Gangguan tidur tidak sekadar insomnia, sleep apnea, ataupun hipersomnia; istilah dyssomnia yang belum terlalu banyak dipahami pun merupakan sebuah kondisi gangguan tidur [1].
Dyssomnia atau disomnia adalah gangguan tidur yang berkaitan dengan jadwal tidur, kualitas tidur, dan jumlah total jam tidur seseorang [2,3].
Dyssomnia sendiri pun merupakan kondiisi gangguan tidur yang bersifat psikogenik dan didasari oleh hal-hal emosional [2,3].
Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai dyssomnia, mulai dari jenis kondisi, gejala, hingga cara mengatasinya.
Daftar isi
Jenis gangguan tidur bermacam-macam, salah satunya adalah dyssomnia, sekalipun kondisi ini belum banyak diketahui [2,3].
Dyssomnia memiliki dampak terhadap jumlah waktu tidur dan kualitas tidur secara keseluruhan setiap malamnya [2,3].
Berikut ini adalah tiga jenis dyssomnia yang terklasifikasi menurut penyebabnya [2,3] :
Gangguan tidur ekstrinsik artinya gangguan yang dialami seseorang untuk atau dalam tidurnya berasal dari lingkungan sekitar, seperti [2,3] :
Selain itu, nocturnal eating syndrome juga termasuk di dalam gangguan tidur ekstrinsik pada dyssomnia [2,4].
Gangguan tidur satu ini merupakan salah satu gangguan makan di mana pengidapnya mengonsumsi 25% atau lebih dari asupan kalori harian setiap setelah makan malam maupun pada tengah malam [4].
Kegiatan makan ini merupakan kebutuhan pengidapnya agar bisa tidur; jika tidak makan, maka ia akan mengalami insomnia atau susah tidur hingga gangguan suasana hati setiap malamnya [4].
Gangguan tidur intrinsik adalah gangguan tidur yang disebabkan oleh faktor internal atau dari dalam diri sendiri [2,3].
Terdapat masalah yang kemungkinan disadari maupun tidak disadari di dalam tubuh yang bisa menyebabkan seseorang sulit tidur atau justru terlalu banyak tidur [2,3].
Insomnia bukan hal yang asing lagi; kondisi ini merupakan kesulitan untuk tidur yang lama-kelamaan dapat berdampak negatif terhadap keseharian dan performa kegiatan pengidapnya [2,3].
Sebanyak 33% atau lebih orang dewasa di dunia mengalami insomnia kronis, yakni jenis insomnia yang dialami lebih dari 1 bulan entah itu disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat ataupun kondisi medis tertentu [5].
Narkolepsi merupakan gangguan tidur di mana pengidapnya mengalami rasa kantuk tidak normal [2].
Rasa kantuk tersebut timbul di siang hari dan pengidapnya akan mengalami serangan tidur atau tertidur secara tiba-tiba [2].
Hal ini dapat berkaitan dengan gangguan saraf dan menimbulkan gejala seperti kelumpuhan saat tidur (sleep paralysis), halusinasi, dan kelemahan otot yang diikuti dengan kehilangan kontrol tubuh (cataplexy) [2].
Hipersomnia adalah kondisi ketika sudah memperoleh tidur yang cukup setiap malam, seseorang tetap merasa sangat mengantuk di siang hari [2].
Rasa kantuk berlebihan seperti ini bisa disebabkan oleh berbagai macam kondisi medis seperti epilepsi, hipotiroidisme, asma hingga kanker [2].
Namun, gangguan tidur lain seperti sindrom kaki gelisah dan sleep apnea juga dapat mendasarinya [2].
Sindrom kaki gelisah adalah kondisi ketika seseorang mengalami timbulnya dorongan untuk menggerakkan kaki secara berulang disertai ketidaknyamanan dan ketidakmampuan mengontrolnya [2,3].
Diketahui bahwa kondisi ini didasari oleh dopamin yang tidak seimbang di dalam tubuh walau masih menjadi salah satu teori [6].
Gangguan gerakan tungkai periodik ini adalah kondisi saat pengidapnya mengalami gerakan kaki berulang dan terus-menerus yang tak bisa dikendalikan [2,3].
Munculnya gerakan tersebut adalah setiap 20-40 detik, namun gerakan kaki berisiko berlangsung bahkan sampai semalaman [2,3].
Gangguan tidur satu ini adalah tipe dyssomnia yang memengaruhi orang-orang pekerja sif [3].
Pergantian sif kerap menjadikan jadwal tidur berubah-ubah sehingga memengaruhi ketidakteraturan pola tidur seterusnya [3].
Orang-orang yang mengalami jet lag juga termasuk pengidap gangguan tidur ritme sirkadian [3].
Dyssomnia umumnya akan menimbulkan beberapa gejala yang berbeda-beda pada setiap pengidapnya [3].
Penyebabnya bervariasi karena dyssomnia sendiri terklasifikasi menjadi beberapa kondisi gangguan tidur [3].
Namun untuk mewaspadai, berikut ini adalah gejala dyssomnia yang perlu segera diatasi [3] :
Apa perbedaan antara dyssomnia dan parasomnia?
Dyssomnia dan parasomnia serupa karena sama-sama jenis gangguan tidur, namun keduanya berbeda [2].
Dyssmonia dapat menyebabkan kesulitan tidur, terjaga tengah malam walau sebelumnya sudah bisa tidur, atau bahkan tidur berlebihan [2].
Sementara itu, parasomnia menyebabkan kualitas tidur memburuk dengan jumlah waktu tidur yang sangat berkurang [7].
Parasomnia juga ditandai dengan tidur berjalan, buang air kecil saat tidur, hingga teror malam saat tidur pada pengidapnya [7].
Dyssomnia dapat diatasi sesuai dengan jenis dyssomnia dan gejala-gejala yang dialami pengidap [2,3].
Sebagian pengidap dyssomnia akan diberi resep obat oleh dokter tergantung gejala yang dirasakan pasien [2,3].
Namun, ada pula yang harus menempuh terapi perilaku kognitif untuk mengatasi kecemasan berlebih dan stres yang umumnya mendasari gangguan tidur [2,3].
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh juga diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat kondisi medis tertentu penyebab dyssomnia sehingga dokter bisa mengatasi dengan tepat.
1. Bibek Karna; Abdulghani Sankari; & Geethika Tatikonda. Sleep Disorder. National Center for Biotechnology Information; 2023.
2. Sarah Shoen & Dr. Anis Rehman. Dyssomnia: Causes, Types, and Symptoms. Sleep Foundation; 2022.
3. Jabeen Begum, MD & Christine Loconti. What Is Dyssomnia?. WebMD; 2021.
4. Thisciane Ferreira Pinto, Francisco Girleudo Coutinho da Silva, Veralice Meireles Sales de Bruin & Pedro Felipe Carvalhedo de Bruin. Night eating syndrome: How to treat it?. Revista da Associacao Medica Brasileira; 1992.
5. Swapna Bhaskar, D Hemavathy, & Shankar Prasad. Prevalence of chronic insomnia in adult patients and its correlation with medical comorbidities. Journal of Family Medicine and Primary Care; 2016.
6. Ulrike H. Mitchell, J. Daniel Obray, Erik Hunsaker, Brandon T. Garcia, Travis J. Clarke, Sandra Hope, & Scott C. Steffensen. Peripheral Dopamine in Restless Legs Syndrome. Frontiers in Neurology; 2018.
7. Vivien C Abad & Christian Guilleminault. Diagnosis and treatment of sleep disorders: a brief review for clinicians. Dialogues in Clinical Neuroscience; 2003.