Penyakit & Kelainan

Demensia: Penyebab – Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Demensia adalah istilah umum untuk kehilangan memori, kemampuan berbahasa, memecahkan masalah, dan kemampuan berpikir lainnya sehingga dapat mengganggu kehidupan sehari-hari. Demensia menurunkan kemampuan

Data dari WHO (World Health Organisation) terdapat sekitar 47 juta orang di seluruh dunia menderita dementia atau demensia, dengan proyeksi peningkatan menjadi 75 juta pada tahun 2030 dengan hampir 10 juta kasus baru setiap tahun.[4]

Sementara di Indonesia prevalensi demensia pada tahun 2010 yang dialami oleh lansia yang berumur 65 tahun mencapai 5% dari populasi lansia.[7]

Menurut WHO, peningkatan presentase penyakit demensia di Indonesia antara lain 0,5% per tahun pada usia 65-69 tahun, 1 % per tahun  pada usia 70-74 tahun, 2 % per tahun pada usia 75-79  tahun, 3 % per tahun pada usia 80-84 tahun dan 8 % per  tahun pada usia >85 tahun. [7]

Apa Itu Demensia?

Demensia terjadi ketika seseorang mengalami kerusakan otak dibagian yang berfungsi sebagai memori, pengambilan keputusan, belajar dan bahasa. [1]

Kerusakan tersebut akhirnya mengakibatkan seseorang sulit untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari karena menurunnya daya ingat. [2]

Pada umumnya penyakit yang sering disebut dengan istilah pikun ini diderita oleh orang dewasa yang berusia setidaknya 65 tahun. [3]

Jenis-Jenis Demensia

Jenis demensia sendiri diketahui ada berbagai jenis. Jenis inilah nantinya yang akan menentukan langkah perawatan apa yang akan dilakukan untuk penderita tersebut. [1, 3, 5]

1. Penyakit Alzheimer 

Merupakan jenis demensia yang paling umum atau paling sering terjadi. Menurut para ahli, dari keseluruhan jenis demensia 60 hingga 80 persennya menderita penyakit ini.

Penyebab dari penyakit ini sebagian kecil disebabkan oleh mutasi tiga gen yang diturunkan dari orang tua kepada anak mereka. Gen penting lainnya yang meningkatkan risiko adalah apolipoprotein E4 (APOE).

Orang yang menderita alzheimer akan mengalami gejala-gejala seperti kehilangan memori ingatan dan kesulitan mengerjakan tugas sehari-hari.

2. Demensia Vaskular

Penyakit demensia vaskular terjadi pada sekitar 10 persen kasus demensia. Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan pada pembuluh darah yang bertugas sebagai pemasok darah ke otak.

Stroke paling sering menjadi penyebab kerusakan pembuluh darah tersebut. Gejala demensia ini tergantung pada area dan ukuran otak yang terkena stroke. 

Orang yang menderita demensia vaskular biasanya kesulitan dalam mengatur dan membuat rencana. Demensia ini dapat berkembang menjadi buruk secara tiba-tiba karena individu tersebut mengalami stroke yang lebih parah.

3. Demensia Lewy body

Demensia yang satu ini disebabkan oleh adanya endapan protein yang terbentuk di otak. Selain menurunnya daya ingat, gejala lainnya yang diderita adalah:

  • Penderita suka melihat hal-hal yang tidak ada atau yang dikenal sebagai halusinasi visual
  • Kesulitan berpikir jernih
  • Sulit membuat keputusan
  • Anggota gerak bermasalah (termasuk gemetar, lambat, dan sulit berjalan), tidur sambil berbicara, berjalan, dan menendang.
  • Banyak penderita juga mengalami kantuk di siang hari, dan kebingungan.

 4. Demensia fronto-temporal 

Ialah suatu penyakit yang ditandai dengan rusaknya sel-sel saraf di lobus frontal dan temporal otak. Area ini umumnya terkait dengan kepribadian, perilaku, dan bahasa seseorang. 

Orang yang menderita penyakit ini dapat mempermalukan diri sendiri atau berperilaku tidak pantas. Masalah lain yang juga mungkin terjadi adalah dalam berkomunikasi seperti berbicara atau memahami.

5. Demensia Campuran

Sebuah kondisi di mana penderita demensia menderita lebih dari satu jenis demensia di otak di saat bersamaan.

Kondisi ini paling sering dialami pada lansia yang berusia 80 atau lebih. Kombinasi penyakit yang dialami seseorang misalnya seperti Alzheimer dan demensia vaskular. 

Belum diketahui apakah seseorang dengan demensia campuran memiliki gejala dari satu jenis demensia yang paling menonjol atau mungkin tumpang tindih dengan gejala dari jenis lain. 

