Penyakit & Kelainan

Skizofrenia Paranoid : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Skizofrenia Paranoid?

Skizofrenia Paranoid ( img : Flipboard )

Skizofrenia paranoid merupakan salah satu jenis kondisi skizofrenia paling umum yang ditandai dengan gejala khas berupa halusinasi serta delusi [2,3,4,5,6].

Waham sendiri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu yang tidak nyata.

Siapa saja dapat memiliki kondisi ini, namun umumnya skizofrenia paranoid terjadi pada usia antara 18-30 tahun [12].

Skizofrenia paranoid adalah kondisi ketika seseorang memiliki rasa takut dan curiga berlebihan terhadap suatu hal yang tak nyata.

Penderitanya sering mengalami halusinasi pendengaran, seperti dikendalikan, dikejar, atau bahkan diperintah oleh orang lain.

Karena hal tersebut terjadi secara terus-menerus, perilaku dan cara pikir penderita pun berubah tidak senormal orang pada umumnya di mana akan lebih buruk ketika penderita mengalami depresi [3].

Tinjauan
Skizofrenia paranoid merupakan jenis skizofrenia paling umum yang ditandai dengan delusi dan halusinasi, khususnya halusinasi pendengaran.

Contoh Kasus Skizofrenia Paranoid

Salah satu contoh kasus skizofrenia paranoid adalah Isabella Guzman yang belum lama kembali viral.

Isabella Guzman sendiri merupakan seorang perempuan asal Colorado, Amerika Serikat [5].

Dirinya menjadi sorotan warganet usai kasus pembunuhan terhadap ibu kandungnya sendiri secara keji pada tahun 2013 lalu.

Ia melakukan pembunuhan tersebut saat usianya masih 18 tahun dengan 151 tusukan pada leher dan wajah ibunya.

Usai melakukan tindakan mengerikan tersebut, Guzman sempat membersihkan bekas darah pada dirinya di sebuah mini market dekat rumah.

Ia bahkan membohongi petugas mini market bahwa dirinya telah diperkosa.

Namun, 16 jam setelah pembunuhan terjadi rupanya pihak kepolisian mampu menangkap Isabella Guzman dan pada sidang pengadilannya pun remaja ini dinyatakan tidak bersalah.

Tidak hanya tak bersalah, tapi Guzman juga tidak dipenjara karena ia dinyatakan mengidap gangguan kejiwaan.

Dokter Richard Pounds yang menangani Guzman di Rumah Sakit Pemerintah di Pueblo mendiagnosanya mengidap skizofrenia paranoid.

Menurut keterangan sang dokter, Guzman sering berbicara sendiri padahal tidak didapati orang lain di ruangan yang sama dengannya.

Ia juga sering tertawa sendiri atau menatap ke ruang hampa. Dokter yang merawat Guzman juga mengungkapkan bahwa selama ini Guzman memiliki delusi bahwa ibu yang telah ia bunuh bukanlah ibu kandungnya.

Ada sosok lain yang selama ini Guzman anggap sebagai ibu kandungnya, bukan Yun Min Hoy, melainkan Cecela.

Guzman meyakini bahwa ia telah menyelamatkan dunia dengan membunuh ibu kandungnya tersebut.

Dan karena kejadian tersebut, kemungkinan bagi remaja ini untuk menetap di rumah sakit jiwa seumur hidupnya sangatlah besar.

Fakta Tentang Skizofrenia Paranoid

  1. Prevalensi skizofrenia paranoid secara global bervariasi, namun terdapat perkiraan bahwa kurang lebih 1% orang dewasa mengalaminya, sementara di Amerika Serikat prevalensinya adalah 0,6-1,9% [1].
  2. Risiko pria mengidap skizofrenia jauh lebih tinggi daripada wanita [1].
  3. Prevalensi skizofrenia juga diketahui lebih tinggi pada keturunan Afro-Karibia [1].
  4. Prevalensi skizofrenia di Indonesia secara total belum diketahui karena datanya belum tersedia, namun prevalensi paling tinggi yang dilaporkan adalah pada tahun 2013 dengan persentase 2,7% di D.I. Yogyakarta dan Aceh [2].
  5. Di Indonesia, hasil data instalasi rekam medik di RSJ Soeharto Heerdjan menunjukkan bahwa terdapat 782 orang penderita skizofrenia paranoid dan 170 penderita skizofrenia paranoid dengan gejala depresi pada tahun 2010 [3].

