Chrozophora merupakan nama ilmiah dari tanaman banding. Tanaman yang telah digunakan bertahun-tahun sebagai makanan dan obat tradisional untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi.
Selain itu, tanaman ini juga menjadi pewarna alami yang digunakan dalam makanan, tekstil dan sediaan farmasi.
Daftar isi
Tanaman ini biasanya ditemukan di India, Myanmar, Thailand, Afrika barat, Eropa dan Indonesia, khusunya di daerah Jawa Tengah. Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan sebutan tanaman banding [1].
Chrozophora merupakan genus tanaman yang berasal dari suku Euphorbiaceae dan terdiri dari 11 spesies. Lima spesies dari genus ini tumbuh di India. Tanaman ini kebanyakan berbentuk perdu dan tumbuh di daerah tropis [1].
Spesies yang sering digunakan sebagai tanaman herbal yaitu Chrozophora brochiana, Chrozophora senegalnsis, Chrozophora plicata, Chrozophora rottleri (Geiseler) Juss, Chrozophora tinctoria (L.) Rafin dan Chrozophora oblongifolia. Anggota genus ini mengandung sejumlah senyawa kimia yang bermanfaat untuk kesehatan [1].
Buahnya dapat digunakan sebagai pewarna alami berwarna biru. Warna biru yang ditimbulkan berasal dari kandungan flavonoid dan kelarutannya yang tinggi dalam air [1].
Secara umum, tanaman dari genus Chrozophora adalah tanaman herba annual berambut yang dapat tumbuh tinggi hingga 60 cm. Tumbuhnya merunduk atau merambat dan termasuk tumbuhan monoecious (berumah satu) [1].
Berikut merupakan karakteristik dari tanaman Chrozophora [1,9]:
Tanaman ini biasanya ditemukan di daerah yang basah seperti pada daerah limbah, di tepi sawah, di pinggiran jalan atau pada streambed (bagian bawah kanal dari sungai). Tumbuh di tanah yang berlumpur atau berpasir [1].
Keseluruhan bagian dari tanaman ini, mulai dari buah, daun dan akarnya dapat digunakan secara herbal untuk kesehatan. Secara umum, herba dari Chrozophora mengandung senyawa sebagai berikut [1,2]:
Senyawa fenolik yang biasa ditemukan di dalam tanaman Chrozophora adalah sebagai berikut [2]:
Beberapa tanaman dari genus ini dapat menjadi pewarna alami karena mengandung senyawa penghasil warna seperti flavonoid, alkaloid, diterpenoid, xanthone, coumarin, chromone, diterpenoid dan glikosida fenilpropanoid [2].
Berikut merupakan kandungan mineral yang ada pada spesies Chrozophora tinctoria [2]:
Senyawa | Jumlah (%) |
Phospor (P) | 0,15 |
Kalium (K) | 0,99 |
Natrium (Na) | 0,11 |
Kalsium (Ca) | 1,38 |
Magnesium (Mg) | 0,32 |
Zat Besi (Fe) | 0,01 |
Tembaga (Cu) | 4,40 |
Mangan (Mn) | 8,30 |
Zinc (Zn) | 49,30 |
Minyak biji dari Chrozophora rottleri dilaporkan kaya akan linoleate. Sementara daun dan akarnya mengandung glikosida xanthone dan glikosida chromone [1].
Chrozophora adalah tanaman herbal yang tentunya memiliki berbagai macam manfaat untuk kesehatan, terutama pada daun, buah, dan akarnya yang bisa di jadikan obat untuk menyembuhkan penyakit. Manfaatnya antara lain adalah :
Kebanyakan tanaman dari genus Chrozophora mengandung senyawa fenolik yang dapat melawan aktivitas radikal bebas. Kandungan tersebut membuat tanaman ini digunakan sebagai sumber antioksidan alami. Antioksidan alami juga dapat memberikan perlindungan dari sinar UV dan sebagai anti-aging (mencegah penuaan dini) [2].
Ekstrak daun Chrozophora telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi dan Salmonella sonnei [5].
Selain bakteri, esktrak daunnya juga memiliki aktivitas fungitoksik yang kuat dalam melawan jamur P. aphanidermatum. Di Sudan, ekstrak daun Chrozophora ini digunakan untuk mengatasi gonorrhea [1].
Semua ekstrak daun Chrozophora menunjukkan efektivitas dalam mengurangi pertumbuhan bakteri, kecuali ekstrak air dari Chrozophora. Esktrak etil asetat dari Chrozophora merupakan ekstrak yang paling efektif melawan bakteri gram negatif dan gram positif [5].
Chrozophora dapat menghambat timbulnya tumor, hal ini dikarenakan oleh kandungan antioksidan di dalamnya yang dapat melawan radikal bebas [4].
Radikal bebas merupakan senyawa yang sangat berperan dalam terjadinya kanker dan tumor. Chrozophora dapat digunakan untuk perawatan tumor dengan mengaplikasikannya secara topikal pada kulit [4].
