Berdasarkan survei dari the National Health and Social Life Survey terhadap 1.749 wanita dan 1.410 pria berusia 18 hingga 59 tahun di Amerika menunjukkan bahwa total prevalensi disfungsi seksual lebih tinggi untuk wanita dibandingkan pria (43% vs 31%). [6]
Di Indonesia angka penderita disfungsi seksual cukup tinggi. Diperkirakan ada puluhan juta pria yang mengalami disfungsi seksual seperti impotensi dan ejakulasi dini. Sementara pada wanita ada hampir 80 % yang mengalami disfungsi seksual. Menurut Rahmat Simbolon sebagai operation manager on clinic tingginya angka penderita disfungsi seksual tersebut disebabkan oleh faktor psikologis. [5]
Daftar isi
Disfungsi seksual terjadi ketika Anda tidak mengalami kepuasan dari kegiatan seksual. Masalah ini dapat dialami pria dan wanita dari berbagai usia. [2]
Penyebabnya bisa karena masalah fisik dan kondisi medis, seperti penyakit jantung dan ketidakseimbangan hormon, atau oleh masalah psikologis, seperti kecemasan, depresi dan efek trauma masa lalu. [1]
Berikut di bawah ini adalah fakta mengenai disfungsi seksual: [7]
Tinjauan: Disfungsi seksual adalah sebuah kondisi ketika pria atau wanita tidak mengalami kepuasan dari kegiatan seksual.
Ada 4 jenis kategori disfungsi seksual yaitu Gangguan keinginan, gairah, orgasme dan nyeri. [1]
Gangguan yang dikenal juga dengan gangguan libido atau libido rendah ini memengaruhi hasrat seksual dan ketertarikan pada seks. Tingkat estrogen dan testosteron yang rendah dapat menyebabkan penurunan libido, seperti perubahan hormon, kondisi medis (seperti diabetes dan penyakit jantung), masalah hubungan, terhambatnya seksual, kelelahan, ketakutan, depresi, dan kecemasan.
Gangguan ini menyulitkan atau tidak mungkin terangsang secara fisik selama aktivitas seksual, bisa terjadi pada pria dan wanita. Jenis yang paling umum pada pria adalah disfungsi ereksi.
Ketika Anda memiliki gangguan gairah, Anda secara emosional sedang dalam mood untuk berhubungan seksual, tetapi Anda tidak dapat terangsang atau bergairah selama aktivitas seksual
Seseorang yang mengalami gangguan orgasme memiliki kesulitan dalam mencapai orgasme meskipun rangsangan dan stimulasi dilakukan terus-menerus.
Gangguan ini umum terjadi pada wanita, tetapi juga dapat terjadi pada pria. Gangguan ini bisa disebabkan oleh rasa sakit selama aktivitas seksual, stres, kelelahan, perubahan hormon dan penurunan libido.
Seseorang yang memiliki gangguan ini mengalami rasa sakit saat berhubungan seksual. Hal ini bisa terjadi pada pria dan wanita.
Pada wanita, rasa sakit dapat disebabkan oleh kekeringan pada vagina, vaginismus (suatu kondisi yang mempengaruhi otot-otot vagina), infeksi saluran kemih (ISK), perubahan hormon selama menopause, dan kondisi lainnya.
Sedangkan pada pria, rasa sakit dapat disebabkan oleh penyakit Peyronie (kerusakan fisik pada penis), infeksi seperti ISK, infeksi prostatitis dan ragi, herpes genital dan kondisi kulit.
Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan disfungsi seksual: [3]
Sejumlah kondisi fisik atau medis dapat menyebabkan disfungsi seksual, seperti kanker, gagal ginjal, multiple sclerosis, penyakit jantung dan masalah kandung kemih.
Selain itu, efek samping obat-obatan tertentu juga dapat menurunkan hasrat seksual Anda dan kemampuan tubuh Anda untuk mengalami orgasme, seperti beberapa obat antidepresan, obat tekanan darah, antihistamin dan obat kemoterapi.
Kadar estrogen yang lebih rendah setelah menopause dapat menyebabkan perubahan pada jaringan genital dan responsif seksual Anda. Penurunan estrogen menyebabkan penurunan aliran darah ke daerah panggul, yang dapat menghasilkan lebih sedikit sensasi genital, serta membutuhkan lebih banyak waktu untuk membangun gairah dan mencapai orgasme.
Lapisan vagina juga menjadi lebih tipis dan kurang elastis, terutama jika Anda tidak aktif secara seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan hubungan seksual yang menyakitkan (dispareunia). Keinginan seksual juga berkurang ketika kadar hormon menurun.
Tingkat hormon tubuh Anda juga bergeser setelah melahirkan dan selama menyusui, yang dapat menyebabkan kekeringan pada vagina dan dapat mempengaruhi keinginan Anda untuk berhubungan seks. [3]
Kecemasan atau depresi yang tidak diobati dapat menyebabkan disfungsi seksual, seperti halnya stres jangka panjang dan riwayat pelecehan seksual. Kekhawatiran kehamilan dan tuntutan menjadi ibu baru mungkin memiliki efek yang serupa.