Penyebab Skizofrenia Paranoid

Hingga kini penyebab pasti skizofrenia paranoid belum diketahui, namun diduga kuat bahwa kondisi psikologis ini adalah faktor yang diturunkan.

Jadi ketika ada anggota keluarga yang mengalaminya, maka otomatis hal ini akan diturunkan ke anak-anaknya [1,2,3].

Meski demikian, tak semua orang dengan skizofrenia paranoid memiliki anggota keluarga dengan kasus yang sama.

Faktor Risiko Skizofrenia Paranoid

Penyebab skizofrenia paranoid memang belum diketahui pasti, namun terdapat beberapa faktor risiko yang perlu dikenali [1,2,3,5].

  • Gangguan pada otak.
  • Kelainan pada otak.
  • Pada waktu di dalam kandungan atau pada usia kanak-kanak pernah mengalami infeksi virus.
  • Memiliki riwayat trauma pada usia anak-anak, seperti pelecehan seksual, perundungann (pembullyan), atau mengalami kehilangan atau perceraian orang tua.
Tinjauan
Faktor genetik diketahui mampu menyebabkan skizofrenia paranoid. Namun gangguan dan penyakit pada otak, hingga riwayat traumatis di usia kanak-kanak dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami skizofrenia paranoid.

Gejala Skizofrenia Paranoid

Skizofrenia paranoid menimbulkan sejumlah gejala utama, yaitu waham atau delusi dan halusinasi.

Halusinasi yang dialami penderita lebih kepada halusinasi pendengaran dan seiring waktu gejala ini dapat berkembang [1,2,3,4].

Walau penderita kemungkinan mengalami gejala halusinasi pendengaran yang mereda, hanya saja gejala satu ini tidak dapat sembuh total.

Jenis delusi pun sebenarnya terdapat banyak kondisi, namun pada skizofrenia paranoid penderita memiliki delusi kejar.

Seseorang meyakini bahwa dirinya dikejar seseorang atau sesuatu yang membuatnya cemas dan takut berlebihan.

Delusi kejar ini jugalah gejala yang menandakan bahwa penderita tak memiliki kemampuan dalam membedakan realita dan bukan.

Bentuk delusi kejar yang penderita dapat alami sehari-hari antara lain :

  • Merasa bahwa orang-orang di sekitarnya bersekongkol untuk membuatnya celaka.
  • Merasa bahwa seseorang tengah memata-matai aktivitasnya sehari-hari.
  • Bagi yang telah memiliki pasangan, ia merasa pasangannya sedang berselingkuh.
  • Merasa orang-orang terdekat sedang mencoba mencelakai dirinya, seperti meracuninya lewat makanan atau minuman misalnya.

Tidak hanya delusi kejar dan halusinasi, skizofrenia paranoid juga dapat ditandai dengan perilaku penderitanya yang tidak terkendali.

Saat berbicara, penderita akan sulit dimengerti dan perilakunya pun cenderung kacau.

Gejala-gejala lain seperti hilangnya ketertarikan terhadap hobi dan hal-hal yang semula disukai serta hilangnya semangat dan ketertarikan menjalani rutinitas dapat terjadi namun sangat jarang.

Namun bila sekalinya gejala-gejala tersebut dialami penderita, maka sangat perlu diwaspadai sebab setelahnya penderita dapat berkeinginan untuk bunuh diri.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Jika gejala skizofrenia paranoid mulai nampak, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter ahli kejiwaan atau psikiater.

