Daftar isi
Neuroma akustik merupakan kondisi yang dikenal dengan istilah vestibular schwannoma, yaitu tumor jinak yang tumbuh secara lambat pada saraf yang menghubungkan telinga bagian dalam dengan otak [1,2,6].
Saraf penghubung yang menjadi lokasi tumbuhnya tumor pada dasarnya berfungsi sebagai pengendali fungsi keseimbangan sekaligus pendengaran.
Maka ketika terjadi tekanan karena tumbuhnya tumor pada area tersebut, keseimbangan menjadi terganggu dan mulai timbul dengungan pada telinga.
Lebih parahnya, tumor jinak ini dapat mengakibatkan penderitanya kehilangan pendengaran.
Tinjauan Neuroma akustik adalah kondisi pertumbuhan tumor jinak di saraf penghubung antara otak dan telinga bagian dalam, namun memiliki proses tumbuh yang lambat.
Penyebab pasti neuroma akustik belum diketahui hingga kini, namun mutasi gen menjai salah satu dugaan paling kuat faktor penyebab timbulnya tumor jinak tersebut.
Gen pada kromosom 22 yang fungsinya tidak bekerja dengan baik dapat menjadi awal terjadinya neuroma akustik [2].
Sel Schwann atau sel yang mengelilingi sel-sel saraf di dalam tubuh dikendalikan oleh gen pada kromosom 22 tersebut.
Maka ketika fungsi gen pada kromosom 22 tidak berfungsi dengan normal, hal ini berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan sel Schwann.
Keseimbangan pun dapat terpengaruh karena saraf pengatur keseimbangan terkena dampak dari perubahan fungsi gen.
Selain itu, neurofibromatosis tipe 2 adalah jenis penyakit yang juga berhubungan dengan timbulnya neuroma akustik [2,6].
Kelainan genetik ini utamanya terjadi dengan tanda tumor tumbuh pada jaringan saraf manapun di dalam tubuh.
Berikut ini merupakan sejumlah faktor yang mampu memperbesar potensi seseorang dalam mengalami neuroma akustik [2,6] :
Tinjauan Gen pada kromosom 22 yang mengalami gangguan dapat berpengaruh pada fungsinya yang berkaitan dengan pertumbuhan sel Schwann. Selain itu, faktor seperti penyakit neurofibromatosis tipe 2 juga mampu meningkatkan risiko terjadinya neuroma akustik.
Bila ukuran tumor yang tumbuh sangat kecil maka biasanya tidak terdapat gejala apapun yang dirasakan atau gejala yang timbul tidak terlalu signifikan.
Namun jika tumor yang tumbuh cukup besar, gejala dapat mulai dirasakan oleh penderita.
Ini karena tumor berukuran besar memberikan tekanan pada saraf pengendali fungsi keseimbangan dan pendengaran penderita.
Semakin besar ukuran tumor, semakin terasa dan nampak juga gejala yang ditimbulkan, yaitu seperti berikut [2,3,6] :
Makin membesarnya ukuran tumor sekalipun bersifat jinak, sejumlah gejala lainnya yang lebih serius juga dapat dialami penderita.
Kapan seharusnya memeriksakan diri ke dokter?
Segera periksakan diri ke dokter ketika salah satu telinga mulai mengalami dengungan pada telinga, kehilangan keseimbangan atau kehilangan pendengaran.
Deteksi dini melalui mampu membantu pasien dalam menghambat pertumbuhan tumor agar tidak semakin besar dan membahayakan jiwa.
Tinjauan Vertigo, telinga berdengung, serta kehilangan pendengaran dan keseimbangan tubuh menjadi gejala utama neuroma akustik. Namun jika sudah parah, kelumpuhan wajah, sakit kepala persisten, disfagia (kesulitan menelan), ataksia, dan perubahan suara dapat terjadi sebagai gejalanya.
Diagnosa awal neuroma akustik cukup sulit karena pada tahap awal gejala tidak begitu dirasakan atau nampak.
Namun bila telinga mengalami dengungan hingga sakit kepala terus-menerus ditambah salah satu sisinya kehilangan pendengaran, maka beberapa metode diagnosa berikut perlu ditempuh oleh pasien.