Konflik yang sudah berlangsung lama dengan pasangan Anda, bisa mengenai seks atau aspek lain dari hubungan Anda, dapat mengurangi respons seksual Anda juga.
Gejala disfungsi seksual pada pria dan wanita bervariasi yaitu: [4]
Pada pria:
Pada wanita:
Pada pria dan wanita:
Kapan harus ke dokter?
Jika masalah seksual memengaruhi hubungan Anda atau membuat Anda khawatir, saatnya menemui dokter Anda. Beritahukan kepada dokter Anda mengenai riwayat kesehatan Anda dengan lengkap, termasuk daftar obat resep dan obat-obatan bebas yang sedang Anda konsumsi. Selanjutnya dokter akan mulai dengan melakukan pemeriksaan fisik Anda. [2]
Beberapa hal dibawah ini dapat dokter lakukan untuk mendiagnosis disfungsi seksual: [3]
Anda mungkin tidak nyaman berbicara dengan dokter tentang masalah-masalah pribadi yang berkaitan dengan seks, tetapi seksualitas sangat penting bagi kesejahteraan Anda dan pasangan.
Semakin awal Anda melakukan pemeriksaan, semakin baik peluang Anda untuk menemukan cara yang efektif untuk mengobatinya.
Dokter dapat memeriksa perubahan fisik yang memengaruhi hasrat seksual Anda, seperti penipisan jaringan genital, penurunan elastisitas kulit dan lain-lain.
Dokter Anda mungkin menyarankan Anda tes darah untuk memeriksa kondisi kesehatan yang mungkin berpengaruh pada disfungsi seksual.
Pengobatan disfungsi seksual antara lain: [2, 3]
Obat dapat membantu penderita disfungsi seksual. Pria dan wanita dengan kekurangan hormon dapat diberikan suntikan hormon, pil, atau krim. Baik pria maupun wanita dapat menggunakan obat sildenafil (Revatio, Viagra) yang terbukti bermanfaat mengatasi disfungsi seksual sebagai akibat dari penggunaan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs).
Selain sildenafil, obat-obatan lainnya antara lain tadalafil (Cialis), vardenafil (Levitra, Staxyn), dan avanafil (Stendra) dapat membantu meningkatkan fungsi seksual dengan meningkatkan aliran darah ke penis. [3]
Alat bantu seperti alat vakum dan implan penis dapat membantu pria dengan gangguan disfungsi ereksi. Selain itu, Dilator juga diketahui dapat membantu wanita yang mengalami penyempitan vagina.
Dokter anda mungkin akan merujuk kepada ahli terapis seks untuk membantu pasangan yang mengalami masalah seksual. Terapis juga dapat berperan sebagai penasihat perkawinan yang baik.
Pengobatan ini melibatkan berbagai teknik, termasuk wawasan tentang perilaku berbahaya dalam hubungan, atau teknik seperti rangsangan diri untuk mengobati masalah dengan gairah atau orgasme.
Terapi dengan konselor terlatih dapat membantu seseorang mengatasi trauma seksual dari masa lalu, perasaan cemas, takut, atau bersalah, dan citra tubuh yang buruk, yang kesemuanya mungkin berdampak pada fungsi seksual saat ini.
Pengetahuan tentang seks dan perilaku serta respons seksual dapat membantu seseorang mengatasi kecemasannya tentang fungsi seksual. Dialog terbuka dengan pasangan Anda tentang kebutuhan dan kekhawatiran Anda juga membantu mengatasi banyak hambatan untuk kehidupan seks yang sehat. [3]
Beberapa jenis disfungsi seksual tidak dapat dicegah. Namun, Anda dapat mengurangi risiko disfungsi jenis tertentu dengan menerapkan langkah – langkah berikut ini: [8]
1) Anonim. 2020. Beaumont. Types of Sexual Dysfunction in Men and Women
2) Ann Pietrangelo. 2016. Healthline. What Is Sexual Dysfunction?
3) Anonim. 2018. Mayo Clinic. Female Sexual Dysfunction.
4) Anonim. 2015. Cleveland Clinic. Sexual dysfunction.
5) Luky Ayudya Danianti. 2018. Hubungan Antara kepuasan relasi dengan disfungsi seksual pada wanita menikah
6) Edward O. Laumann, PhD, Anthony Paik, MA, Raymond C. Rosen, PhD. 1999. Sexual Dysfunction in the United States Prevalence and Predictors.
7) Discoveryhealth.com. 2020. howstuffworks. 10 Little-Known Sexual Dysfunction Facts
8) Anonim. 2020. Beaumont. Preventing Sexual Dysfunction in Men and Women