. Centers for Disease Control and Prevention; 2020.
2. Anonim. Balantidiasis. Rare Diseases; 2021.
3. Anonim. Balantidiasis. Stanford Edu; 2022.