Penyakit & Kelainan

Bradipnea : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Bradipnea?

Bradipnea merupakan salah satu jenis penyakit pernafasan yang ditandai dengan melambatnya proses pernafasan secara drastis [2,3,4].

Tingkat pernafasan mengalami penurunan secara tidak normal pada kondisi bradipnea.

Jika normalnya setiap menit orang dewasa akan bernafas 10 sampai 20 kali, maka jika pernafasan di bawah 10 kali per menit hal ini menandakan adanya gangguan pernafasan [1,2,3].

Tinjauan
Bradipnea adalah proses pernafasan yang menjadi lebih lambat secara tidak normal; maka jika normalnya orang dewasa per menit bernafas 10-20 kali, maka bradipnea adalah kondisi pernafasan kurang dari 10 kali setiap menit.

Penyebab Bradipnea

Proses pernafasan manusia pada dasarnya dikendalikan oleh batang otak [2,3].

Otak akan mengirimkan sinyal ke otot-otot untuk rileks dan menegang ketika membawa udara menuju paru-paru melalui sumsum tulang belakang [2,3].

Berbagai kemungkinan faktor dapat mendasari terjadinya bradipnea yang umumnya terjadi pada malam hari saat penderita tidur atau saat dalam kondisi terjaga [3].

Beberapa faktor yang mampu menjadi penyebab maupun faktor peningkat risiko bradipnea adalah :

  • Cedera Kepala

Ketika bagian kepala mengalami cedera, khususnya pada area dekat batang otak, bradikardia atau penurunan detak jantung bisa saja terjadi karena tekanan darah yang ikut meningkat [2,3,4].

Hal ini kemudian menjadi salah satu kondisi pemicu bradipnea [2,3].

Hipotiroidisme merupakan kondisi ketika kelenjar tiroid tidak terlalu aktif sehingga hormon tiroid yang dihasilkan berkadar lebih rendah dari normalnya [2,3,5].

Ketika kadar hormon tiroid tidak memadai, proses dan fungsi tubuh akan terhambat dan melambat [2,3,5].

Pernafasan dapat terkena dampak dari hipotiroidisme sehingga bradipnea dapat terjadi [2,3].

Ini karena otot-otot tubuh (termasuk otot pernafasan) melemah dan kapasitas organ paru-paru akan berkurang dan penderita bisa mengalami gagal nafas sebagai akibat terburuknya [2,3,5].

Penyalahgunaan opioid dapat menjadi alasan bradipnea terjadi pada beberapa kasus, terutama karena di Amerika Serikat tingkat penggunaan opioid sungguh tinggi [2,3,6].

Beberapa jenis opioid yang dapat berbahaya apabila digunakan berlebihan adalah oxycodone, hydrocodone, codeine, heroin dan morphine [3,7].

Pada reseptor sistem saraf pusat, obat ini dapat berada di sana sehingga memengaruhi proses pernafasan menjadi lebih lambat dari normalnya [[2,3,6,7].

Maka ketika penggunaan opioid sudah tergolong overdosis, nyawa penderita dapat lebih terancam karena henti nafas sepenuhnya sangat bisa terjadi [2,3,6].

Gejala yang disebabkan oleh penggunaan opioid berpotensi jauh lebih buruk apabila pengguna memiliki penyakit pernafasan seperti kanker paru-paru dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) [2,3,6].

Selain itu, memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol (termasuk kecanduan alkohol) dan merokok juga akan membuat efek opioid makin berbahaya bagi tubuh [2,3,6].

Penderita sleep apnea obstruktif sekaligus pengguna obat-obatan seperti obat tidur, gabapentinoid, phenobarbital, barbiturate, dan/atau benzodiazepine juga dapat membahayakan dirinya sendiri ketika menggunakan opioid [2,3,6].

Bradipnea adalah salah satu risiko buruk yang disebabkan oleh opioid dan segala kondisi maupun kebiasaan tersebut [2,3,6].

