Penyakit & Kelainan

Delirium : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Delirium?

Delirium merupakan sebuah jenis kondisi gangguan mental di mana penderita mengalami penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar dan kelinglungan parah [1,2,3,4,5,7].

Fungsi otak yang mengalami perubahan di saat yang sama dengan adanya penyakit fisik atau mental tertentu mampu menjadi alasan dasar delirium terjadi.

Dengan begitu, penderita menjadi lebih sulit dalam berkonsentrasi, bahkan untuk berpikir hingga tidur saja menjadi sulit.

Walau sifatnya sementara, kondisi ini bisa cukup mengerikan bagi penderita bila penyebab dan gejalanya tidak dikendalikan dengan tepat.

Tinjauan
Delirium adalah jenis gangguan mental di mana kesadaran penderita terhadap lingkungan sekitar menurun yang bisa saja disebabkan oleh adanya kondisi medis tertentu yang memicu perubahan atau gangguan pada fungsi otak.

Fakta Tentang Delirium

  1. Prevalensi delirium secara umum diketahui lebih tinggi terjadi pada populasi lansia, khususnya sebagai kondisi komplikasi dari prosedur bedah yang kasusnya mencapai 15-50% [1].
  2. Sepertiga dari pasien medis umum usia 70 tahun ke atas menderita delirium [1].
  3. Pasien rawat inap, khususnya yang mendapat perawatan di ICU (intensive care unit) memiliki risiko 2-4 kali lipat lebih tinggi mengalami kematian akibat delirium [1].
  4. Di Indonesia, data nasional prevalensi delirium belum diketahui secara jelas.

Jenis-jenis Delirium

Delirium terbagi menjadi beberapa jenis kondisi menurut tingkat keparahan, faktor penyebab dan juga ciri atau gejalanya.

Delirium Hipoaktif

Pada kondisi ini, penderita tampak lesu, lebih sering mengantuk, serta mengurangi aktivitas gerak tubuhnya [1,2].

Penderita tidak tampak aktif, cenderung lebih sering bingung, dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur.

Aktivitas sehari-hari pun menjadi tidak terorganisir dengan baik, bahkan pola makan pun dapat menjadi berantakan.

Delirium Hiperaktif

Pada jenis delirium satu ini, penderita mengalami perubahan suasana hati atau mood [1,2].

Bahkan bukan tidak mungkin penderita mengalami halusinasi serta kegelisahan berlebih.

Penderita juga nampak lebih aktif dari biasanya namun tak dapat bekerja sama dengan baik ketika berhubungan dengan kegiatan rutinitas.

Delirium Tremens

Jenis delirium satu ini adalah jenis delirium parah yang umumnya dialami oleh orang-orang pecandu alkohol [3].

Orang-orang yang memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol dalam jumlah banyak selama bertahun-tahun dan memutuskan untuk berhenti minum akan mengalami delirium tremens.

Kombinasi Delirium Hipoaktif dan Hiperaktif

Pada beberapa kasus, dijumpai adanya kombinasi delirium hipoaktif dan hiperaktif [1,2].

Bila dua kondisi bercampur, otomatis gejala yang dialami penderita dapat berubah-ubah secara bergantian dari hipoaktif ke hiperaktif dan begitu seterusnya.

Tinjauan
Terdapat 4 jenis kondisi delirium, yaitu delirium hipoaktif, delirium hiperaktif, delirium kombinasi hipoaktif dan hiperaktif, serta delirium tremens.

Penyebab Delirium

Penyebab utama terjadinya delirium adalah gangguan pada otak dalam mengirim sekaligus menerima sinyal secara normal.

Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal yang memicu aktivitas otak tidak bekerja seperti normalnya dan otak menjadi lemah.

Dalam satu kasus delirium, penyebabnya berpotensi tidak hanya satu dan berikut ini adalah sejumlah kemungkinan faktor yang menyebabkannya [1,4,5,6] :

Faktor Risiko Delirium

Berikut ini adalah sejumlah faktor yang juga mampu memperbesar peluang seseorang dalam mengalami delirium [2,4,5,6] :

  • Memiliki beberapa penyakit dalam satu waktu atau secara bersamaan
  • Usia lanjut, yaitu 65 tahun ke atas
  • Menderita gangguan pendengaran atau penglihatan
  • Memiliki riwayat delirium sebelumnya
  • Menderita kelainan pada otak (penyakit Parkinson, demensia atau penyakit stroke)
Tinjauan
Gangguan pada otak dalam menerima sekaligus mengirim sinyal adalah penyebab utama dari terjadinya delirium. Hal ini didukung oleh berbagai faktor lain, seperti penyakit tertentu, kecanduan narkoba atau alkohol, pasca operasi, keracunan, hingga kelainan otak.

