Daftar isi
Delirium merupakan sebuah jenis kondisi gangguan mental di mana penderita mengalami penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar dan kelinglungan parah [1,2,3,4,5,7].
Fungsi otak yang mengalami perubahan di saat yang sama dengan adanya penyakit fisik atau mental tertentu mampu menjadi alasan dasar delirium terjadi.
Dengan begitu, penderita menjadi lebih sulit dalam berkonsentrasi, bahkan untuk berpikir hingga tidur saja menjadi sulit.
Walau sifatnya sementara, kondisi ini bisa cukup mengerikan bagi penderita bila penyebab dan gejalanya tidak dikendalikan dengan tepat.
Tinjauan Delirium adalah jenis gangguan mental di mana kesadaran penderita terhadap lingkungan sekitar menurun yang bisa saja disebabkan oleh adanya kondisi medis tertentu yang memicu perubahan atau gangguan pada fungsi otak.
Delirium terbagi menjadi beberapa jenis kondisi menurut tingkat keparahan, faktor penyebab dan juga ciri atau gejalanya.
Pada kondisi ini, penderita tampak lesu, lebih sering mengantuk, serta mengurangi aktivitas gerak tubuhnya [1,2].
Penderita tidak tampak aktif, cenderung lebih sering bingung, dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur.
Aktivitas sehari-hari pun menjadi tidak terorganisir dengan baik, bahkan pola makan pun dapat menjadi berantakan.
Pada jenis delirium satu ini, penderita mengalami perubahan suasana hati atau mood [1,2].
Bahkan bukan tidak mungkin penderita mengalami halusinasi serta kegelisahan berlebih.
Penderita juga nampak lebih aktif dari biasanya namun tak dapat bekerja sama dengan baik ketika berhubungan dengan kegiatan rutinitas.
Jenis delirium satu ini adalah jenis delirium parah yang umumnya dialami oleh orang-orang pecandu alkohol [3].
Orang-orang yang memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol dalam jumlah banyak selama bertahun-tahun dan memutuskan untuk berhenti minum akan mengalami delirium tremens.
Pada beberapa kasus, dijumpai adanya kombinasi delirium hipoaktif dan hiperaktif [1,2].
Bila dua kondisi bercampur, otomatis gejala yang dialami penderita dapat berubah-ubah secara bergantian dari hipoaktif ke hiperaktif dan begitu seterusnya.
Tinjauan Terdapat 4 jenis kondisi delirium, yaitu delirium hipoaktif, delirium hiperaktif, delirium kombinasi hipoaktif dan hiperaktif, serta delirium tremens.
Penyebab utama terjadinya delirium adalah gangguan pada otak dalam mengirim sekaligus menerima sinyal secara normal.
Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal yang memicu aktivitas otak tidak bekerja seperti normalnya dan otak menjadi lemah.
Dalam satu kasus delirium, penyebabnya berpotensi tidak hanya satu dan berikut ini adalah sejumlah kemungkinan faktor yang menyebabkannya [1,4,5,6] :
Berikut ini adalah sejumlah faktor yang juga mampu memperbesar peluang seseorang dalam mengalami delirium [2,4,5,6] :
Tinjauan Gangguan pada otak dalam menerima sekaligus mengirim sinyal adalah penyebab utama dari terjadinya delirium. Hal ini didukung oleh berbagai faktor lain, seperti penyakit tertentu, kecanduan narkoba atau alkohol, pasca operasi, keracunan, hingga kelainan otak.
Delirium dapat menimbulkan sejumlah tanda atau gejala yang dapat terjadi selama beberapa jam atau beberapa hari.
Terdapat beberapa kategori gejala pada kasus delirium, yaitu gejala gangguan kognitif, gejala gangguan emosional, gejala perubahan perilaku, dan gejala penurunan kesadaran terhadap lingkungan.
Kemampuan berpikir penderita dapat mengalami penurunan, seperti misalnya [1,10] :
Penderita juga dapat mengalami masalah pada sisi emosionalnya, yakni seperti [1,11] :
Gangguan emosional dan kognitif juga biasanya disertai dengan beberapa tanda perubahan perilaku seperti di bawah ini [1,9,12] :
Penderita dapat mengalami penurunan kesadaran terhadap sekitarnya di mana hal ini meliputi [13,14] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Jika melihat atau memerhatikan adanya perubahan secara emosi dan perilaku pada orang terdekat seperti tanda-tanda yang telah disebutkan, maka sebaiknya bujuk dan ajak penderita gejala untuk memeriksakan diri ke dokter.