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ekstrak alkoholik dari C. tinctoria dapat mempercepat penyembuhan luka pada tikus diabetes. Proses penyembuhan luka oleh ekstrak C. tinctoria terjadi melalui remodelling kolagen serta memperbaiki ikatan silang intra dan inter molekul protein menjadi lebih stabil [6].
Kolagen merupakan protein ekstraselular yang ada pada granulasi jaringan saat proses penyembuhan luka berlangsung. Sintesis protein akan meningkat sesaat setelah terjadi luka [6].
Ekstrak daun C. tinctoria mengandung flavonoid, terpenoid, steroid, tannin dan glikosida yang dapat meningkatkan kolagen pada granulasi jaringan secara maksimum sehingga dapat digunakan untuk penyembuhan luka [6].
Selain C. tinctoria, spesies lain seperti C. rottleri juga dapat digunakan untuk menyembuhkan luka [1].
Daun Chrozophora memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektif (melindungi hepar). Esktrak metanolnya mengandung diterpen, flavonoid dan glikosida chromone yang berfungsi sebagai antioksidan [3].
Senyawa antioksidan ini dapat melindungi hati dari kerusakan sel yang diakibatkan oleh agen hepatotoksik seperti CCl4, parasetamol dan thioacetamide [3].
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbaikan dari kadar bilirubin, ALT, AST, protein dan albumin pada hati yang telah diberi ekstrak daun Chrozophora [3].
Di India, aerial part (bagian dari tanaman yang kontak dengan udara) dari Chrozophora telah digunakan untuk mengobati jaundice (penyakit kuning) [1].
Ekstrak dari C. tinctoria mengandung sejumlah flavonoid seperti apigenin, rutin, quercetin dan acatecin yang memiliki aktivitas sebagai anti-osteoporosis. Flavonoid tersebut dapat mencegah terjadinya osteoporosis yang diakibatkan oleh stress oksidatif dan inflamasi [10].
Selain itu, senyawa rutin dalam ekstrak tanaman ini juga dapat menginduksi terjadinya pembentukan sel tulang (osifikasi tulang) [10].
Esktrak dari daun Chrozophora rottleri telah digunakan oleh masyarakat India sebagai antelmintik. Esktraknya telah teruji dapat melawan Pheritima posthuma yang merupakan seekor cacing tanah [1].
Peneliti menemukan bahwa ekstrak Chrozophora tinctoria memiliki aktivitas analgesik dan mampu menghambat kontriksi abdominal pada pemberian dosis 150 mg/kg [5].
Esktrak metanol dari Chrozophora pada dosis 300 mg/kg telah terbukti dapat menurunkan suhu tubuh secara signifikan [5].
Ekstrak dari daun dan akar Chrozophora senegalensis menunjukkan aktivitas anti-plasmodial yang tinggi dalam melawan klorokuin-resisten Plasmodium falciparum tanpa menimbulkan efek toksik [8].
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tikus diabetes, ekstrak daun Chrozophora tinctoria dapat memperbaiki hiperglikemia dan menstimulasi sekresi insulin. Tanaman ini dapat menyebabkan penurunan berat badan dan memperbaiki intake air dan makanan dalam tubuh. Hasilnya, terjadi penurunan pada kadar glukosa dalam darah [7].
Hal ini disebabkan karena adanya senyawa bioaktif dan efek protektif dari ekstrak tanaman ini [7].
Tanaman Chrozophora dapat digunakan untuk mengatas penyakit pencernaan seperti diare yang diakibatkan oleh bakteri salmonella, esktrak daun dan akarnya juga dapat digunakan untuk menumbuhkan rambut, pelancar air susu ibu, menyembuhkan otitis, sifilis, penyakit kulit, memurnihkan darah serta menyembuhkan batuk dan pilek [1,9].
Beberapa efek samping yang dapat timbul dari konsumsi tanaman ini adalah sebagai berikut[1]:
Pengujian toksisitas yang dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa kandungan dolabellane diterpene glukosida, dolabellane diterpenoid dan glukosida fenilpropanoid yang diisolasi dari spesies Chrozophora tinctoria dapat menyebabkan lesi pada organ internal, pelunakan feses dan peningkatan pada kadar serum GGT, AST, urea serta kolesterol.
Selain itu terjadi penurunan jumlah dari total protein dan albumin, anemia dan leukopenia. Juga terjadi penambahan berat badan, namun tidak ada kematian yang terjadi [1].
Telah dilaporkan bahwa spesies Chrozophora plicata dapat menyebabkan keracunan dan menimbulkan gejala seperti susah bernafas (dyspnea), pendarahan, diare, salivasi dan deviasi lateral pada kepala dan leher. Spesies ini memiliki aktivitas korosif.
Belum ada uji toksisitas lebih lanjut yang dilakukan pada manusia. Oleh karena itu, sebaiknya tetap mengkonsumsi tanaman herbal ini secara hati-hati, tidak berlebihan dan berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter jika sedang mengkonsumsi obat konvesional lain atau sedang menderita penyakit kronis.