Orang-orang yang memiliki teman atau kerabat dengan tanda-tanda skizofrenia paranoid pun dapat segera membawanya ke psikiater.

Terlebih jika dorongan menyakiti diri sendiri hingga keinginan bunuh diri sudah muncul, maka hal ini sudah sangat mendesak untuk segera ditangani oleh ahli medis.

Perilaku yang aneh, kacau dan cenderung tak dapat dikendalikan adalah tanda utama dari skizofrenia paranoid yang dapat menjadi alasan untuk membawa anggota keluarga atau teman yang mengalaminya ke dokter ahli kejiwaan.

Bahkan bagi orang-orang yang positif didiagnosa skizofrenia paranoid sekalipun, rutin memeriksakan diri ke dokter untuk mengecek kondisi sangat dianjurkan.

Dokter masih harus terus memantau perkembangan kondisi gejala pasien.

Tinjauan
Halusinasi dan delusi adalah gejala utama skizofrenia paranoid. Penderita meyakini suatu hal yang tak nyata dan memengaruhi pola pikir serta perilakunya yang cenderung menjadi negatif.

Pemeriksaan Skizofrenia Paranoid

Untuk memastikan bahwa gejala mengarah pada skizofrenia paranoid dan bukan pada kondisi kejiwaan lainnya, dokter akan menggunakan beberapa metode berikut dalam mendiagnosa.

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Medis [2,3]

Dokter akan memeriksa fisik pasien untuk mencari tahu apakah terdapat kekerasan fisik maupun penyakit tertentu yang menyebabkan gejala.

Tak hanya itu, dokter juga akan menanyakan kepada pasien mengenai riwayat gejala pasien secara spesifik.

Dokter biasanya pun ingin tahu riwayat medis pasien dan keluarga pasien.

Sebagai tes penunjang yang mampu membantu dokter dalam menegakkan diagnosa, tes urine kiranya perlu ditempuh oleh pasien.

Tes ini dilakukan dengan tujuan untuk mengecek apakah pasien mengalami kecanduan terhadap zat tertentu, seperti alkohol maupun narkoba.

Tes penunjang lainnya adalah tes darah, yaitu dengan mengambil sampel darah pasien dan kemudian menganalisanya di laboratorium.

Tujuan tes darah adalah untuk mengetahui apakah kecanduan alkohol dan penggunaan obat terlarang merupakan penyebab gejala-gejala yang dialami pasien.

Tes pemindaian atau pencitraan seperti MRI scan, CT scan, dan EEG (electroencephalogram) juga kemungkinan diperlukan.

Dokter perlu mengetahui kondisi otak dan pembuluh darah pasien melalui metode pemeriksaan tersebut.

  • Tes Fungsi Luhur [9]

Tes lainnya yang juga perlu ditempuh oleh pasien adalah tes fungsi luhur, namun tes ini diterapkan hanya ketika diagnosa skizofrenia sudah ditetapkan.

Tes ini akan direkomendasikan oleh dokter untuk menguji kemampuan kognitif pasien dan mengetahui seberapa baik kemampuan pasien dalam mengingat.

Selain itu, tes fungsi luhur berguna dalam mengecek daya konsentrasi pasien, kemampuan dalam membuat rencana, mengatur sekaligus memulai aktivitas, dan kemampuan pasien dalam pengenalan terhadap kondisi sosial serta memahami konsep abstrak.

Tinjauan
Beberapa metode diagnosa yang digunakan dalam memeriksa pasien adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat medis, tes darah, tes urine, tes pemindaian, dan tes fungsi luhur.

Pengobatan Skizofrenia Paranoid

Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengobati penderita skizofrenia paranoid.

Usai gejala mereda sekalipun, hal ini tidak menjamin bahwa gejala tidak akan timbul kembali.

Maka dari itu, pengobatan dilakukan secara jangka panjang untuk dapat membuat gejala berkurang dan setidaknya lebih terkendali.

