Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Artritis reaktif adalah nyeri dan pembengkakan pada sendi yang dipicu oleh infeksi di bagian tubuh yang lain, seperti saluran pencenaan dan urinarius. Gejala dari artritis reaktif biasanya dimulai satu
Daftar isi
Artritis Reaktif merupakan salah satu penyakit radang sendi yang bermanifestasi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah terjadi infeksi saluran cerna atau genitourinary [1].
Artritis Reaktif ini dikenal juga sebagai triad klasik atau tiga serangkai klasik arthritis, uretritis dan, konjungtivitis. Meskipun demikian, mayoritas pasien tidak menunjukkan adanya triad klasik [1].
Artritis Reaktif diyakini sebagai penyakit yang disebabkan oleh respons autoimun yang menyimpang terhadap infeksi saluran cerna yang dilakukan oleh salmonella, shigella, campylobacter atau klamidia [1].
Artritis Reaktif ini merupakan penyakit berupa nyeri sendi dan pembengkakan yang dipicu oleh infeksi yang tidak hanya terjadi pada usus namun juga di bagian lain tubuh seperti alat kelamin, atau saluran kemih [2].
Akibatnya, Artritis Reaktif dapat memberikan rasa nyeri pada bagian sendi lutut, pergelangan kaki dan kaki serta dapat mempengaruhi mata, kulit, dan uretra [2].
Berikut ini merupakan beberapa gejala dari Artritis Reaktif yang perlu diketahui [2]:
Salah satu gejala yang umumnya muncul atau dialami oleh penderita Artritis Reaktif yaitu nyeri dan kaku sendi. Di mana sendi yang diserang umumnya adalah sendi dibagian lutut, pergelangan kaki, dan kaki.
Selain itu, beberapa orang juga dapat mengalami nyeri dan kaku sendi dibagian tubuh lain seperti tumit, punggung bawah, atau bokong.
Penyakit Artritis Reaktif ini diketahui dapat memberikan pengaruh negatif pada mata, di mana penderita Artritis Reaktif mayoritas juga mengalami peradangan mata atau konjungtivitis.
Ketika seseorang menderita penyakit Artritis Reaktif, intensitas atau frekuensi buang air kecil akan meningkat. Selain itu, penderita Artritis Reaktif juga akan menunjukkan gejala berupa rasa ketidaknyamanan saat buang air kecil. Bahkan juga dapat mengakibatkan peradangan pada kelenjar prostat atau leher rahim.
Gejala lain dari Artritis Reaktif ini yaitu adanya peradangan jaringan lunak yang memasuki tulang termasuk otot, tendon, dan ligamen.
Dalam beberapa kasus, penderita Artritis Reaktif juga akan dapat menunjukkan gejala berupa bengaknya jari kaki atau jari tangan.
Penyakit Artritis Reaktif ini diketahui juga memberikan pengaruh pada kulit penderitanya, di mana penyakit Artritis Reaktif dapat menimbulkan ruam di telapak kaki, telapak tangan, dan sariawan.
Penderita penyakit Artritis Reaktif diketahui menunjukkan gejala berupa rasa sakit atau nyeri pada punggung bawah, di mana rasa sakit atau nyeri ini akan cenderung lebih buruk pada malam atau pagi hari.
Penyebab utama munculnya penyakit Artritis Reaktif yaitu adanya infeksi pada bagian tubuh tertentu seperti usus, alat kelamin dan saluran kemih. Penyakit Artritis Reaktif muncul sebagai respon atas adanya infeksi bagian tubuh oleh bakteri yang umumnya menular baik secara seksual maupun melalui makanan termasuk [2]:
Penyakit Artritis Reaktif diketahui bukan merupakan penyakit yang menular, namun bakteri yang menjadi penyebab infeksi bagian tubuh yang menular. Meskipun demikia, hanya sedikit dari orang yang terinfeksi bakteri bakteri tersebut dapat mengembangkan penyakit Artritis Reaktif [2].
Berikut ini merupakan beberapa faktor risiko yang meningkatkan pengembangan penyakit Artritis Reaktif [2]:
Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko penyakit Artritis Reaktif. Di mana, seseorang yang berusia 20 hingga 40 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi dalam mengembangkan penyakit Artritis Reaktif.
Seseorang dengan jenis kelamin wanita dan pria diketahui sama sama memiliki risiko terkena penyakit Artritis Reaktif sebagai respon infeksi pada bagian tubuh tertentu. Namun, pria diketahui lebih berisiko mengembangkan penyakit Artritis Reaktif dibandingkan dengan wanita.
Hal ini didasarkan pada penyakit Artritis Reaktif pada pria berkembangan sebagai bentuk respons terhadap bakteri menular seksual.