Berikut merupakan beberapa cara pengolahan dari tanaman Chrozophora :
Tanaman Chrozophora dibersihkan dengan air dan dipotong kecil kecil kemudian ditumbuk hingga menjadi serbuk dan diaplikasikan secara langsung pada bagian tubuh yang terluka untuk mempercepat penyembuhannya[1].
Biji dan daun dari tanaman Chrozophora dibersihkan, kemudian direbus selama 15 menit sampai mendidih (90 – 98°C) dengan api kecil [8].
Biji dan daun Chrozophora yang dijadikan infusa dapat digunakan sebagai laksatif untuk mengobati konstipasi (sembelit) [1].
Buah dari tanaman Chrozophora dibersihkan kemudian diblender hingga didapatkan jusnya. Di Nepal, jus buah dari tanaman ini biasanya digunakan untuk mengatasi batuk dan demam [1].
Perebusan dari daun atau akar Chrozophora dilakukan selama 30 menit sampai mendidih (90 – 98°C) dengan api kecil. Rebusan dari tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati typhus dan gangguan pencernaan [1,8].
Tanaman Chrozophora dipotong setelah dibersihkan dengan air, dikeringkan dan kemudian digiling menggunakan penggiling elektrik hingga menjadi serbuk.
Kemudian ditimbang sejumlah serbuk Chrozophora dan direndam di dalam pelarut yang ingin digunakan (air, etanol, metanol atau etil asetat). Setelahnya larutan tersebut disaring untuk didapatkan ekstrak [5].
Daun Chrozophora dicuci hingga bersih. Kemudian daunnya diseduh menggunakan air mendidih, ditutup dan didiamkan 5 – 10 menit [8].
Tanaman ini juga dapat digunakan sebagai sayuran dan biji dari tanaman ini bila diproses lebih lanjut dapat dijadikan sebagai minyak sayur yang menyehatkan [1].
Penyimpanan tanaman ini dilakukan pada tempat yang kering, sejuk (8 – 15°C) dan dalam wadah yang tertutup rapat serta terhindar dari cahaya matahari secara langsung [8].
Penyimpanan yang terlalu lama dapat menyebabkan perubahan pada senyawa yang terkandung di dalamnya sehingga sebaiknya langsung digunakan dan tidak disimpan terlalu lama.
Chrozophora merupakan tanaman bermanfaat yang kaya akan antioksidan sehingga dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan alami. Antioksidan dibutuhkan oleh tubuh untuk mencegah beragam penyakit yang disebabkan oleh adanya radikal bebas.
1. Efek smping rottleri. Manal Abasher Ahmed, Abdalbasit Adam Mariod, Ismail Hassan Hussein & Afaf Kamal-eldin. Review: Biochemical Composition and Medicinal Uses of Chrozophora Genus. 4 (4): 227-232. Internationa Journal of Pharmacy Review & Research; 2014.
2. Feyza Oke-Altuntas, Selma Ipekcioglu, Ayse Sahin Yaglioglu, Lutfi Behcet & Ibrahim Demirtas. Phytochemical analysis, antiproliferative and antioxidant activities of Chrozophora tinctoria: a natural dye plant. Pharmaceutical Biology; 2017.
3. Harikesh Maurya & Gaurav Upadhyay. Pharmacological Evaluation of Chrozophora tinctoria as Hepatoprotective Potential in CCl4 Induced Liver Damage in Rat. Science Alert: 2019.
4. Ali Esmail Al-Snafi. The Chemical Constituents and Pharmacological Importance of Chrozophora Tinctoria. 5 (4): 391-396. International Journal of Pharmacy review & Research; 2015.
5. A. A. Sher, J. Bakht & K. Khan. Antinociceptive, Antipyretic and Antimicrobial Activities of Chrozophora tinctoria Extracts. 80 (3) 533-540. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences; 2018.
6. Harikesh Maurya, Monika Semwal & Susheel Kumar Dubey. Pharmacological Evaluation of Chrozophora tinctoria as Wound Healing Potential in Diabetic Rat’s Model. Biomed Rest Int; 2016.
7. Mohammed A. Auda & Muna Hasson Saoudi. Antidiabetic activity and hepatoprotective effect of Chrozophora tinctoria (L.)Rafin leaves aqueous extract in STZ induced diabetic rats model. 11 (2): 406-414. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research: 2019.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/187/2017 Tentang Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia. 2017.
9. Sambhavy, Sudhir Chandra Varma & Baidyanath Kumar. Biometrical, playnological and anatomical features of Chrozophora rottleri (Geiseler) Juss. ex Spreng. 5 (2): 13-24. IOSR Journal of Biotechnology and Biochemistry; 2019.
10. Ashraf B. Abdel-Naim, Abdullah A. Alghandi, Mardi M. Algandaby, Fahad A. Al-Abbasi, Ahmed M. Al-Abd, Rasma G. Eid, Hossam M. Abdallah & Ali M. El-Hanaway. Rutin Isolated from Chrozophora tinctoria Enhances Bone Cell Poliferation and Ossification Markers. Hindawi; 2018.