Gejala Delirium

Delirium dapat menimbulkan sejumlah tanda atau gejala yang dapat terjadi selama beberapa jam atau beberapa hari.

Terdapat beberapa kategori gejala pada kasus delirium, yaitu gejala gangguan kognitif, gejala gangguan emosional, gejala perubahan perilaku, dan gejala penurunan kesadaran terhadap lingkungan.

Gejala Gangguan Kognitif

Kemampuan berpikir penderita dapat mengalami penurunan, seperti misalnya [1,10] :

  • Kesulitan dalam memahami pembicaraan
  • Kesulitan untuk berbicara
  • Kesulitan untuk mengingat kata
  • Daya ingat yang buruk, terutama pada kejadian yang baru saja terjadi
  • Kesulitan menulis
  • Kesulitan membaca
  • Bicara tidak masuk akal
  • Disorientasi atau kondisi seperti tidak tahu identitas diri dan diri sendiri sedang berada di mana

Gejala Gangguan Emosional

Penderita juga dapat mengalami masalah pada sisi emosionalnya, yakni seperti [1,11] :

  • Perubahan kepribadian
  • Perubahan suasana hati yang tak dapat terprediksi karena sangat tiba-tiba
  • Euforia atau memiliki perasaan gembira yang berlebih
  • Mudah marah atau tersinggung
  • Depresi
  • Mudah takut
  • Cemas berlebih
  • Paranoid
  • Apati

Gangguan Perubahan Perilaku

Gangguan emosional dan kognitif juga biasanya disertai dengan beberapa tanda perubahan perilaku seperti di bawah ini [1,9,12] :

  • Kelelahan yang berlebih tanpa alasan yang jelas
  • Gerakan tubuh melambat
  • Lebih diam (terutama terjadi pada orang dewasa yang lebih tua)
  • Halusinasi
  • Perubahan jam tidur (jam tidur terbalik)
  • Gangguan tidur
  • Menciptakan suara-suara keras, seperti menguap atau berteriak memanggil-manggil
  • Kegelisahan berlebih
  • Agitasi
  • Perilaku cenderung agresif

Gangguan Penurunan Kesadaran Terhadap Lingkungan

Penderita dapat mengalami penurunan kesadaran terhadap sekitarnya di mana hal ini meliputi [13,14] :

  • Perhatian dan pikiran dapat teralihkan oleh hal yang tak begitu penting.
  • Ketidakmampuan dalam berkonsentrasi.
  • Ketidakmampuan dalam mengganti topik pembicaraan.
  • Aktivitas lebih sedikit atau terbatas.
  • Kurang merespon segala yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
  • Ketidakmampuan dalam merespon sebuah pembicaraan atau pertanyaan yang diberikan karena terfokus hanya pada satu ide.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Jika melihat atau memerhatikan adanya perubahan secara emosi dan perilaku pada orang terdekat seperti tanda-tanda yang telah disebutkan, maka sebaiknya bujuk dan ajak penderita gejala untuk memeriksakan diri ke dokter.

Deteksi delirium secara dini akan membantu penderita mendapatkan penanganan secepatnya.

Dengan begitu, penyebabnya dapat diketahui dan dapat segera diatasi dengan lebih tepat.

Tinjauan
Gejala delirium dibagi menjadi 4 kategori, yaitu gangguan kognitif, gangguan emosional, perubahan perilaku, dan penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar.

Pemeriksaan Delirium

Jika menemui dokter untuk mengonfirmasi kondisi penyebab gejala delirium, maka beberapa metode pemeriksaan di bawah ini adalah yang biasanya dokter terapkan :

1. Observasi Gejala

Pemeriksaan diawali dengan dokter mengobservasi gejala pada pasien, seperti cara menggerakkan tubuh, cara bicara, dan cara berpikir [7].

Terdapat beberapa hal yang akan diperhatikan atau diobservasi untuk mendiagnosa delirium dan para ahli medis rata-rata menggunakan CAM (Confusion Assessment Method), seperti berikut [8] :

  • Perubahan perilaku pasien sepanjang hari; dalam hal ini, ada kemungkinan pasien diminta untuk rawat inap.
  • Kalimat yang diucapkan masuk akal atau tidak dan bertele-tele atau tidak.
  • Daya konsentrasi pasien dalam mengikuti lawan bicara saat sedang mengobrol atau diajak bicara.

2. Pemeriksaan Saraf dan Fisik

Dokter juga akan mencoba mendeteksi adanya masalah kesehatan tertentu melalui pemeriksaan fisik dan saraf [1,7].