Deteksi delirium secara dini akan membantu penderita mendapatkan penanganan secepatnya.
Dengan begitu, penyebabnya dapat diketahui dan dapat segera diatasi dengan lebih tepat.
Tinjauan Gejala delirium dibagi menjadi 4 kategori, yaitu gangguan kognitif, gangguan emosional, perubahan perilaku, dan penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar.
Jika menemui dokter untuk mengonfirmasi kondisi penyebab gejala delirium, maka beberapa metode pemeriksaan di bawah ini adalah yang biasanya dokter terapkan :
1. Observasi Gejala
Pemeriksaan diawali dengan dokter mengobservasi gejala pada pasien, seperti cara menggerakkan tubuh, cara bicara, dan cara berpikir [7].
Terdapat beberapa hal yang akan diperhatikan atau diobservasi untuk mendiagnosa delirium dan para ahli medis rata-rata menggunakan CAM (Confusion Assessment Method), seperti berikut [8] :
2. Pemeriksaan Saraf dan Fisik
Dokter juga akan mencoba mendeteksi adanya masalah kesehatan tertentu melalui pemeriksaan fisik dan saraf [1,7].
Metode diagnosa ini biasanya meliputi pemeriksaan refleks, koordinasi tubuh, keseimbangan dan fungsi penglihatan sekaligus pendengaran pasien.
Melalui pemeriksaan fisik dan saraf, penyakit saraf seperti stroke dapat terdiagnosa lebih mudah.
3. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Untuk mendukung dokter dalam penegakan diagnosa, beberapa metode pemeriksaan lainnya dapat pasien tempuh, seperti [1,4,5,7] :
Tinjauan Metode diagnosa untuk kasus delirium pada umumnya meliputi observasi gejala, pemeriksaan saraf dan fisik, serta pemeriksaan penunjang lain seperti tes pemindaian otak, tes tiroid, tes fungsi hati, rontgen dada dan tes darah.
Metode pengobatan untuk pasien delirium akan disesuaikan dengan penyebab yang terdeteksi dari hasil pemeriksaan.
Bentuk pengobatan dapat berupa pemberian obat-obatan dan konseling.
Pertama-tama, jika dari hasil pemeriksaan didapati bahwa ada obat tertentu yang menyebabkan delirium pada pasien, maka pasien akan diminta berhenti menggunakan obat tersebut.
Untuk mengendalikan rasa nyeri yang terasa tak nyaman, dokter akan meresepkan obat-obatan khusus, seperti [1,2,3,4,5] :
Peningkatan dosis akan dilakukan oleh dokter sesuai dengan perkembangan kondisi pasien.
Jika diperlukan, dokter kemungkinan akan meresepkan juga melatonin dan analognya untuk mencegah timbulnya kembali gejala delirium [1].
Cholinesterase inhibitors juga merupakan golongan obat yang kemungkinan dapat dianjurkan dokter walaupun bukti efektivitasnya masih perlu diteliti lebih jauh [1,2,4].
Untuk kasus pasien yang mengalami kebingungan, terutama mengalami gejala delirium karena kecanduan narkoba atau alkohol, konseling khusus dapat dilakukan [7].
Konseling adalah bentuk terapi yang akan membuat pasien lebih merasa aman dan nyaman.
Melalui terapi ini, pasien akan dibantu mendiskusikan isi perasaan dan pikirannya secara langsung.
Dalam membantu pasien pulih dengan baik dan mencegah kondisi berkembang menjadi komplikasi berbahaya, dokter kemungkinan menyediakan program terapi khusus seperti [1] :
Tinjauan Pengobatan delirium umumnya meliputi pemberian obat-obatan, konseling atau terapi untuk kondisi psikologis pasien, serta terapi lainnya yang membantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Delirium pada dasarnya bukanlah sebuah kondisi kronis atau jangka panjang.
Delirium adalah kondisi yang bertahan paling lama berbulan-bulan dan jika penyebabnya terdeteksi, penyembuhannya bahkan bisa lebih cepat.
Namun, hal tersebut berpotensi terjadi pada orang-orang dengan kondisi kesehatan lebih baik.
Pada penderita delirium yang disebabkan oleh kondisi atau penyakit serius, kemungkinan pulih menjadi lebih lama dan bahkan memperbesar potensi timbulnya komplikasi.
