Cegukan atau bisa juga disebut dengan singultus merupakan kondisi di mana otot diafragma dan otot interkostal mengalami kontraksi yang tidak menentu dengan onset yang tiba-tiba dan segera diikuti oleh penutupan laring. Kondisi ini menyebabkan timbulnya aliran udara yang masuk ke paru-paru yang kemudian akan menyebabkan timbulnya suara “hik”. [1]
Umumnya, cegukan yang terjadi pada pasien stroke disebabkan karena stroke iskemik. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa stroke hemoragik juga dapat menyebabkan cegukan. Berikut penyebab Cegukan Pada Pasien Stroke.
Daftar isi
Lateral medullary infarction (LMI) atau yang biasa juga disebut dengan wallenberg’s syndrome merupakan salah satu sindrom vaskular yang paling umum dari sirkulasi posterior, bersamaan dengan terjadinya peristiwa seperti arteri serebral inferior posterior atau arteri vertebralis. Beberapa gejala umum yang mungkin dapat timbul pada lateral medullary infarction, antara lain seperti berikut ini. [6]
Mekanisme pasti terjadinya cegukan pada pasien stroke atau pada lateral medullary infarction tidak dapat diketahui secara pasti, namun beberapa hal yang dapat diasumsikan, antara lain sebagai berikut. [6]
Pada kondisi lateral medullary infarction, terjadi ketidakseimbangan antara ekspirasi dan inspirasi pada pernapasan dengan pusat ekspirasi dan inspirasi berada di medula oblongata di mana terdapat daerah yang mengalami tumpang tindih sehingga area ekspirasi menjadi lebih besar dibandingkan area inspirasi.[6]
Area ini juga kemudian memanjang lebih ke lateral dan dorsal dalam formasi retikular medula. Apabila terdapat lesi di bagian sekitar nukleus ambiguus medula, maka pusat ekspirasi akan menjadi hancur dan terjadilah ketidakseimbangan antara ekspirasi dan inspirasi sehingga menyebabkan terjadinya cegukan. [6]
Cegukan pada pasien stroke juga mungkin dapat muncul dari iskemia di bagian nukleus motorik dorsal atau nukleus traktus soliter. Tidak hanya itu, cegukan juga dilaporkan terjadi akibat adanya angioma atau adanya tumor di bagian medula, perdarahan primer medula, dan tumor atau tuberkuloma pada brain stem atau batang otak. [6]
Pada dasarnya, cegukan merupakan kondisi self limited atau kondisi di mana tubuh sebenernya dapat memperbaiki atau mengobati dengan sendirinya. Namun, ketika cegukan sudah berlangsung mencapai 48 jam, maka cegukan dianggap dalam kondisi cegukan yang persisten.[1]
Mekanisme cegukan terjadi melalui lengkung refleks yang terdiri dari jalur aferen, pusat cegukan, dan jalur eferen. Jalur aferen terdiri dari nervus frenikus, nervus vagus, atau aferen simpatik dari T6 atau thorakal 6 ke T12. Sedangkan jalur eferen terutama pada nervus frenikus. [2] Sedangkan pusat neuroanatomi pada cegukan belum diketahui secara pasti. [3].
Cegukan memiliki penyebab sentral dan perifer. Penyebab sentral terjadi karena adanya lesi antara jalur dari sistem saraf pusat ke nervus frenikus, terutama pada penyakit-penyakit brain stem atau batang otak, seperti stroke iskemik, dolikoektasia arteri basilar, tumor, ensefalitis atau infeksi pada parenkim otak, sedangkan cegukan yang terjadi akibat penyebab perifer terjadi karenya penyakit pada tingkat nervus frenikus, seperti distensi lambung. [3]
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, stroke merupakan salah satu penyebab sentral terjadinya cegukan. Stroke merupakan kondisi di mana terjadi oenurunan perfusi atau aliran darah pada otak. Pada dasarnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.[5]
Stroke iskemik merupakan stroke yang disebabkan oleh oklusi dan penyumbatan pembuluh darah otak yang mencakup sekitar 80%. Sedangkan stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di mana sekitar 20% kejadian disumbangkan oleh cerebrovascular accidents (CVA). [4]
Karena aliran darah berkurang, dalam kondisi stroke otak akan mengalami kekurangan suplai oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan. Beberapa gejala yang mungkin timbul pada stroke, antara lain sebagai berikut. [5]
Itulah mekanisme dan penyebab cegukan pada pasien stroke. Untuk mengetahui adanya kondisi lateral medullary infarction, dokter perlu melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan neurologi, darah rutin, EKG, ECHO, dan pemeriksaan pencitraan, seperti CT scan dan MRI. [7] Apabila kondiri lateral medullary infarction telah ditegakkan melalui hasil pemeriksaan, diperlukan monitoring di ICU. Selain itu, dokter mungkin juga akan memberikan beberapa terapi berikut.
1. Full-Young Changcorresponding, Ching-Liang Lu. ncbi.nlm.nih.gov. Hiccup: Mystery, Nature and Treatment. 2012.
2. Ryo Itabashi,corresponding, Kaoru Endo, Takuya Saito, Kazuki Fukuma & Yukako Yazawa. ncbi.nlm.nih.gov. Supratentorial infarcts accompanying hiccup. 2019.
3. V. Sampath, Mahesh R. Gowda, H. R. Vinay & S. Preethi. ncbi.nlm.nih.gov. Persistent Hiccups (Singultus) as the Presenting Symptom of Lateral Medullary Syndrome. 2014.
4. Seyedhossein Ojaghihaghighi, Samad Shams Vahdati, Akram Mikaeilpour & Ali Ramouz. ncbi.nlm.nih.gov. Comparison of neurological clinical manifestation in patients with hemorrhagic and ischemic stroke. 2017.
5. cdc.gov. Stroke. 2020.
6. M H Park, B J Kim, S B Koh, M K Park, K W Park & D H Lee. jnnp.bmj.com. Lesional location of lateral medullary infarction presenting hiccups (singultus). 2004.
7. Fatima Saleem, Joe M Das. ncbi.nlm.nih.gov. Lateral Medullary Syndrome. 2021.