Daftar isi
Apa itu Cataplexy?
Cataplexy adalah melemahnya otot secara tiba-tiba saat seseorang dalam keadaan terjaga. Emosi yang kuat bisa memicu cataplexy dan biasanya bersifat positif, seperti tertawa, saat membicarakan hal-hal yang menarik, dan mengalami kejutan yang menyenangkan.
Episode cataplexy juga bisa dipicu oleh rasa marah, tetapi jarang disebabkan oleh stres, ketakutan, atau kerja keras fisik.
Hilangnya kekuatan otot yang terjadi saat episode cataplexy bisa beragam mulai dari melemahnya otot wajah, lalu melemahnya lutut, hingga sepenuhnya jatuh ke lantai.
Bicara akan tidak jelas dan pandangan mengabur (objek tampak berganda, dan kesulitan untuk fokus), tetapi pendengaran dan kesadaran tidak terganggu. [1, 2, 3, 4]
Serangan cataplexy biasanya berlangsung kurang dari dua menit, namun bisa juga hanya beberapa detik, meskipun beberapa penderitanya bisa mengalami serangan berulang yang terus terjadi selama 30 menit.
Saat serangan terjadi, baik yang ringan maupun berat, orang yang mengalaminya akan tetap sadar sepenuhnya.
Cataplexy memiliki hubungan dengan narkolepsi, yaitu gangguan syaraf yang menyebabkan rasa kantuk yang luar biasa di siang hari. Penderita narkolepsi bisa tertidur tiba-tiba, bahkan di tengah percakapan atau saat melakukan suatu aktivitas. [1, 3, 4]
Hubungan Cataplexy dengan Narkolepsi
Narkolepsi adalah suatu gangguan tidur yang ditandai oleh rasa kantuk yang berlebihan di siang hari, kelumpuhan saat tidur, halusinasi, dan pada beberapa kasus juga disertai cataplexy.
Ada dua jenis narkoleps, yaitu tipe 1 dan tipe 2, dibedakan oleh apakah penderitanya mengalami cataplexy atau tidak.
Pasien yang didiagnosa mengalami narkolepsi tipe 1 pernah mengalami beberapa serangan cataplexy, sementara pasien dengan narkolepsi tipe 2 tidak.
Untuk pasien dengan tipe 1, serangan cataplexy biasanya dimulai sekitar empat tahun setelah gejala rasa kantuk berlebihan mulai terjadi. [1]
Diperkirakan sekitar 75% pasien narkolepsi juga mengalami cataplexy. Kondisi ini terjadi paling parah saat penderita narkolepsi kelelahan dan bisa menyebabkan kecemasan dalam tingkat tertentu.
Saat cataplexy terjadi, jarang sekali berupa serangan yang berdiri sendiri. Kebanyakan pasien yang mengalami cataplexy juga mengalami gejala-gejala narkolepsi. Sehingga, kemunculan cataplexy umumnya bisa membantu menegakkan diagnosa narkolepsi pada seseorang. [2]
Penyebab Cataplexy
Meskipun penyebab cataplexy masih terus diteliti, tetapi kebanyakan pasien yang didiagnosa mengalami cataplexy menunjukkan hilangnya sel-sel otak tertentu yang berfungsi menghasilkan hormon orexin (juga disebut hipokretin). [1, 4]
Orexin berperan penting dalam hal mengatur siklus tidur dan bangunnya manusia. Sebagian besar informasi yang kita ketahui tentang hubungan antara hipokretin dan cataplexy berasal dari penelitian mengenai narkolepsi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa faktor bisa berkontribusi dalam hal hilangnya orexin pada pasien narkolepsi tipe 1. Faktor-faktor tersebut termasuk: [1, 4]
- Kelainan autoimun: hilangnya sel-sel yang menghasilkan orexin bisa berkaitan dengan disfungsi pada sistem kekebalan tubuh. Pada kelainan autoimun, tubuh akan menyerang jaringan-jaringan sehat akibat kesalahan informasi di otak. Ada bukti bahwa narkolepsi tipe 1 bisa disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang menyerang sel-sel yang menghasilkan orexin.
- Riwayat dalam keluarga: meskipun potensi genetik belum sepenuhnya dipahami, namun sekitar 10% pasien narkolepsi tipe 1 memiliki anggota keluarga terdekat yang juga mengalami gejala-gejala yang sama.
- Cedera otak: beberapa pasien narkolepsi tipe 1 kehilangan sel-sel otak yang mengandung orexin akibat cedera otak, tumor, dan beberapa jenis penyakit.
