Daftar isi
Feokromositoma merupakan kondisi tumbuhnya tumor jinak pada kelenjar adrenal, namun kasus ini sangat jarang dijumpai.
Kelenjar adrenal pada tubuh manusia memiliki peran penting dalam menghasilkan hormon-hormon yang membantu fungsi tubuh, yaitu [5] :
Tumor yang tumbuh pada kelenjar adrenal dapat berada di salah satu atau kedua kelenjar.
Karena keberadaan tumor ini juga, hormon penyebab tekanan darah tinggi secara tetap terhasilkan.
Feokromositoma dapat mengancam jiwa penderitanya, khususnya jika sampai pembuluh darah dan sistem jantung sampai terpengaruh.
Tinjauan Feokromositoma merupakan sebuah kondisi tumbuhnya tumor bersifat jinak (namun tetap berpotensi bersifat kanker) pada kelenjar adrenal.
Penyebab feokromositoma belum diketahui secara pasti sampai kini, namun diketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan tumor terjadi di bagian sel berjenis chromaffin.
Sel jenis chromaffin ini berperan sebagai pelepas hormon noradrenalin dan adrenalin pengatur kadar gula darah, tekanan darah, dan denyut nadi serta terletak di area tengah kelenjar adrenal.
Walau penyebab pasti feokromositoma belum diketahui secara pasti, beberapa faktor berikut dapat menjadi peningkat risiko seseorang mengalaminya, yaitu :
Tinjauan Penyebab utama feokromositoma hingga kini belum diketahui secara jelas, namun diduga bahwa beberapa kelainan genetik seperti NF1, hereditary paraganglioma syndrome, MEN II dan Von Hippel-lindau disease menjadi faktor risikonya.
Feorkromositoma mampu menimbulkan sejumlah gejala pada penderitanya, yaitu antara lain adalah [1,2] :
Pada beberapa kasus feokromositoma lainnya, beberapa gejala berikut juga dapat timbul namun sangat jarang [2] :
Tekanan darah tinggi merupakan kondisi yang mungkin dianggap sebagai hal wajar oleh sebagian orang.
Hipertensi menjadi gejala utama pada kondisi feokromositoma, namun banyak orang mengalami hipertensi tanpa adanya tumor pada kelenjar adrenal.
Oleh sebab itu, segera periksakan diri ke dokter jika tekanan darah tinggi lebih sulit dikontrol tanpa penanganan medis.
Jika terdapat anggota keluarga yang memiliki riwayat feokromositoma, gejala tekanan darah tinggi mengalami perburukan, atau anggota keluarga memiliki riwayat kelainan genetik tertentu seperti yang telah disebutkan, jangan ragu untuk ke dokter.
Deteksi dini akan memampukan dokter menangani kondisi gejala yang penderita alami lebih mudah.
Tinjauan Feokromositoma umumnya menimbulkan beberapa gejala utama seperti tremor, detak jantung lebih cepat, keringat berlebih, wajah pucat, sakit kepala, hipertensi, nafas pendek, hingga gejala serangan panik.
Ketika memeriksakan diri ke dokter, maka untuk memastikan kondisi feokromositoma dan menentukan penanganan yang paling sesuai beberapa metode diagnosa berikut akan dokter gunakan.
Pada tes laboratorium yang meliputi tes darah dan tes urine 24 jam, biasanya dokter akan meminta pasien mempersiapkan diri dengan baik.
Pasien perlu berhenti mengonsumsi obat yang sedang digunakan beberapa jam sebelum pemeriksaan.
Pasien juga perlu berpuasa sebelum menempuh pemeriksaan, namun sebelumnya tanyakan kepada dokter mengenai apa yang harus dilakukan sebelum menempuh pemeriksaan laboratorium.
Selain tes laboratorium, pastikan untuk bertanya pada dokter mengenai detail tes genetik. Ketahui manfaat tes genetik sebelum memutuskan untuk menempuhnya.
Tinjauan Beberapa metode diagnosa yang digunakan oleh dokter dalam memastikan feokromositoma adalah tes darah, tes urine 24 jam, tes metanefrin, tes pemindaian (MRI, CT dan PET scan), tes genetik, dan MIBG.
Feokromositoma merupakan jenis penyakit yang dapat diatasi melalui metode non-operasi maupun operasi, tergantung dari kondisi tubuh pasien secara menyeluruh.
Prosedur operasi biasanya direkomendasikan oleh dokter untuk mengangkat kelenjar adrenal yang ditumbuhi tumor [1,2,3,4,5].
Pada beberapa kasus, dokter hanya akan mengangkat tumor dan tidak akan akan memengaruhi jaringan sehat di sekitar tumor saat proses operasi.
Namun pada sejumlah kasus lainnya, dokter kemungkinan harus mengangkat seluruh kelenjar adrenal karena tumor bersifat kanker atau ganas.
Karena gejala utama feokromositoma pada adalah tekanan darah tinggi, maka dokter umumnya akan meresepkan obat penurun tekanan darah.
Obat-obatan yang diresepkan oleh dokter umumnya harus dikonsumsi oleh pasien selama 7-10 hari sebelum menempuh prosedur operasi yang direkomendasikan oleh dokter.