Memiliki gangguan kecemasan atau kondisi stres yang tidak dapat dikelola dengan baik mampu menyebabkan bradipnea.

Sebuah hasil studi tahun 2016 yang melibatkan tikus besar telah membuktikan bahwa proses pernafasan melambat dalam jangka waktu pendek ketika kondisi fisik dan mental tengah stres dan memiliki gangguan kecemasan berat [8].

Saat pernafasan berjalan lambat, ginjal kemudian memperoleh sinyal untuk meningkatkan tekanan darah sehingga tekanan darah tinggi dapat terjadi dalam jangka panjang [8].

  • Keracunan

Paparan zat racun seringkali tidak terlalu diperhatikan, padahal beberapa zat kimia bisa saja membahayakan sistem pernafasan.

Sodium azide adalah salah satunya, yakni zat kimia yang umumnya digunakan untuk mengisi airbag mobil, perangkat peledak, dan pestisida [9].

Selain itu, karbon monoksida yang biasanya berasal dari kendaraan juga dapat merusak paru-paru apabila paparan mengenai tubuh secara berlebihan [10].

Terkena paparan zat-zat kimia seperti ini dapat memicu gangguan sistem kardiovaskular maupun sistem saraf pusat yang berdampak pada proses pernafasan [9,10].

Ini karena zat kimia yang terhirup dapat menumpuk pada aliran darah dan terserap ke paru-paru sehingga membuat kadar oksigen menurun [9,10].

  • Faktor Lainnya

Faktor-faktor lain yang dapat menjadi pemicu bradipnea adalah riwayat penyakit paru, seperti edema paru, pneumonia, bronkitis kronis, emfisema, dan asma berat [1,2,3,4].

Riwayat sleep apnea, penggunaan anestesi, sklerosis lateral amiotrofik, dan sindrom Guillain-Barre adalah sederet faktor yang juga meningkatkan risiko bradipnea [1,2,3,4,11,12,13].

Tinjauan
Penyebab bradipnea bermacam-macam dan dapat meliputi kondisi keracunan, stres atau gangguan kecemasan, cedera di kepala, penggunaan opioid, hipotiroidisme, dan penyakit pernafasan kronis.

Gejala Bradipnea

Bradipnea utamanya ditandai dengan pernafasan yang jauh lebih lambat dari normalnya.

Namun, gejala atau keluhan lain terjadi tergantung dari penyebabnya.

Jika bradipnea disebabkan oleh papapran karbon monoksida, maka beberapa gejala yang menyertai adalah [3,10] :

Jika bradipnea berhubungan dengan keracunan sodium azide, maka beberapa keluhan yang menyertai nafas lambat adalah [3,9] :

  • Pusing
  • Sakit kepala
  • Mual
  • Tubuh lebih lemah
  • Ruam pada kulit
  • Muntah-muntah

Jika bradipnea disebabkan oleh hipotiroidisme, beberapa keluhan yang dapat terjadi mengikuti nafas lambat adalah [3,5] :

  • Letargi (kondisi tubuh yang mengalami kelelahan ekstrem namun beristirahat saja tidak cukup untuk membuat tubuh lebih baik).
  • Kerontokan rambut.
  • Kulit tampak lebih kering dari biasanya.

Jika bradipnea berhubungan dengan penyalahgunaan opioid, sejumlah gejala ini akan dialami penderita [3,6] :

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Bila nafas mulai melambat secara tidak normal dan diikuti dengan kelinglungan, kelelahan tanpa sebab, hingga terasa hampir kehilangan kesadaran, sebaiknya periksakan diri segera.

Kunjungi dokter dan tempuh prosedur diagnosa terutama saat kulit sudah mulai membiru karena hal ini bisa berakibat fatal apabila dibiarkan lebih lama.

Tinjauan
Nafas melambat secara tidak normal adalah gejala utama bradipnea, namun keluhan lain bisa berbeda-beda menurut kondisi yang mendasarinya.