Pada beberapa kasus, penderita penyakit parah dengan delirium dapat meningkatkan risiko beberapa komplikasi di bawah ini [1,5] :
Beberapa kondisi medis yang dapat menjadi bentuk komplikasi delirium antara lain adalah [1] :
Untuk mencegah delirium, penting untuk mengetahui lebih dulu secara jelas faktor yang menyebabkan atau memicunya.
Berikut ini merupakan sejumlah upaya yang dapat diterapkan untuk meminimalisir risiko memburuknya gejala delirium [1,9] :
Orang-orang terdekat penderita gejala delirium pun perlu mengetahui bagaimana mengendalikan kondisi pasien, yaitu seperti dengan mengajak bicara penderita dengan suara rendah supaya tak mudah terganggu.
Orang terdekat pasien juga perlu menaruh barang-barang yang familiar bagi pasien, termasuk juga kalender dan jam di dekatnya (sebagai pengingat waktu dan tempat dirinya berada) [1].
Teman atau kerabat pasien juga sebaiknya memastikan bahwa penderita teratur mengonsumsi obat dokter dan memiliki gaya hidup yang sehat.
Tinjauan Untuk mencegah delirium, menghindari berbagai faktor risiko dan penyebab gangguan fungsi otak dapat dilakukan. Penerapan pola hidup yang sehat dan seimbang ditambah dengan penggunaan obat resep dokter secara rutin akan membantu pasien dalam mencegah komplikasi delirium.
1, María de Lourdes Ramírez Echeverría & Manju Paul. Delirium. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Tamara G. Fong, Samir R. Tulebaev, & Sharon K. Inouye. Delirium in elderly adults: diagnosis, prevention and treatment. HHS Public Access; 2011.
3. Sandeep Grover & Abhishek Ghosh. Delirium Tremens: Assessment and Management. Journal of Clinical and Experimental Hepatology; 2018.
4. Stefan Lorenzl, Prof. Dr. med. Dip.-Pall. Med., Ingo Füsgen, Prof. Dr. med., & Soheyl Noachtar, Prof. Dr. med. Acute Confusional States in the Elderly—Diagnosis and Treatment. Deutschez Arzteblatt International; 2012.
5. Sandeep Sekhon; Michelle A. Fischer & Raman Marwaha. Excited (Agitated) Delirium. National Center for Biotechnology Information; 2020.
6. A. De Sousa. Psychiatric issues in renal failure and dialysis. Indian Journal of Nephrology; 2008.
7. Peter G. Lawlora & Shirley H. Bush. Delirium diagnosis, screening and management. Current Opinion in Supportive and Palliative Care; 2014.
8. Christine M. Waszynski, MSN, APRN, BC & Sherry A. Greenberg, PhD(c) MSN, GNP-BC. The Confusion Assessment Method (CAM).The Hartford Institute for Geriatric Nursing, New York University, College of Nursing; 2012.
9. Padideh Ghaeli, Fatemeh Shahhatami, Mojtaba Mojtahed Zade, Mostafa Mohammadi, & Mohammad Arbabi. Preventive Intervention to Prevent Delirium in Patients Hospitalized in Intensive Care Unit. Iranian Journal of Psychiatry; 2018.
10. Sónia Martins & Lia Fernandes. Delirium in Elderly People: A Review. Frontiers in Neurology; 2012.
11. Katarzyna Kowalska, Jakub Droś, Małgorzata Mazurek, Paulina Pasińska, Agnieszka Gorzkowska, & Aleksandra Klimkowicz-Mrowiec. Delirium Post-Stroke: Short- and Long-Term Effect on Depression, Anxiety, Apathy and Aggression (Research Study—Part of PROPOLIS Study). Journal of Clinical Medicine; 2020.
12. Ryan C. Teeple, B.S., Jason P. Caplan, M.D., and Theodore A. Stern, M.D. Visual Hallucinations: Differential Diagnosis and Treatment. The Primary Care Companion to the Journal of Clinical Psychiatry; 2009.
13. Suzanne Wass, Penelope J. Webster, & Balakrishnan R. Nair. Delirium in the Elderly: A Review. Oman Medical Journal; 2008.
14. Joaquim Cerejeira & Elizabeta B. Mukaetova-Ladinska. A Clinical Update on Delirium: From Early Recognition to Effective Management. Nursing Research and Practice; 2011.