Garam merupakan bumbu dapur yang wajib di miliki setiap rumah. Memiliki nama ilmiah natrium klorida, garam memiliki kandungan 40% natrium dan 60% klorida. Umumnya garam digunakan sebagai penyedap, penguat dan penstabil rasa masakan[1].
Garam juga dikenal selama beraba-abad sebagai pengawet makanan, sebab bakteri tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kadar garamnya tinggi. Secara alamiah tubuh kita membutuhkan natrium agar otot dapat berkontraksi dan mengendur, menghantar impuls syaraf dan menjaga keseimbangan air dan mineral[1].
Tubuh kita membutuhkan asupan garam dengan jumlah yang tepat, yaitu minimal 1.500mg/hari dan maksimal 2.300mg/hari untuk menghindari penyakit kronis[2]. Kekurangan maupun kelebihan natrium dalam tubuh akan berdampak buruk bagi kesehatan[3].
Perkembangan dunia kuliner terutama dengan munculnya trend makanan cepat saji, makanan instan dan makanan yang diawetkan (kalengan) membuat konsumsi garam meningkat sangat tajam di seluruh dunia yaitu sekitar 9-12 gr/hari[3].
Tentu saja hal tersebut berdampak serius sebab penyakit akibat kelebihan mengkonsumsi garam bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Berikut beberapa penyakit kronis yang di sebabkan mengkonsumsi garam melibihi standar.
Salah satu penyakit kronis yang paling umum di ketahui mengintai saat kita berlebihan mengkonsumsi garam adalah tekanan darah tinggi. Hal ini dikarenakan organ ginjal kesulitan menjaga kelebihan natrium dalam darah. Saat natrium menumpuk maka tubuh akan menahan air untuk mengencerkan natrium. Akibatnya jumlah cairan di sekitar sel dan volume darah meningkat dalam aliran darah[3].
Peningkatnya volume darah memaksa jantung bekerja lebih keras dan lebih banyak tekanan pada pembuluh darah. Seiring berjalannya waktu, pekerjaan dan tekanan ekstra dapat membuat pembuluh darah menjadi kaku. hal inilah yang menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, dan stroke[3].
Hipernatremia merupakan kondisi dimana jumlah natrium dalam darah berlebihan. Saat natrium tertumpuk dalam darah, akan menyebabkan cairan ditransfer keluar melalui sel. Jika cairan tersebut masuk ke dalam darah akan mengakibatkan darah menjadi encer[4].
Pergeseran cairan serta penumpukan cairan di otak dapat menyebabkan kejang, koma hingga kematian. Sementara penumpukan cairan berlebih di paru-paru dapat menyebabkan kesulitan bernapas. Gejala lain dari hipernatremia dapat ditandai dengan mual, muntah, kelelahanan, kehilangan nafsu makan, rasa haus yang intens, kebingungan, kerusakan ginjal[4].
Asupan garam yang tinggi pada tubuh dikaitkan sebagai salah satu penyebab infeksi Helicobacter pylori (jenis bakteri yang hidup di lambung). Infeksi ini terjadi saat bakteri tersebut menyerang dan merusak dindin lambung. Konsentrasi natrium yang tinggi akan mengakibatkan kerusakan mukosa dan inflamasi, hal ini pada akhirnya meningkatkan proliferasi sel dan mutasi endogen[5].
Asupan natrium yang tinggi tampaknya mengubah ketebalan dinding penghalang lendir pelindung sehingga meningkatkan kolonisasi bakteri tersebut. Dalam beberapa penelitian fenomena ini diakui sebagai faktor risiko kanker lambung[5].
Katarak merupakan penyebab kebutaan paling utama yang menyerang para manual, terutama yang berusia lebih dari 5o tahun[6]. Beberapa penelitian di Australia dan Italia menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antara asupan tinggi natrium dengan jumlah kasus katarak[7]. Jika cairan di luar sel lebih tinggi, maka akan sulit mempertahankan kadar natrium jika jumlah cairan dalam sel rendah. Proses ini diperlukan untuk transparansi lensa.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa asupan garam yang lebih tinggi meningkatkan risiko lebih besar terkena katarak subkapsular posterior[8], jenis katarak yang terbentuk di bagian belakang lensa mata yang bermula dari area berkabut ringan. Hasil studi belakangan membuktikan bahwa asupan natrium rupanya memainkan peran penting dalam patogenesis perkembangan katarak[9]
Ekskresi kalsium urin sangat di tentukan oleh asupan garam selain asupan kalsium. Ekskresi kalsium yang larut dalam urin digunakan untuk menganalisa pemecahan tulang, mendiagnosis tahap awal osteoporosis, dan memprediksi menurunnya kepadatan tulang[10].
Asupan garam tinggi menyebabkan kita kehilangan banyak kalsium urin. Hal ini berdampak pada peningkatan kadar hormon paratiroid, -dihidroksi-vitamin D, dan serumosteocalcin yang berfungsi dalam pembentukan tulang. AMP siklik urin dan hidroksiprolin urin juga meningkat yang menjadi penanda adanya resorpsi tulang[11]
Takaran yang Aman Dalam Konsumsi Garam
Seperti yang di bahas sebelumnya, asuran garam dalam tubuh kita tidak boleh kurang maupun berlebihan. Takaran yang aman untuk memenuhi kebutuhan garam harian kita hanya berkisar pada 1.500mg/hari hingga 2.300mg/hari atau 500 atau 600mg sekali makan[12]. Untuk menghindari konsumsi garam berlebihan, lakukan langkah berikut:
[1] Anonim. harvard.edu. Salt and Sodium. 2021.
[2] Dietary Reference Intakes for Sodium and Potassium. Washington (DC): National Academies Press (US); 2019.
[3] Henderson L, Irving K, Gregory J, Bates CJ, Prentice A, Perks J et al. Urinary analytes. National diet & nutrition survey: adults aged 19–64. 2003.
[4] Anonim. cdc.gov. Centers for Disease Control and Prevention. Sodium and Food Sources. 2019.
[5] Francesco Cappuccio. Kidney International Supplements. Cardiovascular and other effects of salt consumption. 2013.
[6] Leske MC, Sperduto RD. The epidemiology of senile cataracts: a review. Am J Epidemiol. 1983.
[7] Cappuccio FP, MacGregor GA. Dietary Salt Restriction: Benefits Forcardiovascular Disease And Beyond. Curr Opinion Nephrol Hypertension.1997.
[8] Cumming RG, Mitchell P, Smith W. Dietary sodium intake and cataract: the Blue Mountains Eye Study. Am J Epidemiol. 2000.
[9] Jeong Hun Bae, Doo Sup Shin,Sung Chul Lee, In Cheol Hwang. Pone journal. Sodium Intake and Socioeconomic Status as Risk Factors for Development of Age-Related Cataracts: The Korea National Health and Nutrition Examination Survey. 2013.
[10] Murad R, Qadir M, Khalil R, Baig M. Biomedica. Association of Urinary Calcium and Phosphate with Bone Mineral Density Among Postmenopausal Women. 2012.
[11] Cappuccio FP, Kalaitzidis RG, Duneclift S et al. Unravelling the linksbetween calcium excretion, salt intake, hypertension, kidney stones andbone metabolism. J Nephrol 2000
[12] Anonim. health.harvard.edu. How to avoid the health risks of too much salt. 2016