Pemeriksaan Bradipnea

Saat penderita mengeluhkan pernafasan lambat pada dokter, beberapa metode pemeriksaan berikut akan dokter terapkan kepada pasien.

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Seperti pada umumnya, pemeriksaan fisik akan lebih dulu dilakukan oleh dokter untuk mengetahui apa saja gejala fisik yang penderita alami.

Pemeriksaan fisik akan disertai dengan pemeriksaan riwayat kesehatan, baik kesehatan pasien maupun keluarga pasien untuk mengetahui adanya penyakit bawaan atau keturunan.

  • Penghitungan Jumlah Nafas

Untuk menentukan apakah pasien mengalami bradipnea, dokter perlu melakukan penghitungan jumlah nafas pasien per menitnya [2,3].

Pemeriksaan ini tergolong sebagai nilai tanda-tanda vital (TTV) yang meliputi pernafasan, detak jantung, tekanan darah, serta temperatur tubuh [2,3].

Normalnya, jumlah nafas per menit adalah 10-20 untuk orang dewasa [1,2,3].

Penghitungan akan dilakukan dengan mengukur intensitas dada ketika pengambilan nafas berlangsung atau dokter akan memegang bahu pasien (saat pengambilan nafas bahu akan naik) untuk penghitungan intensitas.

  • Tes Laboratorium

Tes darah lengkap, tes dahak, tes urine dan tes cairan tubuh lain dapat dilakukan sebagai tes penunjang [2,3,14].

Tes pelengkap ini umumnya dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa, terutama dalam mengidentifikasi penyebab gejala bradipnea.

  • Tes Fungsi Paru

Spirometri atau tes fungsi paru kemungkinan besar juga akan dokter terapkan untuk mengetahui kondisi paru-paru pasien [15].

Melalui pemeriksaan ini, dokter bisa mendeteksi adanya penyakit saluran nafas pasien yang kemungkinan besar menjadi penyebab bradipnea [15].

Tinjauan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan nilai tanda-tanda vital, tes fungsi paru, dan tes laboratorium sangat diperlukan untuk memastikan kondisi bradipnea dan penyebabnya.

Pengobatan Bradipnea

Untuk pertolongan pertama darurat pada pasien bradipnea yang  mengalami gejala serius, dokter akan memberikan tambahan oksigen.

Penanganan lain juga akan diberikan namun perlu dipastikan lebih dulu penyebab bradipnea.

Dokter akan memberikan penanganan sesuai dengan faktor yang mendasarinya, seperti berikut [2,3,5,10] :

  • Kasus cedera kepala akan ditangani dengan evaluasi dan pemantauan kondisi kepala, batang tengkorak dan kondisi otak. Jika diperlukan, ada kemungkinan dokter merekomendasikan kepada pasien untuk menempuh prosedur operasi.
  • Kasus keracunan akan ditangani dengan pemberian oksigen dan pemantauan terhadap tanda-tanda vital pasien.
  • Kasus hipotiroidisme akan ditangani dengan pemberian obat-obatan untuk mengatasi kelenjar tiroid yang tidak terlalu aktif.
  • Kasus overdosis opioid akan ditangani dengan pemberian Naloxone agar efek bahaya overdosis dapat dicegah dengan menghambat reseptor opioid.
  • Kasus ketergantungan opioid akan ditangani dengan rehabilitasi untuk pemulihan pasien dan pemberian obat-obatan pereda rasa sakit apabila kondisi pasien membutuhkan.

Setelah melewati masa serius bradipnea, melakukan latihan pernafasan melalui meditasi teknik biofeedback dan Yoga dapat dilakukan [2].

Metode relaksasi akan sangat membantu dalam meningkatkan fungsi sistem saraf otonom sehingga kondisi sistem pernafasan dan kardiovaskular jauh lebih baik [2].

Tinjauan
Penanganan dengan pemberian oksigen menjadi penanganan darurat untuk bradipnea. Namun untuk pengobatan lainnya perlu disesuaikan dengan kondisi yang menyebabkan.

