Daftar isi
Penyakit Whipple adalah jenis penyakit infeksi bakteri yang umumnya terjadi pada saluran pencernaan di mana kondisi ini sangat langka. [1,2,3,4]
Pria dengan usia 40-60 tahun jauh lebih berisiko mengalami penyakit Whipple yang bila tak ditangani dengan benar maka dapat berakibat pada infeksi yang menyerang organ tubuh lainnya dan mengancam jiwa penderitanya.
Tinjauan Penyakit Whipple merupakan penyakit infeksi bakteri langka yang menular. Umumnya, saluran pencernaan pria berusia antara 40-60 tahunlah yang lebih berisiko terserang infeksi.
Bakteri Tropheryma whipplei merupakan penyebab utama terjadinya penyakit Whipple yang bahkan hingga kini para peneliti belum mengetahui secara jelas bagaimana bakteri jenis ini dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan infeksi.
Namun ketika bakteri ini masuk ke dalam tubuh, dinding usus halus mengalami luka karenanya.
Infeksi bakteri juga menyebabkan kerusakan vili; vili yaitu bagian usus yang memiliki fungsi utama sebagai pendukung proses penyerapan nutrisi dari asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari [1,2].
Tak hanya luka pada dinding usus halus maupun vili, jaringan pada jaringan sistem pencernaan berpotensi menebal karena infeksi.
Walau belum terlalu jelas bagaimana bakteri tersebut menyebabkan infeksi, banyak peneliti yang meyakini bahwa penyakit ini justru merupakan cacat genetik yang terjadi pada sistem imun.
Karena gangguan tersebut, maka sedikit saja paparan terhadap bakteri dapat menyebabkan seseorang mudah sakit.
Meski masih terdapat banyak dugaan, beberapa hal berikut menjadi faktor risiko yang patut dikenali dan diwaspadai [1,2,3] :
Karena merupakan penyakit infeksi bakteri, maka penyakit Whipple adalah jenis penyakit menular.
Bakteri penyebab penyakit Whipple pun dapat bertahan di dalam tubuh seseorang tanpa orang tersebut mengalami penyakitnya.
Jika demikian, maka orang tersebut disebut dengan karier (pembawa) penyakit Whipple di mana ia dapat menularkan penyakit tanpa harus menjadi seorang penderita.
Pada manusia pembawa penyakit Whipple (yaitu ketika bakteri Tropheryma whipplei ada di dalam tubuhnya), ia juga tidak mengalami maupun menunjukkan gejala penyakit Whipple sama sekali.
Tinjauan - Bakteri Tropheryma whipplei adalah jenis bakteri yang mampu menginfeksi dan menyebabkan seseorang menderita penyakit Whipple. - Sementara itu, beberapa faktor seperti jenis kelamin laki-laki, usia 40-60 tahun, pekerjaan yang dekat dengan air limbah dan tanah, serta keturunan kulit putih Eropa dan Amerika Utara dapat memperbesar risiko seseorang terkena penyakit Whipple.
Gejala penyakit Whipple dibagi menjadi dua kondisi, yaitu gejala umum dan gejala yang lebih jarang terjadi.
Beberapa gejala yang terkait dengan sistem pencernaan serta keluhan lain yang menyertai antara lain adalah [2,3,4] :
Tidak hanya gejala-gejala yang telah disebutkan di atas, beberapa keluhan seperti di bawah ini berpotensi terjadi pada penderita sekalipun jarang terjadi [1,3] :
Perkembangan gejala penyakit Whipple tergolong sangat lambat sehingga walau sudah terkena infeksinya, seseorang tersebut belum tentu secara langsung mengalami gejala.
Bahkan pada beberapa kasus, membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun bagi gejala untuk berkembang semakin parah.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Berat badan yang turun tanpa alasan jelas disertai dengan beberapa gejala lain yang dirasa tak wajar seperti radang dan nyeri sendi perlu segera diperiksakan.