Cataplexy tidak selalu berkaitan dengan narkolepsi. Sekitar 30% serangan catapley berhubungan dengan kelainan genetik, termasuk: [1, 4]
- Penyakit Niemann-Pick tipe C (NPC): ini adalah kelainan genetik langka yang ditandai oleh ketidakmampuan tubuh untuk mengalirkan lipid, yang mengakibatkan penumpukan lemak dalam jaringan-jaringan tubuh. Pasien yang didiagnosa mengalami NPC mungkin mengalami sejumlah gejala-gejala neurologis, termasuk menurunnya kemampuan kognitif, demensia, dan cataplexy.
- Sindrom Prader-Willi: ini adalah suatu kondisi genetik yang dimulai di masa kanak-kanak, menyebabkan kesulitan makan, terlambatnya pertumbuhan dan perkembangan, serta selera makan yang tidak bisa terpenuhi. Pada kondisi ini, baik rasa senang maupun makanan bisa menyebabkan cataplexy.
- Sindrom Angelman: kelainan genetik ini mempengaruhi sistem syaraf yang mengakibatkan disabilitas intelektual, kesulitan berbicara, dan masalah dengan gerakan dan keseimbangan. Cataplexy dilaporkan terjadi pada banyak anak-anak yang mengalami kelainan ini.
Pada kasus yang langka, cataplexy juga bisa terjadi akibat efek samping obat, misalnya lamotrigine, clozapine, modafinil, dan gamma-hydroxybutyrate.
Untungnya pada kasus seperti ini, cataplexy akan hilang begitu pasien berhenti mengonsumsi obat-obatan tersebut.
Gejala Cataplexy
Gejala-gejala catapley bisa berbeda pada tiap orang. Kebanyakan pasien mulai menyadari terjadinya tanda-tanda cataplexy saat mereka remaja atau memasuki usia dewasa muda.
Ini adalah saat ketika mereka mulai kuliah, mulai bekerja, atau memasuki lingkungan-lingkungan baru yang membuat mereka mengalami tekanan.
Beberapa gejala-gejala cataplexy yang bisa terjadi termasuk: [3]
- Kelopak mata turun
- Rahang melemas, tidak bisa dirapatkan
- Kepala jatuh ke samping akibat melemahnya otot leher
- Seluruh tubuh jatuh ke lantai
- Otot-otot yang berbeda di seluruh tubuh mengalami kedutan tanpa sebab yang jelas
Cataplexy sering disangka kejang bila terjadi dalam bentuk yang berat. Tetapi tidak seperti kejang, penderita cataplexy tetap dalam keadaan sadar dan bisa mengingat semua yang terjadi saat ia mengalami serangan.
Serangan cataplexy juga bisa berbeda-beda lamanya, mulai dari beberapa detik hingga beberapa menit.
Cataplexy biasanya terjadi setelah penderitanya mengalami suatu emosi yang kuat. Pemicu yang umum termasuk: [1, 2, 3, 4]
- Rasa senang
- Kebahagiaan
- Stres
- Ketakutan
- Rasa marah
- Tertawa
Tidak semua orang yang mengalami cataplexy dipicu oleh hal yang sama. Faktor pemicu ini juga bisa jadi tidak konsisten.
Tertawa mungkin bisa menyebabkan serangan cataplexy pada situasi-situasi tertentu, tetapi tidak pada situasi lainnya. Begitu juga dengan emosi-emosi lainnya.
Diagnosa Cataplexy
Mendiagnosa cataplexy bisa cukup sulit. Tidak ada tes spesifik yang khusus digunakan untuk mendeteksi cataplexy, meskipun rekaman video saat serangan terjadi bisa menjadi alat yang membantu.
Cataplexy biasanya didiagnosa berdasarkan wawancara dengan pasien dan keluarganya. Pada wawancara tersebut, dokter akan mencari tanda-tanda klasik dari cataplexy.
Dokter mungkin akan menanyakan seberapa sering pasien mengalami serangan dan berapa lama serangan biasanya berlangsung, kejadian-kejadian apa yang memicu terjadinya serangan, dan otot-otot bagian mana saja yang terdampak.
Jika dokter mencurigai pasien mengalami cataplexy, maka tes kadar orexin akan dilakukan. [1]
Cataplexy pada anak-anak bisa berbeda dengan yang dialami orang dewasa. Anak-anak seringkali menunjukkan gejala-gejala pada gerakan tubuhnya, caranya berjalan, serta mengalami serangan yang melibatkan otot wajah.