6. Penyakit Huntington

Penyakit ini merupakan gangguan otak yang disebabkan oleh cacat genetik yang diturunkan melalui anggota keluarga. Kondisi ini berdampak pada keterampilan berpikir (kognitif) seseorang. Penyakit ini biasanya muncul pada usia sekitar 30 atau 40 tahun.

7. Cedera otak traumatis

Kondisi ini biasanya dialami oleh petinju, pemain sepak bola atau tentara. Gejala kondisi ini tergantung pada bagian otak mana yang terluka. Biasanya seseorang akan mengalami depresi, kehilangan ingatan, maupun gangguan bicara. Cedera otak juga dapat menyebabkan parkinsonisme atau gangguan pada anggota gerak.

8. Penyakit Creutzfeldt-Jakob 

Gangguan otak ini terbilang langka, biasanya terjadi tanpa adanya faktor risiko. Endapan protein menular atau prion menjadi penyebab dari penyakit ini. Endapan ini menyebabkan protein normal di otak menjadi bentuk abnormal. Gejala yang fatal biasanya muncul setelah usia 60 tahun.

9. Penyakit Parkinson

Merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf. Penderita penyakit ini terjadi pada sekitar 50% hingga 80%. Gejala dari penyakit ini sama dengan gejala demensia Lewy body.

Penyebab Demensia

Penyebab umum timbulnya demensia meliputi: [1]

  • Rusaknya sel-sel otak (neuron): Kerusakan ini menyebabkan sejumlah penyakit demensia seperti Alzheimer, penyakit Parkinson, dan penyakit Huntington. Semakin bertambahnya waktu penyakit-penyakit ini bisa bertambah buruk.
  • Gangguan pembuluh darah: Gangguan ini mempengaruhi sirkulasi darah di otak Anda.
  • Cedera otak traumatis: Cedera ini bisa terjadi karena seseorang mengalami kecelakaan mobil, jatuh, atau gegar otak.
  • Infeksi pada sistem saraf pusat: Infeksi ini termasuk meningitis, HIV, dan penyakit Creutzfeldt-Jakob.
  • Seringnya mengkonsumsi alkohol atau pengguna narkoba
  • Cairan di otak menumpuk

Siapa yang Paling Berisiko Menderita Demensia?

Orang yang memiliki risiko demensia pada hakikatnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. [5]

Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

  • Usia: Semakin bertambahnya usia maka, semakin besar pula risiko seseorang mengalami demensia. Terutama ketika seseorang telah menginjak usia 65 tahun. Namun, demensia bukanlah kondisi normal dari penuaan, orang yang lebih muda juga dapat menderita demensia.
  • Riwayat keluarga: Seseorang yang memiliki riwayat demensia dalam keluarganya akan berisiko lebih besar terkena demensia. Namun, banyak pula orang dengan riwayat demensia tidak mengalami demensia, dan begitupun sebaliknya banyak penderita demensia tidak memiliki riwayat demensia dalam keluarganya. Tes bisa Anda lakukan untuk menentukan apakah Anda memiliki mutasi genetik tertentu atau tidak.
  • Sindrom Down: Orang yang memiliki sindrom down juga bisa berisiko mengalami penyakit Alzheimer dini.

Faktor Risiko yang Bisa Diubah

  • Diet dan olahraga: Menurut penelitian dari departemen kinesiologi di McMaster University di Hamilton, Ontario bahwa aktivitas fisik mempengaruhi risiko demensia. Orang yang melakukan diet Mediterania yang kaya akan produk, biji-bijian, kacang-kacangan dan biji-bijian berdasarkan penelitian memiliki jumlah kasus demensia lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang sering makan makanan tidak sehat.
  • Penggunaan alkohol berat: Jika Anda pecandu alkohol sebaiknya kurangi konsumsi minuman ini karena konsumsi alkohol dalam jumlah besar memiliki risiko lebih tinggi terhadap demensia.
  • Faktor risiko penyakit kardiovaskular: Kondisi yang termasuk ke dalam faktor ini meliputi tekanan darah tinggi (hipertensi), kolesterol tinggi, penumpukan lemak di dinding arteri (aterosklerosis) dan obesitas.
  • Depresi: Depresi pada usia lanjut diduga mengindikasikan perkembangan demensia, meski hal ini sendiri belum dapat dibuktikan.
  • Diabetes: Risiko demensia dapat meningkat pada seseorang yang memiliki diabetes terutama jika tidak ditangani dengan baik.
  • Merokok: Selain diabetes, merokok juga dapat meningkatkan risiko terkena demensia dan penyakit pembuluh darah.
  • Sleep apnea: Gangguan bernapas yang dialami seseorang, di mana penderita gangguan ini akan berhenti bernapas secara tidak sengaja beberapa kali saat sedang tidur.
  • Kekurangan vitamin dan nutrisi: Kurangnya kadar vitamin seperti vitamin D, vitamin B-6, vitamin B-12, dan folat juga bisa memicu peningkatan risiko demensia.