Komplikasi Bradipnea

Ketika bradipnea mendapat penanganan yang terlambat, maka terdapat sejumlah risiko komplikasi yang penderita alami yakni [3] :

  • Asidosis pernafasan atau kondisi ketika tingkat keasaman pada darah melonjak.
  • Hipoksemia atau kondisi ketika kadar oksigen dalam darah terlalu rendah.
  • Fungsi pernafasan mengalami kegagalan total.
  • Kematian

Pencegahan Bradipnea

Memiliki gaya hidup sehat jelas menjadi langkah pencegahan tepat untuk berbagai penyakit, termasuk gangguan pernafasan seperti bradipnea.

Menghindari paparan zat kimia berbahaya, mengelola stres dengan cara positif yang benar, dan menghindari penggunaan opioid sangat dianjurkan.

Jika memiliki kondisi medis tertentu, segera periksakan diri ke dokter dan memperoleh penanganan agar tidak menyebabkan kondisi medis lainnya, seperti bradipnea.

Untuk meminimalisir risiko komplikasi, ketika gejala bradipnea sudah mulai dirasakan, pastikan untuk segera ke dokter dan menempuh metode pemeriksaan lengkap.

Tinjauan
Bradipnea dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat, pengelolaan stres, menghindari zat kimia, dan penanganan segera untuk masalah medis yang mampu menyebabkan bradipnea.

1. Marc A. Russo, Danielle M. Santarelli, & Dean O’Rourke. The physiological effects of slow breathing in the healthy human. Breathe; 2017.
2. J. Keith Fisher, M.D. & Danielle Dresden. What to know about bradypnea (slow breathing). Medical News Today; 2018.
3. Judith Marcin, M.D. & Ann Pietrangelo. Bradypnea. Healthline; 2018.
4. Lacey Whited & Derrel D. Graham. Abnormal Respirations. National Center for Biotechnology Information; 2021.
5. Nikita Patil; Anis Rehman; & Ishwarlal Jialal. Hypothyroidism. National Center for Biotechnology Information; 2021.
6. Iris Bachmutsky, Xin Paul Wei, Eszter Kish, & Kevin Yackle. Opioids depress breathing through two small brainstem sites. eLife; 2020.
7. Howard S. Smith, MD. Opioid Metabolism. Mayo Clinic Proceedings; 2009.
8. Charly Brouillard, Pascal Carrive, Françoise Camus, Jean-Jacques Bénoliel, Thomas Similowski, & Caroline Sévoz-Couche. Long-lasting bradypnea induced by repeated social defeat. American Journal of Physiology; 2016.
9. P V Kaplita, H L Borison, L E McCarthy, & R P Smith. Peripheral and central actions of sodium azide on circulatory and respiratory homeostasis in anesthesized cats. The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics; 1984.
10. Jason J. Rose, Ling Wang, Qinzi Xu, Charles F. McTiernan, Sruti Shiva, Jesus Tejero, & Mark T. Gladwin. Carbon Monoxide Poisoning: Pathogenesis, Management, and Future Directions of Therapy. American Thoracic Society; 2017.
11. Bilal A. Siddiqui & Peggy Y. Kim. Anesthesia Stages. National Center for Biotechnology Information; 2021.
12. Noah Lechtzin, Merit E Cudkowicz, Mamede de Carvalho, Angela Genge, Orla Hardiman, Hiroshi Mitsumoto, Jesus S Mora, Jeremy Shefner, Leonard H Van den Berg & Jinsy A Andrews. Respiratory measures in amyotrophic lateral sclerosis. Amyotrophic lateral sclerosis & frontotemporal degeneration; 2018.
13. Thy P. Nguyen & Roger S. Taylor. Guillain Barre Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2020.
14. Karen C. Carroll. Laboratory Diagnosis of Lower Respiratory Tract Infections: Controversy and Conundrums. Journal of Clinical Microbiology; 2002.
15. Mario C. Ponce & Sandeep Sharma. Pulmonary Function Tests. National Center for Biotechnology Information; 2020.

Share