Deteksi dini akan membantu pasien dalam mendapatkan penanganan dini sehingga tingkat kesembuhan lebih tinggi.
Bahkan setelah pasien memperoleh penanganan dari dokter, kondisi pasien masih harus berada di bawah pantauan dokter.
Dokter perlu mengetahui apakah gejala masih berkembang karena beberapa pengobatan berpotensi tidak terlalu efektif.
Tinjauan Gejala umum penyakit Whipple meliputi sakit perut terutama setiap seusai makan, kram perut, anemia, diare, tubuh lemah dan cepat lelah, berat badan turun, hingga radang pada sendi.
Rangkaian metode diagnosa perlu ditempuh pasien untuk mengonfirmasi penyakit Whipple dan berikut ini adalah bentuk pemeriksaan yang umumnya dokter lakukan [1,2,3,4] :
Pemeriksaan fisik selalu menjadi tindakan diagnosa awal yang dokter lakukan pada pasien untuk mengidentifikasi gejala fisik.
Pada pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa keberadaan kondisi hiperpigmentasi (menggelapnya kulit) serta mengecek tingkat kelembutan perut pasien.
Sebagai tes penunjang, dokter kemungkinan meminta pasien menjalani pemeriksaan darah lengkap.
Untuk mengetahui apakah kadar sel darah merah dan konsentrasi albumin pada tubuh pasien rendah, tes ini sangat diperlukan.
Dari hasilnya, dokter pun dapat mengetahui apakah pasien mengalami anemia (salah satu gejala dari penyakit Whipple).
Tes dengan mengambil sampel jaringan juga merupakan metode diagnosa penunjang yang sangat dibutuhkan.
Dokter akan mengambil sampel jaringan dinding usus halus melalui prosedur endoskopi gastrointestinal bagian atas.
Prosedur medis endoskopi ini adalah proses pemeriksaan visual untuk mengetahui kondisi pencernaan bagian atas dengan memasukkan selang fleksibel tipis ke mulut pasien yang kemudian melewati tenggorokan menuju perut dan usus halus.
Setelah berhasil mengambil sampel jaringan dari beberapa bagian dinding usus halus, sampel ini kemudian akan dianalisia di laboratorium untuk mendeteksi keberadaan bakteri Tropheryma whipplei.
Hanya saja, seringkali cara ini tak mampu secara akurat mengonfirmasi diagnosa sehingga pengambilan sampel jaringan perlu dilakukan ulang di lokasi berbeda, yaitu kelenjar getah bening pasien yang membengkak.
Bila diperlukan, tes PCR (polymerase chain reaction) atau reaksi rantai polimerase akan dokter terapkan.
Tujuan tes adalah untuk mendeteksi bakteri Tropheryma whipplei melalui tes berdasarkan DNA pasien dengan mengambil dan menganalisa sampel cairan tulang belakang.
Gejala penyakit Whipple seringkali dianggap mirip dengan beberapa kondisi medis lainnya.
Jika tidak diperiksa dengan seksama dengan metode diagnosa penunjang yang tepat, dokter kemungkinan dapat menghasilkan diagnosa yang keliru dengan beberapa kondisi berikut :
1. Hipertiroidisme
Ketika kelenjar tiroid sangat aktif, maka hormon yang dihasilkan pun berlebihan, inilah kondisi yang disebut hipertiroidisme [1,5].
Sejumlah gejala yang dapat terjadi ketika hipertiroidisme menyerang adalah :
2. Penyakit Radang Usus dengan Artropati
Radang usus adalah kondisi saat saluran pencernaan mengalami peradangan yang ditandai dengan keberadaan luka atau iritasi [1,6].
Disebut mirip dengan penyakit Whipple karena gejala mengarah pada sistem pencernaan, sebenarnya keduanya tetap adalah kondisi yang berbeda.