Gejala Demensia

Gejala demensia dapat menyebabkan perubahan baik kognitif maupun psikologis. Tanda-tanda dan gejala demensia pada perubahan tersebut adalah sebagai berikut: [5]

Perubahan Kognitif

  • Hilangnya ingatan atau memori di otak
  • Sulit dalam berkomunikasi
  • Sulit dalam menalar atau memecahkan masalah
  • Sulit dalam menangani tugas yang rumit
  • Sulit dalam merencanakan sesuatu
  • Sulit melakukan aktivitas sehari-hari
  • Mengalami disorientasi atau kebingungan

Perubahan Psikologis

Beberapa gejala demensia d iatas mugkin dapat disembuhkan melalui pengobatan. Untuk itu, segeralah periksakan ke dokter agar gejala demensia Anda dapat membaik.

Kapan harus ke dokter?

Bertemulah dokter jika Anda atau keluarga Anda memiliki masalah ingatan atau gejala demensia lainnya. Gejala demensia yang diderita dapat berbeda-beda tergantung dari kondisi pasien tersebut. [5]

Penting untuk segera melakukan pemeriksaan agar demensia yang diderita tidak semakin parah. [5]

Komplikasi Demensia

Komplikasi berikut ini bisa saja terjadi apabila demensia tidak segera diobati. [3]

  • Nutrisi buruk

Banyak penderita demensia mengalami kurangnya nafsu makan sehingga memengaruhi asupan nutrisi mereka. 

Kesulitan menelan meningkatkan risiko tersedak hingga menyebabkan pneumonia.

  • Sulit melakukan aktivitas sehari-hari

Demensia dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti cara mandi, berpakaian, menyikat rambut atau gigi, dan lain – lain.

  • Masalah keamanan diri

Ketidakamanan bagi penderita demensia dapat ditimbulkan ketika hendak melakukan tugasnya sehari-hari, seperti mengemudi, memasak, dan berjalan sendirian.

  • Kematian

Demensia tahap akhir menyebabkan koma dan kematian, seringnya terjadi akibat infeksi.

Diagnosis Demensia

Untuk mendiagnosis penyebab dimensia, dokter dapat melakukan sejumlah tes seperti tes kognitif, laboratorium, kejiwaan dan genetik pada Anda. Berikut ini sejumlah tes yang dilakukan: [5, 6]

1. Tes Kognitif dan Neuropsikologi 

Pada tes ini dokter akan menilai kemampuan daya ingat, pemecahan masalah, keterampilan bahasa, keterampilan matematika, dan kemampuan lain yang berkaitan dengan fungsi mental Anda.

2. Tes Laboratorium

Tes darah sederhana dan tes kadar bahan kimia, hormon, dan vitamin pada tubuh dapat membantu menemukan kemungkinan penyebab gejala.

3. Pemindaian Otak

Tes ini dilakukan guna mengidentifikasi stroke , tumor, perubahan dalam struktur dan fungsi otak dan masalah lain yang dapat menyebabkan demensia. Pemindaian otak yang paling umum adalah:

  • Computed Tomography (CT), pemindaian ini menggunakan bantuan sinar x untuk menghasilkan gambar otak dan organ lainnya.
  • Magnetic Resonance Imaging (MRI), pemindaian yang menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar struktur tubuh secara detail, termasuk jaringan, organ, tulang, dan saraf.
  • Positron Emission Tomography (PET), yakni pemindaian yang menggunakan radiasi untuk memberikan gambaran aktivitas otak.

4. Evaluasi Kejiwaan

Dengan evaluasi ini dapat menentukan apakah depresi atau kondisi kesehatan berkontribusi terhadap gejala yang Anda diderita.

5. Tes Genetika 

Selain tes yang telah disebutkan di atas, tes yang diperlukan selanjutnya adalah tes genetika. Tes ini diperlukan karena beberapa kasus demensia disebabkan oleh adanya kerusakan gen.

Pengobatan Demensia

Pengobatan penting dilakukan bagi penderita demensia agar tidak semakin parah. Walau pada dasarnya tidak semua penyakit demensia bisa diobati seperti Alzheimer misalnya, yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya.

Obat untuk penyakit tersebut selama ini hanya dapat mengurangi gejala sementara. Berikut ini obat untuk penderita demensia: [5]

  • Inhibitor Kolinesterase

Obat-obatan yang dapat  bekerja sebagai penghambat atau inhibitor kolineteras yaitu donepezil (Aricept), rivastigmine (Exelon) dan galantamine (Razadyne).