Metode-metode pengobatan yang umumnya diberikan kepada pasien antara lain :

1. Antipsikotik

Untuk membuat gejala halusinasi dan delusi berkurang, obat golongan antipsikotik biasanya akan diberikan kepada pasien dengan memengaruhi dopamin, yaitu salah satu neurotransmitter.

Obat ini harus dikonsumsi oleh pasien sesuai resep dokter dan tak boleh dihentikan kapan saja.

Walau gejala dirasa membaik, pasien tidak boleh memutus penggunaan obat tanpa sepengetahuan apalagi tanpa anjuran dokter.

Beberapa jenis antipsikotik yang umumnya digunakan untuk mengobati gejala skizofrenia paranoid adalah [1,2,3,7,8] :

Selama konsumsi obat golongan ini, dokter tetap akan memantau perkembangan kondisi pasien dan meninjau efektivitas antipsikotik yang diresepkan.

Manfaat dari obat ini akan dapat terlihat khususnya 3-6 minggu dari sejak antipsikotik digunakan.

Namun pada beberapa pasien, efektivitas obat baru terlihat setelah kurang lebih 12 minggu konsumsi.

2. Psikoterapi

Penderita skizofrenia paranoid juga pasti akan dianjurkan untuk menjalani psikoterapi supaya dapat beradaptasi dengan kondisinya secara lebih baik.

Melalui psikoterapi juga, penderita dapat dibantu untuk memahami dan menyadari kondisinya secara lebih detail supaya ke depannya dapat beraktivitas lagi secara normal.

Beberapa bentuk psikoterapi yang umum diterapkan pada penderita skizofrenia paranoid adalah :

  • Terapi Pendidikan Keluarga [1,3]

Psikiater perlu mengedukasi kerabat dan teman dekat pasien mengenai cara interaksi yang benar dengan pasien.

Psikiater akan menjelaskan kepada orang-orang terdekat pasien mengenai pola pikir dan perilaku pasien supaya mereka dapat lebih memahaminya.

  • Terapi Perilaku Kognitif [1,3]

Terapi ini perlu ditempuh pasien agar pola pikir dan perilaku yang semula negatif dapat menjadi lebih positif.

Biasanya, terapi perilaku kognitif dikombinasi bersama dengan penggunaan obat-obatan supaya pasien lebih cepat mengatasi gejala-gejala yang dialami.

Terapi pemaparan ini penting dalam membantu pasien dalam menjadi pribadi yang lebih positif dan optimis.

Terapi ini akan dibantu oleh terapis ahli yang akan membangun suatu keyakinan positif di dalam diri pasien mengenai orang lain, khususnya terhadap diri sendiri.

  • Terapi Remediasi Kognitif [11]

Terapi ini bertujuan utama sebagai cara menolong pasien untuk lebih paham terhadap lingkungan sosialnya.

Terapi ini juga akan membantu pasien lebih mampu mengendalikan pola pikir sehingga tidak memengaruhi perilakunya secara negatif.

Melalui terapi ini, pasien pun akan dibimbing untuk meningkatkan kemampuan dalam mengingat maupun memerhatikan sesuatu.

  • Terapi Elektrokonvulsif [1]

Pada prosedur terapi ini, elektroda berarus listrik rendah akan digunakan untuk meredakan gejala skizofrenia paranoid.

Hanya saja, tindakan terapi ini hanya akan diterapkan apabila penggunaan obat-obatan tidak membuat kondisi pasien jauh lebih baik.

3. Perawatan Mandiri

Tidak hanya dengan obat dan psikoterapi, skizofrenia paranoid juga dapat ditangani secara mandiri selama berada di rumah [1].