Beberapa gejala penyakit Whipple yang perlu dikenali antara lain adalah :
3. TBC / Tuberkulosis
Pada kasus TBC atau tuberkulosis yang merupakan jenis penyakit paru, penyebab utamanya adalah bakteri bernama Mycobacterium tuberculosis [1,7].
Dari penyebabnya saja, tuberkulosis dan penyakit Whipple sudah berbeda, begitu pun gejala yang memiliki kemiripan namun sebenarnya berbeda karena TBC memiliki gejala sebagai berikut :
Bakteri penyebab penyakit TBC umumnya dapat menyerang organ lain selain paru, yaitu kelenjar, usus, hingga tulang.
Namun, yang membedakannya dari penyakit Whipple adalah gejala berupa batuk berdahak yang biasanya tak kunjung sembuh sampai 3 minggu atau lebih.
4. HIV
HIV atau human immunodeficiency virus merupakan jenis virus perusak sistem imun tubuh manusia yang diserangnya [1,8].
Sel CD4 di dalam tubuh akan terinfeksi dan menjadi hancur.
Sebagai dampaknya, sistem imun melemah sehingga penderita menjadi lebih mudah sakit.
Berikut ini adalah gejala HIV yang perlu dikenali agar dapat membedakannya dari penyakit Whipple :
Gejala awal pada kasus infeksi HIV umumnya cukup cepat terjadi, yaitu antara 2-4 minggu usai terinfeksi, begitu pula dengan perkembangan virus di dalam tubuh penderitanya. Justru pada awal terinfeksi, perkembangan virus terjadi cepat dan tak terkontrol.
5. Gangguan Jaringan Ikat
Penyakit jaringan ikat berhubungan dengan lupus eritematosis sistemik, skleroderma, hingga radang sendi seperti rematik [1,9].
Ini karena gangguan pada jaringan ikat adalah kondisi dari beberapa penyakit yang melibatkan kulit, otot hingga sendi namun juga berkaitan dengan organ tubuh lainnya.
Tinjauan Metode pemeriksaan untuk mendiagnosa penyakit Whipple umumnya adalah pemeriksaan fisik, tes darah, serta biopsi yang akan mengeliminasi berbagai kemungkinan penyakit lain (hipertiroid, penyakit jaringan ikat, HIV, TBC, serta penyakit radang usus dengan artropati) dengan gejala yang mirip.
Pengobatan penyakit Whipple umumnya adalah dengan pemberian obat-obatan atau suplemen.
Pengobatan penyakit Whipple juga berjangka waktu panjang karena mampu mencapai dua tahun untuk dapat benar-benar membunuh bakteri penyebab penyakit ini.
Hanya saja untuk mengurangi efek gejala yang timbul, biasanya jauh lebih cepat dan hanya membutuhkan waktu sekitar dua minggu atau kurang untuk meredakan gejala.
Berikut ini merupakan pengobatan penyakit Whipple yang diberikan oleh dokter :
1. Antibiotik
Karena penyakit Whipple disebabkan oleh infeksi bakteri, penanganan terbaik adalah dengan memberi pasien obat antibiotik.
Dokter biasanya memilih antibiotik yang mampu mengatasi infeksi di saluran pencernaan sekaligus melawan bakteri yang kemungkinan sudah menyerang sistem saraf pusat serta otak pasien.
Penggunaan antibiotik yang cukup lama membuat pasien harus tetap di bawah pengawasan dokter.
Pemantauan terhadap kondisi pasien selama pemakaian antibiotik bertujuan utama untuk mengetahui seperti apa perkembangan gejala pasien dan apakah pasien memiliki resistensi terhadap jenis obat yang diberikan [1,3,4].
Konsultasikan lebih jauh dengan dokter mengenai efek samping dari penggunaan antibiotik-antibiotik tersebut.
2. Suplemen
Malabsorpsi nutrisi menjadi masalah yang dihadapi oleh para penderita penyakit Whipple, oleh sebab itu dokter biasanya akan memberikan suplemen [1,10,11].