Meskipun, obat ini khusus digunakan untuk mengobati penyakit Alzheimer, tetapi dokter juga mungkin meresepkan untuk demensia jenis lain, seperti demensia vaskular, demensia penyakit Parkinson, dan demensia Lewy body.

Efek samping obat ini umumnya mual, muntah dan diare. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah detak jantung lambat, pingsan dan gangguan tidur.

Memantine bekerja dalam mengatur aktivitas glutamat dan pembawa kimia lain yang terlibat dalam fungsi otak, seperti kemampuan belajar dan daya ingat. Dalam beberapa kasus, memantine diresepkan bersama dengan inhibitor cholinesterase (anti-kolinesterase). Efek samping umum dari obat ini adalah pusing.

  • Obat lain

Dokter mungkin meresepkan obat untuk mengobati gejala atau kondisi lain, seperti depresi, gangguan tidur, halusinasi, parkinsonisme, dan gelisah.

  • Terapi

Selain menggunakan obat, beberapa gejala demensia mungkin dapat diobati dengan pengobatan non obat atau terapi seperti berikut ini:

  • Terapi Okupasi

Dalam terapi ini Anda akan diajarkan bagaimana cara mengontrol emosi. Tujuan dari terapis ini ialah untuk mengelola perilaku dan mencegah kecelakaan, seperti jatuh dan lain-lain

  • Terapi ingatan

Cara yang satu ini berguna agar membuat Anda lebih fokus.

  • Terapi kognitif

Anda dapat memecah tugas menjadi lebih sederhana agar lebih mudah dikerjakan. Terapi ini dapat membantu Anda dalam memecahkan masalah dan membuat Anda lebih fokus pada kesuksesan, bukan kegagalan. Kegiatan rutin juga membantu mengurangi kebingungan pada penderita demensia.

Cara Mencegah Demensia

Beberapa ini adalah hal-hal yang bisa Anda terapkan sebagai langkah Anda dalam mencegah demensia: [5]

  • Menjaga pikiran Anda tetap aktif

Untuk mencegah demensia Anda perlu melakukan sejumlah kegiatan yang merangsang secara mental, seperti membaca, memecahkan teka-teki dan bermain permainan kata, dan pelatihan daya ingat.

  • Aktif secara fisik dan sosial

Aktivitas fisik dan interaksi sosial juga diperlukan untuk dapat menunda timbulnya demensia dan mengurangi gejalanya. Berolahragalah selama 150 menit seminggu.

Rokok diketahui memang dapat meningkatkan risiko demensia dan penyakit pembuluh darah. Untuk itu ada baiknya, Anda berhenti merokok agar kesehatan Anda tetap terjaga dan terhindar dari demensia.

  • Mengkonsumsi vitamin yang cukup

Kurangnya kadar vitamin D dalam darah dapat meningkatkan risiko mengalami penyakit Alzheimer dan jenis demensia lainnya. Untuk itu, selalu pastikan Anda mendapatkan vitamin D yang cukup. Vitamin D bisa Anda dapatkan melalui makanan tertentu, suplemen, dan paparan sinar matahari.

  • Rutin mengontrol tekanan darah dan kolesterol

Jika Anda memiliki tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, dan indeks massa tubuh tinggi (BMI) segeralah lakukan pemeriksaan rutin. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan risiko tinggi terkena demensia. 

  • Merawat kondisi kesehatan setiap hari

Jika Anda mengalami gangguan pendengaran, depresi atau kecemasan segeralah periksa ke dokter untuk memastikan kondisi Anda.

  • Melaksanakan pola makan sehat setiap hari

Konsumsilah buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan asam lemak omega-3, yang umumnya ditemukan pada ikan dan kacang-kacangan tertentu karena selain dapat meningkatkan kesehatan juga dapat menurunkan risiko demensia.

  • Tidur yang cukup

Konsultasikan dengan dokter Anda jika Anda mendengkur keras atau mengalami periode di mana Anda berhenti bernapas atau terengah-engah saat tidur.

1) Anonim. 2020. Webmd.com. Types of Dementia
2) Anonim. 2019. Alzheimer's Association International. What is Dementia?
3) Anonim. 2019. Centers for Disease Control and Prevention. Alzheimer's Disease and Healthy Aging
4) Charles Patrick Davis, MD, PhD. 2019. emedicinehealth. Dementia
5) Anonim. 2019. Mayoclinic. Dementia
6) Anonim. 2020. National institute of aging. What demensia symptoms, type and diagnose?
7) Nety Mawarda Hatmanti, Ana Yunita. 2019. Senam Lansia dan Terapi Puzzle terhadap Demensia pada Lansia

Share