Tinjauan Pemeriksaan untuk mendiagnosa neuroma akustik umumnya meliputi pemeriksaan fisik, audiometri, tes pemindaian (MRI dan CT scan), dan electronystagmography.
Ukuran tumor serta lokasi tumbuhnya tumor menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dokter sebelum menentukan pengobatan yang terbaik dan sesuai bagi pasien.
Tingkat kecepatan tumor berkembang pun menjadi salah satu hal yang menentukan metode perawatan bagi pasien.
1. Observasi Pertumbuhan Tumor [2,3,4,5,6]
Pertumbuhan tumor neuroma akustik dengan ukuran kecil termasuk sangat lambat dan tanpa gejala.
Maka sebelum memutuskan jenis perawatan yang diberikan kepada pasien, dokter perlu mengamati sekaligus menerapkan tes pemindaian serta tes pendengaran secara berkala dan rutin.
Untuk mengetahui tingkat perkembangan tumor, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut perlu ditempuh pasien setiap 6 bulan atau 1 tahun.
2. Operasi [1,2,3,4,5,6]
Operasi merupakan tindakan medis yang biasanya diterapkan dokter untuk mengangkat tumor jinak yang ada pada tubuh pasien.
Dokter biasanya akan merekomendasikan tindakan operasi pengangkatan tumor dengan tujuan agar kelumpuhan wajah tidak terjadi.
Ini karena tumor yang semakin besar mampu menekan dan menggangu bahkan merusak saraf wajah pasien.
Prosedur operasi seperti biasa akan diawali dengan pemberian anestesi pada pasie sebelum dimulainya proses pengangkatan tumor melalui bagian dalam telinga.
Pada beberapa kasus, ada kalanya seluruh tumor tidak dapat diangkat, khususnya jika letak tumor terlalu dekat dengan saraf wajah atau dengan beberapa bagian otak yang sangat penting.
Sebelum memutuskan untuk menempuh operasi pengangkatan tumor, pastikan sudah lebih dulu berkonsultasi dengan dokter mengenai manfaat dan tujuan operasi sekaligus sejumlah efek sampingnya.
3. Terapi Radiasi [2,3,4,5,6]
Terapi radiasi terdiri dari beberapa metode dan berikut ini adalah beberapa tindakan terapi radiasi yang dapat ditempuh oleh pasien dalam menangani neuroma akustik.
Terapi sinar proton merupakan jenis terapi radiasi dengan pemanfaatan sinar proton berenergi tinggi.
Sinar proton digunakan oleh tenaga medis untuk menangani masalah tumor di dalam tubuh pasien yang juga bermanfaat dalam meminimalisir paparan radiasi pada area sekitar pertumbuhan tumor.
Jenis terapi radiasi ini direkomendasikan dokter sebagai metode untuk menghambat supaya tumor tidak makin berkembang.
Hanya saja, tindakan medis ini umumnya diperuntukkan bagi pasien dengan tumor yang berukuran kecil.
Jika tumor tidak sampai 3 cm ukurannya, maka terapi radiasi ini dapat ditempuh, termasuk juga bagi pasien yang tak mampu menjalani operasi karena terdapat kondisi medis tertentu sehingga membutuhkan perawatan alternatif.
Untuk benar-benar mengetahui efektivitas stereotactic radiosurgery dalam menghentikan pertumbuhan tumor, pasien perlu melakukan pemeriksaan rutin secara berkala.
Usai menempuh stereotactic radiosurgery, dokter perlu mengecek berkala apakah tumor berhasil dihentikan pertumbuhannya, maka tes pendengaran dan pemindaian harus tetap pasien jalani.
Meski penanganan neuroma akustik dengan metode ini sudah cukup umum, beberapa risiko pun tetap perlu diketahui dan diwaspadai.
Pertumbuhan tumor berpotensi terus terjadi, yang artinya risiko kegagalan stereotactic radiosurgery cukup tinggi.
Tak hanya itu, risiko dengungan di telinga, kehilangan pendengaran hingga kelumpuhan wajah serta tubuh yang kehilangan keseimbangan juga perlu diwaspadai.