Serangan pada anak-anak mungkin tidak dipicu oleh kejadian-kejadian emosional. Ketika usia mereka bertambah, cataplexy pada anak-anak akan berubah menjadi tanda-tanda cataplexy yang tampak pada orang dewasa. [1]
Jika dokter menduga pasiennya mengalami narkolepsi dengan cataplexy, maka satu atau beberapa tes berikut akan disarankan sebagai pemeriksaan: [3, 4]
- Pemeriksaan fisik secara menyeluruh untuk memeriksa kesehatan pasien secara keseluruhan dan memastikan bahwa gejala-gejala yang terjadi bukan disebabkan oleh kondisi serius lainnya.
- Mengisi evaluasi tertulis, misalnya Kuesioner Narkolepsi Stanford atau Skala Kantuk Epworth, untuk mempelajari kebiasaan tidur pasien lebih jauh dan melihat seberapa parah gejala-gejala narkolepsi yang dialami.
- Menjadi peserta dari penelitian tidur (polisomnogram), yang akan merekam apa yang terjadi pada otot dan otak saat pasien sedang tidur.
- Melakukan tes tidur laten berganda, dimana pasien akan beberapa kali tidur sejenak sepanjang hari dengan jarak dua jam antar waktu tidur untuk melihat seberapa cepat pasien jatuh tertidur setiap kalinya.
Dokter juga mungkin akan mengambil contoh cairan dari tulang belakang dan otak (cairan cerebrospinal) untuk memeriksa kadar hipokretin. [3, 4]
Pengobatan Cataplexy
Baik cataplexy maupun narkolepsi dengan cataplexy bisa dirawat menggunakan obat-obatan dan perubahan gaya hidup.
Obat tidak akan menyembuhkan narkolepsi ataupun cataplexy, tetapi bisa membantu mengendalikan dan meredakan gejala.
Obat-obatan yang umumnya digunakan untuk mengatasi cataplexy (dengan atau tanpa narkolepsi) termasuk: [1, 3, 4]
- Tricyclic antidepresan
- Selective serotonin uptake reinhibitors (SSRIs), yaitu jenis lain dari antidepresan
- Sodium oxybate, yang bisa membantu mengatasi cataplexy dan rasa kantuk di siang hari
Obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi narkolepsi dengan cataplexy termasuk: [1, 3, 4]
- Modafinil, yang berfungsi mengurangi rasa kantuk dan membantu menjaga kewaspadaan
- Stimulan yang serupa dengan amphetamine, agar tubuh tetap terjaga
Beberapa dari obat-obatan diatas bisa menimbulkan efek samping termasuk rasa gugup, ritme jantung yang tidak normal, dan perubahan mood. Obat-obatan tersebut juga berisiko menyebabkan kecanduan.
Konsultasi secara menyeluruh harus dilakukan dengan dokter sebelum pasien memutuskan untuk menggunakan terapi obat.
Bisakah Cataplexy Dicegah?
Berdasarkan penyebab-penyebab yang telah diketahui, cataplexy bukanlah kondisi yang bisa dicegah.
Tetapi, pasien yang telah terdiagnosa mengalami cataplexy bisa melakukan penyesuaian dan perubahan pada gaya hidupnya agar bisa tetapi menjalani hidup dengan nyaman.
Beberapa tips yang perlu diingat oleh penderita cataplexy termasuk: [1, 3]
- Jangan berkendara sendirian, dan sebisa mungkin biarkan orang lain yang membawa kendaraan jika harus bepergian.
- Perhatikan benda-benda di sekeliling, jauhi tempat-tempat yang sekiranya bisa mengakibatkan cedera jika tiba-tiba terjadi serangan, misalnya tempat yang tinggi atau dekat benda-benda yang tajam.
- Beritahu orang-orang di tempat kerja, sekolah, atau lingkungan yang sering didatangi untuk beraktivitas mengenai kondisi yang dialami agar mereka paham dan bisa menyediakan pertolongan dan bantuan bila terjadi serangan.
- Bila sudah tahu akan mengalami situasi yang akan menyebabkan timbulnya emosi yang kuat, persiapkan diri dengan menyediakan kursi untuk duduk, atau minta seseorang untuk memegangi.
- Usahakan untuk tidur konsisten sebanyak mungkin, misalnya tidur siang sebentar di sore hari dan delapan jam di malam hari pada waktu yang sama.