  • Menggunakan cara positif dalam mengelola stres.
  • Berolahraga teratur (tidak perlu memilih olahraga berat sebab olahraga ringan pun cukup).
  • Berhenti dari kebiasaan merokok.
  • Berhenti dari konsumsi alkohol dan obat terlarang.
  • Memiliki interaksi sosial atau mengikuti kegiatan-kegiatan dengan banyak orang yang terlibat.
  • Tidur dengan cukup setiap hari.
Tinjauan
Pengobatan skizofrenia bersifat jangka panjang dan bukan sebagai penyembuh total melainkan pereda gejalanya saja. Pemberian obat-obatan antipsikotik, psikoterapi, hingga perawatan mandiri adalah cara mengatasi skizofrenia paranoid.

Komplikasi Skizofrenia Paranoid

Komplikasi skizofrenia paranoid yang paling berbahaya adalah ketika dorongan untuk bunuh diri mulai timbul dalam diri pasien.

Mengakhiri hidup adalah komplikasi yang paling fatal dari kondisi skizofrenia paranoid [1,3].

Selain itu, kecanduan narkoba dan alkohol, depresi dan gangguan kecemasan tahap berat pun menjadi komplikasi yang perlu diwaspadai [1,3,13].

Pencegahan Skizofrenia Paranoid

Tidak terdapat cara mencegah skizofrenia paranoid, namun beberapa hal berikut dapat dilakukan untuk menurunkan risikonya [1] :

  • Beraktivitas dan bersosialisasi secara positif.
  • Menghindari penggunaan narkoba dan alkohol.
  • Tidak merokok (berhenti merokok jika memang memiliki kebiasaan ini).
  • Menerapkan selalu pola hidup sehat dan seimbang, meliputi makan teratur, tidur cukup, makan makanan bergizi, mengelola stres dengan cara positif, dan olahraga rutin.
  • Menceritakan masalah, kecemasan, atau hal-hal yang membuat trauma kepada keluarga, sahabat, atau psikolog.

1. Manassa Hany; Baryiah Rehman; Yusra Azhar; & Jennifer Chapman. Schizophrenia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Siti Zahnia & Dyah Wulan Sumekar. Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung; 2016.
3. Ahmad Muhyi. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Depresi di RSK Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010. Repository Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2011.
4. Daily Mail Reporter. Teenage girl who killed her mother by stabbing her 151 times and then beat her with a baseball bat AVOIDS jail after judge declares her insane. Daily Mail; 2014.
5. Alexander H. Jack & Vincent Egan. Childhood Bullying, Paranoid Thinking and the Misappraisal of Social Threat: Trouble at School. School Mental Health; 2018.
6. Henriette Thisted Horsdal, Michael Eriksen Benros, Ole Köhler-Forsberg, Jesper Krogh, & Christiane Gasse. Metabolic profile at first-time schizophrenia diagnosis: a population-based cross-sectional study. Neuropsychiatric Disease and Treatment; 2017.
7. Krutika Chokhawala & Lee Stevens. Antipsychotic Medications. National Center for Biotechnology Information; 2020.
8. John M. Eisenberg Center for Clinical Decisions and Communications Science. Antipsychotic Medicines for Treating Schizophrenia and Bipolar Disorder. Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality (US); 2005.
9. Sarah Agustin. Gangguan Skizofrenia Paranoid. Blog Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu - RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu; 2015.
10. B A Ritzler. Paranoia--prognosis and treatment: a review. Schizophrenia Bulletin; 1981.
11. Susan R. McGurk, Ph.D., Elizabeth W. Twamley, Ph.D., David I. Sitzer, Ph.D., Gregory J. McHugo, Ph.D., & Kim T. Mueser, Ph.D. A Meta-Analysis of Cognitive Remediation in Schizophrenia. HHS Public Access; 2013.
12. Sandeep Grover & Ajit Avasthi. Clinical Practice Guidelines for the Management of Schizophrenia in Children and Adolescents. Indian Journal of Psychiatry; 2019.
13. Kesheng Wang, Xingguang Luo, & Lingjun Zuo. Genetic factors for alcohol dependence and schizophrenia: common and rare variants. HHS Public Access; 2016.

Share