Metode diagnosa ini biasanya meliputi pemeriksaan refleks, koordinasi tubuh, keseimbangan dan fungsi penglihatan sekaligus pendengaran pasien.

Melalui pemeriksaan fisik dan saraf, penyakit saraf seperti stroke dapat terdiagnosa lebih mudah.

3. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Untuk mendukung dokter dalam penegakan diagnosa, beberapa metode pemeriksaan lainnya dapat pasien tempuh, seperti [1,4,5,7] :

Tinjauan
Metode diagnosa untuk kasus delirium pada umumnya meliputi observasi gejala, pemeriksaan saraf dan fisik, serta pemeriksaan penunjang lain seperti tes pemindaian otak, tes tiroid, tes fungsi hati, rontgen dada dan tes darah.

Pengobatan Delirium

Metode pengobatan untuk pasien delirium akan disesuaikan dengan penyebab yang terdeteksi dari hasil pemeriksaan.

Bentuk pengobatan dapat berupa pemberian obat-obatan dan konseling.

Melalui Terapi Obat-obatan

Pertama-tama, jika dari hasil pemeriksaan didapati bahwa ada obat tertentu yang menyebabkan delirium pada pasien, maka pasien akan diminta berhenti menggunakan obat tersebut.

Untuk mengendalikan rasa nyeri yang terasa tak nyaman, dokter akan meresepkan obat-obatan khusus, seperti [1,2,3,4,5] :

  • Haloperidol (dengan dosis awal 0,25 mg)
  • Quetiapine (dengan dosis awal 12,5 mg)
  • Olanzapine (dengan dosis awal 2,5 mg)

Peningkatan dosis akan dilakukan oleh dokter sesuai dengan perkembangan kondisi pasien.

Jika diperlukan, dokter kemungkinan akan meresepkan juga melatonin dan analognya untuk mencegah timbulnya kembali gejala delirium [1].

Cholinesterase inhibitors juga merupakan golongan obat yang kemungkinan dapat dianjurkan dokter walaupun bukti efektivitasnya masih perlu diteliti lebih jauh [1,2,4].

Melalui Konseling

Untuk kasus pasien yang mengalami kebingungan, terutama mengalami gejala delirium karena kecanduan narkoba atau alkohol, konseling khusus dapat dilakukan [7].

Konseling adalah bentuk terapi yang akan membuat pasien lebih merasa aman dan nyaman.

Melalui terapi ini, pasien akan dibantu mendiskusikan isi perasaan dan pikirannya secara langsung.

Melalui Program Terapi Lainnya

Dalam membantu pasien pulih dengan baik dan mencegah kondisi berkembang menjadi komplikasi berbahaya, dokter kemungkinan menyediakan program terapi khusus seperti [1] :

  • Membantu pasien untuk lebih mudah bergerak sehari-hari.
  • Membantu pasien untuk dapat menggunakan toilet.
  • Membantu menyuapi pasien apabila kesulitan untuk makan sendiri.
  • Memberikan semangat bagi pasien dan keluarga/orang terdekat pasien.
  • Membantu mengatasi inkontinensia urine pada pasien.
Tinjauan
Pengobatan delirium umumnya meliputi pemberian obat-obatan, konseling atau terapi untuk kondisi psikologis pasien, serta terapi lainnya yang membantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Komplikasi Delirium

Delirium pada dasarnya bukanlah sebuah kondisi kronis atau jangka panjang.

Delirium adalah kondisi yang bertahan paling lama berbulan-bulan dan jika penyebabnya terdeteksi, penyembuhannya bahkan bisa lebih cepat.

Namun, hal tersebut berpotensi terjadi pada orang-orang dengan kondisi kesehatan lebih baik.

Pada penderita delirium yang disebabkan oleh kondisi atau penyakit serius, kemungkinan pulih menjadi lebih lama dan bahkan memperbesar potensi timbulnya komplikasi.

Pada beberapa kasus, penderita penyakit parah dengan delirium dapat meningkatkan risiko beberapa komplikasi di bawah ini [1,5] :

  • Pemulihan membutuhkan waktu yang sangat lama, terutama dari proses operasi. Atau penyembuhan pasca operasi berpotensi tidak berjalan dengan semestinya.
  • Penurunan kesehatan secara umum.
  • Risiko kematian lebih tinggi.
  • Kebutuhan rawat medis dan inap.

Beberapa kondisi medis yang dapat menjadi bentuk komplikasi delirium antara lain adalah [1] :

  • Malnutrisi
  • Perilaku agresif yang berakibat pada patah tulang atau cedera lainnya
  • Kelemahan tubuh dan keterbatasan gerak tubuh
  • Pneumonia aspirasi
  • Gangguan kognitif jangka panjang
  • Gangguan elektrolit parah

Pencegahan Delirium

Untuk mencegah delirium, penting untuk mengetahui lebih dulu secara jelas faktor yang menyebabkan atau memicunya.