4. Penanganan Lainnya
Terapi lainnya yang kemungkinan dokter berikan pada pasien supaya dapat beraktivitas lebih baik tanpa terganggu oleh gejala antara lain adalah [8] :
Tinjauan Observasi, operasi, dan terapi radiasi merupakan langkah-langkah penanganan neuroma akustik. Penanganan akan didasarkan pada ukuran tumor, letak tumor, dan tingkat kecepatan tumbuhnya tumor. Selain itu, beberapa perawatan lain seperti terapi keseimbangan, pemakaian alat bantu dengar, terapi fisik dan terapi okupasi kemungkinan dibutuhkan oleh pasien.
Komplikasi dapat dibagi menjadi dua jenis kondisi; pertama, komplikasi yang terjadi karena neuroma akustik tidak ditangani sehingga tumor tumbuh semakin besar dengan kondisi yang makin serius.
Kondisi komplikasi kedua adalah efek dari tindakan operasi yang tidak selalu tepat dan efektif sehingga berakibat pada kondisi yang lebih buruk [4,6].
Jika tumor terlambat ditangani dan diangkat, beberapa komplikasi yang umumnya terjadi pada penderita adalah :
Operasi pengangkatan tumor tidak selalu berhasil sepenuhnya, bahkan terkadang mampu memperburuk kondisi pasien.
Beberapa komplikasi yang berpotensi terjadi pada pasien akibat operasi yang tidak bekerja semestinya adalah :
Karena neuroma akustik merupakan kondisi kelainan genetik dan merupakan penyakit keturunan, hal ini cukup sulit untuk dicegah.
Pencegahan dapat dilakukan oleh para calon orang tua di mana sebelum merencanakan kehamilan dapat menemui dokter dan melakukan tes atau konseling genetik.
Selain itu, penting untuk berkonsultasi baik sebelum maupun sesudah menempuh terapi radiasi, begitu juga dengan menghindari sebisa mungkin suara-suara berisik yang bising.
Tinjauan Pencegahan tumbuhnya tumor jinak yang disebut dengan neuroma akustik cukup sulit, namun para calon orangtua dapat coba melakukan tes genetik sebelum memiliki anak, berkonsultasi dengan dokter sebelum dan seusai terapi radiasi, atau menghindari suara dengan tingkat kebisingan tinggi.
1. Christanto, Sandhi, Suarjaya, I Putu Pramana, & Rahardjo, Sri. Penatalaksanaan Anestesi pada Pembedahan Akustik Neuroma dengan Monitoring Saraf Kranialis. Jurnal Neuroanestesi Indonesia; 2016.
2. Joshua Greene & Mohammed A. Al-Dhahir. Acoustic Neuroma (Vestibular Schwannoma). Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
3. Robert W Foley, Shahram Shirazi, Robert M Maweni, Kay Walsh, Rory McConn Walsh, Mohsen Javadpour, & Daniel Rawluk. Signs and Symptoms of Acoustic Neuroma at Initial Presentation: An Exploratory Analysis. Cureus; 2017.
4. Elisabetta Zanoletti, Chiara Faccioli, & Alessandro Martini. Surgical treatment of acoustic neuroma: Outcomes and indications. Reports of Practical Oncology and Radiotherapy; 2016.
5. Shearwood McClelland, III, Hongfei Guo, & Kolawole S. Okuyemi. Morbidity and mortality following acoustic neuroma excision in the United States: analysis of racial disparities during a decade in the radiosurgery era. Neuro-Oncology; 2011.
6. Anonim. Acoustic neuroma (vestibular schwannoma). National Health Service; 2019.
7. Y Okada, M Takahashi, A Saito, & J Kanzaki. Electronystagmographic Findings in 147 Patients With Acoustic Neuroma. Acta oto-laryngologica Supplementum; 1991.
8. Pradnya Bhovad & Jayashree Kale. The effectiveness of early vestibular rehabilitation on balance after acoustic neuroma surgery: A comparative study. The Indian Journal of Occupational Therapy; 2015.