Suplemen vitamin dan mineral seperti magnesium, asam folat, vitamin D, vitamin B12, zat besi dan kalsium perlu dikonsumsi pasien untuk menjaga agar fungsi tubuh tetap baik dengan terpenuhinya nutrisi lengkap.
Tinjauan Pemberian antibiotik dalam bentuk suntikan maupun oral adalah cara pengobatan penyakit Whipple secara umum. Namun, dokter juga akan memberi suplemen untuk penambahan nutrisi tubuh pasien yang mengalami malabsorpsi nutrisi.
Seiring waktu gejala penyakit Whipple dapat berkembang semakin buruk yang jika tidak mendapatkan penanganan secepatnya maka risiko komplikasinya pun semakin tinggi [1].
Penyakit Whipple yang tidak memperoleh pengobatan mampu mengakibatkan kondisi defisiensi nutrisi karena malabsorpsi nutrisi [12].
Selain kekurangan nutrisi, komplikasi lainnya yang mampu mengancam jiwa penderitanya adalah sepsis dan kerusakan otak yang berpotensi besar berujung pada kematian.
Tinjauan Risiko komplikasi penyakit Whipple paling tinggi adalah defisiensi nutrisi, sepsis, hingga kerusakan otak serta kematian.
Pencegahan tidak memungkinkan bagi penyakit Whipple karena seringkali kita tak menyadari kapan bakteri penyebab penyakit ini masuk ke dalam tubuh dan menginfeksi.
Namun untuk meminimalisir risiko infeksi, selalu pastikan menjaga kebersihan diri, yaitu dengan rajin mencuci tangan dengan benar dan bersih setiap sehabis melakukan kegiatan apapun.
Sebagai upaya pencegahan komplikasi, maka pengobatan antibiotik sedini mungkin diperlukan oleh pasien [1,2].
Tinjauan Pencegahan penyakit Whipple cenderung tidak memungkinkan karena bakteri dapat memasuki dan menginfeksi tubuh kapan saja tanpa disadari. Namun untuk meminimalisir peluang bakteri masuk dan menginfeksi dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri yang benar.
1. Catiele Antunes & Mayank Singhal. Whipple Disease. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
2. Wilfried Obst, Ulrike von Arnim & Peter Malfertheiner. Whipple's Disease. Viszeralmedizin; 2014.
3. Fabrizio Dutly & Martin Altwegg. Whipple's Disease and “Tropheryma whippelii”. Clinical Microbiology Reviews; 2001.
4. Jan Peregrin & Hana Malikova. Primary Whipple disease of the brain: case report with long-term clinical and MRI follow-up. Primary Whipple disease of the brain: case report with long-term clinical and MRI follow-up. Neuropsychiatric Disease and Treatment; 2015.
5. Simone De Leo, Sun Y Lee, & Lewis E Braverman. Hyperthyroidism. HHS Public Access. 2016.
6. Sheila L. Arvikar & Mark C. Fisher. Inflammatory bowel disease associated arthropathy. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine; 2011.
7. Rotimi Adigun & Rahulkumar Singh. Tuberculosis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
8. Angel A. Justiz Vaillant & Peter G. Gulick. HIV Disease. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
9. Vijay Rao & Simon Bowman. Latest advances in connective tissue disorders. Therapeutic Advances in Musculoskeletal Disease; 2013.
10.. Jan Bureš, Marcela Kopáčová, Tomáš Douda, Jolana Bártová, Jan Tomš, Stanislav Rejchrt & Ilja Tachecí. Whipple's Disease: Our Own Experience and Review of the Literature. Gastroenterology Research and Practice; 2013.
11. Muhammad Saboor, Amtuz Zehra, Khansa Qamar, & Moinuddin. Disorders associated with malabsorption of iron: A critical review. Pakistan Journal of Medical Sciences; 2015.
12. A. Ensari. The Malabsorption Syndrome and Its Causes and Consequences. Elsevier Public Health Emergency Collection; 2014.