Berikut ini merupakan sejumlah upaya yang dapat diterapkan untuk meminimalisir risiko memburuknya gejala delirium [1,9] :

  • Menerapkan pola tidur yang baik dan benar.
  • Tidur atau istirahat di ruangan dengan tingkat pencahayaan yang nyaman serta lingkungan yang tenang.
  • Menghindari berbagai faktor yang mampu memperburuk gejala delirium atau faktor yang mudah menimbulkan kembali gejala delirium.
  • Memiliki pola makan sehat.
  • Melakukan olahraga secara teratur.
  • Mengonsumsi obat-obatan yang telah diresepkan dokter sesuai aturan.

Orang-orang terdekat penderita gejala delirium pun perlu mengetahui bagaimana mengendalikan kondisi pasien, yaitu seperti dengan mengajak bicara penderita dengan suara rendah supaya tak mudah terganggu.

Orang terdekat pasien juga perlu menaruh barang-barang yang familiar bagi pasien, termasuk juga kalender dan jam di dekatnya (sebagai pengingat waktu dan tempat dirinya berada) [1].

Teman atau kerabat pasien juga sebaiknya memastikan bahwa penderita teratur mengonsumsi obat dokter dan memiliki gaya hidup yang sehat.

Tinjauan
Untuk mencegah delirium, menghindari berbagai faktor risiko dan penyebab gangguan fungsi otak dapat dilakukan. Penerapan pola hidup yang sehat dan seimbang ditambah dengan penggunaan obat resep dokter secara rutin akan membantu pasien dalam mencegah komplikasi delirium.

1, María de Lourdes Ramírez Echeverría & Manju Paul. Delirium. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Tamara G. Fong, Samir R. Tulebaev, & Sharon K. Inouye. Delirium in elderly adults: diagnosis, prevention and treatment. HHS Public Access; 2011.
3. Sandeep Grover & Abhishek Ghosh. Delirium Tremens: Assessment and Management. Journal of Clinical and Experimental Hepatology; 2018.
4. Stefan Lorenzl, Prof. Dr. med. Dip.-Pall. Med., Ingo Füsgen, Prof. Dr. med., & Soheyl Noachtar, Prof. Dr. med. Acute Confusional States in the Elderly—Diagnosis and Treatment. Deutschez Arzteblatt International; 2012.
5. Sandeep Sekhon; Michelle A. Fischer & Raman Marwaha. Excited (Agitated) Delirium. National Center for Biotechnology Information; 2020.
6. A. De Sousa. Psychiatric issues in renal failure and dialysis. Indian Journal of Nephrology; 2008.
7. Peter G. Lawlora & Shirley H. Bush. Delirium diagnosis, screening and management. Current Opinion in Supportive and Palliative Care; 2014.
8. Christine M. Waszynski, MSN, APRN, BC & Sherry A. Greenberg, PhD(c) MSN, GNP-BC. The Confusion Assessment Method (CAM).The Hartford Institute for Geriatric Nursing, New York University, College of Nursing; 2012.
9. Padideh Ghaeli, Fatemeh Shahhatami, Mojtaba Mojtahed Zade, Mostafa Mohammadi, & Mohammad Arbabi. Preventive Intervention to Prevent Delirium in Patients Hospitalized in Intensive Care Unit. Iranian Journal of Psychiatry; 2018.
10. Sónia Martins & Lia Fernandes. Delirium in Elderly People: A Review. Frontiers in Neurology; 2012.
11. Katarzyna Kowalska, Jakub Droś, Małgorzata Mazurek, Paulina Pasińska, Agnieszka Gorzkowska, & Aleksandra Klimkowicz-Mrowiec. Delirium Post-Stroke: Short- and Long-Term Effect on Depression, Anxiety, Apathy and Aggression (Research Study—Part of PROPOLIS Study). Journal of Clinical Medicine; 2020.
12. Ryan C. Teeple, B.S., Jason P. Caplan, M.D., and Theodore A. Stern, M.D. Visual Hallucinations: Differential Diagnosis and Treatment. The Primary Care Companion to the Journal of Clinical Psychiatry; 2009.
13. Suzanne Wass, Penelope J. Webster, & Balakrishnan R. Nair. Delirium in the Elderly: A Review. Oman Medical Journal; 2008.
14. Joaquim Cerejeira & Elizabeta B. Mukaetova-Ladinska. A Clinical Update on Delirium: From Early Recognition to Effective Management. Nursing Research and Practice; 2011.

Share