Faktor keturunan ini tidak sepenuhnya terbukti meningkatkan risiko pengembangan penyakit Artritis Reaktif. Di mana, penanda genetik tertentu memang telah dikaitkan dengan penyakit Artritis Reaktif, namun mayoritas orang yang memiliki penanda genetik tersebut tidak pernah mengembangkan penyakit Artritis Reaktif.
Gejala berupa nyeri sendi umumnya dapat terasa setelah beberapa minggu bahkan satu bulan setelah infeksi. Untuk itu, jika mengalami nyeri sendi dalam waktu beberapa minggu atau satu bulan setelah diare atau infeksi usus dan infeksi genital, maka sangat disarankan segera memeriksakan diri ke dokter [2].
Sebelum bertemu dengan dokter, ada baiknya jika pasien dapat mempersiapkan beberapa hal berikut ini [2]:
List tersebut akan membantu pasien dan dokter ketika jadwal pemeriksaan dilakukan. Di mana list ini akan sangat membantu dokter untuk melakukan diagnosis secara tepat.
Diagnosis penyakit Artritis Reaktif ini umumnya dilakukan dengan mengevaluasi riwayat kesehatan pasien dan melakukan pemeriksaan fisik terhadap gejala ada [3].
Tes darah juga dilakukan untuk memeriksa infeksi atau pembengkakan serta menentukan apakah pasien membawa gen HLA B27 yang meningkatkan kemungkinan mengembangkan penyakit Artritis Reaktif [3].
Tes tambahan juga diperlukan untuk menyingkirkan infeksi menular seksual jika gejala menunjukkan infeksi klamidia. Di mana, Dokter akan mengusap uretra pada pria dan akan melakukan pemeriksaan panggul dan usap serviks pada wanita [3].
Selain itu, Dokter juga dapat melakukan arthrocentesis, yang melibatkan pembuangan cairan di sendi pasien dengan jarum [3].
Dalam melakukan diagnosis terhadap penyakit Artritis Reaktif ini dokter akan lebih menggunakan pengamatan dan pengalamannya untuk membuat keputusan. Adapun berikut ini meruapkan beberapa tes yang dilakukan untuk menunjang pengambilan keputusan diagnosis [2, 3, 4]:
Penyakit Artritis Reaktif dapat menimbulkan komplikasi berupa [1]:
Berikut ini merupakan beberapa metode pengobatan penyakit Artritis Reaktif antara lain [3, 4] :
Konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid dapat digunakan sebagai pereda nyeri dan mengurangi peradangan. Adapun obat antiinflamasi nonsteroid yang umumnya digunakan termasuk ibuprofen (Advil) dan naproxen (Aleve).
Jika obat antiinflamasi nonsteroid yang dijual bebas tidak memberikan efek positif maka Dokter mungkin akan meresepkan obat antiinflamasi yang lebih kuat seperti Kortikosteroid.
Kortikosteroid ini diketahui sebagai obat buatan manusia yang meniru kortisol, hormon yang diproduksi tubuh secara alami untuk menekan peradangan yang terjadi pada tubuh secara luas.
Kortikosteroid ini dapat dikonsumsi secara oral atau dengan menyuntikkannya langsung ke sendi yang terkena.
Jika pengobatan menggunakan kortikosteroid tidak menunjukkan efek positif maka agen imunomodulasi, seperti sulfasalazine (Azulfidine) dan Doxycycline (Acticlate, Doryx) dapat digunakan untuk pengobatan karena sifat anti-peradangannya.
Untuk kasus penyakit Artritis Reaktif yang parah, di mana penderita tidak mengalami perkembangan atau kesembuhan setelah pengobatan terapi standar, maka metode pengobatan dengan penghambat TNF (biologis) mungkin bisa efektif untuk digunakan.
Nyeri sendi yang diakibatkan oleh penyakit Artritis Reaktif ini dapat juga diobati dengan melakukan olahraga secara rutin. Adapun manfaat olahraga bagi penderita penyakit Artritis Reaktif antara lain :
Olahraga secara sederhana dapat dilakukan dengan menjaga tingkat aktivitas fisik, melakukan kegiatan yang berbeda.
Olahraga ini juga dapat dilakukan dengan terapi fisik yang dilakukan secara bertahap hingga rentang gerak kembali sehat.
Hidroterapi dan olahraga dalam air diketahui juga dapat membantu meringankan gejala.
Pengobatan Medis Lain
Perawatan medis untuk penyakit Artritis Reaktif antara lain:
Berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit Artritis Reaktif [2, 4]:
1. Apoorva Cheeti, Rebanta K. Chakraborty & Kamleshun Ramphul. Reactive Arthritis. National Center for Biotechnology Information, US. National Library of Medicine, National Institutes of Health; 2020.
2. Anonim. Reactive arthritis. Mayo Clinic; 2020.
3. Erica Roth & Nancy Carteron. Reactive Arthritis. Healthline; 2018.
4. Danielle Dresden & Suzanne Falck. Reactive arthritis: What you should know. Medical News Today; 2017.