Obat golongan beta blockers dapat menurunkan kecepatan detak jantung serta menjaga agar pembuluh darah tetap dalam kondisi baik dan rileks [2].
Propranolol, metoprolol, dan atenolol adalah jenis-jenis beta blockers yang akan dokter resepkan [6].
Namun, waspadai beberapa efek samping yang dapat terjadi, seperti ketidakteraturan detak jantung, diare, konstipasi/sembelit, pusing, sakit kepala, sulit bernafas, bengkak pada tubuh, hingga kelelahan dan gangguan pencernaan.
Obat golongan alpha blockers yang umumnya diresepkan bagi penderita feokromositoma adalah prazosin, doxazosin, dan phenoxybenzamine [1,2,7].
Fungsi obat ini utamanya adalah sebagai peningkat aliran darah dan menormalkan kembali tekanan darah.
Namun, waspadai beberapa efek sampingnya seperti disfungsi seksual pada pria, pembengkakan pada beberapa area tubuh, gangguan penglihatan, pusing, dan detak jantung yang tidak teratur.
Terapi ini umumnya dilakukan oleh dokter dengan mengombinasikan sedikit zat radioaktif dengan obat yang mampu melawan sel-sel kanker [4,5].
Untuk tumor neuroendokrin yang sudah cukup berbahaya, maka dokter biasanya dapat menggunakan lutetium Lu 177 dotatate dalam mengatasinya [8].
Tidak hanya dapat digunakan sebagai metode diagnosa, dokter juga akan menggunakan terapi ini dengan sejenis yodium radioaktif [9].
Tujuan utama dari penanganan ini adalah agar radiasi dapat membunuh sel-sel kanker secara lebih tepat sasaran.
Selain operasi, kemungkinan besar dokter juga akan menyarankan pasien menempuh terapi radiasi [1,2,4,5].
Untuk tumor yang telah menyebar hingga bagian tulang dan menyebabkan rasa nyeri hebat, maka terapi radiasi dapat dijalani oleh pasien.
Seperti pada penanganan tumor dan kanker pada umumnya, kemoterapi juga diperlukan [1,2,4,5].
Pemberian obat-obatan dilakukan oleh dokter untuk membunuh sel-sel kanker yang sedang tumbuh atau berkembang agar tidak menyebar semakin luas.
Diet ini perlu dilakukan selama penggunaan obat-obatan pengontrol tekanan darah dan pelancar peredaran darah [7].
Selama menggunakan alpha blockers dan beta blockers, obat-obatan ini akan menurunkan kadar cairan dalam pembuluh darah.
Agar kadarnya tidak turun drastis dan tidak menjadi terlalu rendah, diet tinggi garam dapat membantu agar kadar cairan dalam pembuluh darah tetap seimbang.
Bahkan diet ini juga dianjurkan untuk mencegah tekanan darah rendah baik selama maupun usai menempuh operasi.
Tinjauan Metode pengobatan feokromositoma terdiri dari pengobatan dengan operasi dan tanpa operasi. Namun biasanya, dokter akan meresepkan obat-obatan baik sebelum atau sesudah pasien menjalani operasi.
Gejala yang tidak segera diatasi dapat memburuk seiring waktu.
Tumor juga berkemungkinan memengaruhi sejumlah jaringan serta organ tubuh pasien, khususnya ginjal, otak dan sistem kardiovaskular.
Karena hal tersebut, beberapa kondisi berikut dapat menjadi risiko komplikasi yang perlu diwaspadai [1,4] :
Pada beberapa kasus, penderita feokromositoma dapat mengalami gejala yang lebih serius ketika merasakan atau melakukan sejumlah seperti berikut [10,11,12,13].
Tidak terdapat cara pencegahan khusus untuk kasus feokromositoma karena penyebab pastinya belum diketahui hingga kini [1].
Namun melakukan tes genetik sebelum memiliki anak, lalu menjaga pola hidup tetap sehat dan seimbang setidaknya dapat mencegah feokromositoma tidak menjadi lebih buruk.
Menjaga berat badan tetap ideal dan gaya hidup tetap sehat akan mengurangi juga risiko komplikasi feokromositoma.
Tinjauan Karena belum diketahui penyebab pasti feokromositoma, maka belum terdapat pula cara mencegahnya. Namun, menjaga kesehatan dengan memiliki gaya hidup sehat dan seimbang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko komplikasi.
1. Ateeq Mubarik & Narothama R. Aeddula. Cancer, Chromaffin Cell (Pheochromocytoma). Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
2. Roland Därr, Jacques W.M. Lenders, Lorenz C. Hofbauer, Bernd Naumann, Stefan R. Bornstein, & Graeme Eisenhofer. Pheochromocytoma – update on disease management. Therapeutic Advances in Endocrinology and Metabolism; 2012.
3. Imran K. Jalbani, Syed Muhammad Nazim, & Farhat Abbas. Pheochromocytoma associated with von Hippel-lindau disease in a Pakistani family. Urology Annals; 2015.
4. Tobi Else, MD, Samantha Greenberg, MS, MPH, CGC, & Lauren Fishbein, MD, PhD, MTR. Hereditary Paraganglioma-Pheochromocytoma Syndromes. GeneReviews National Center for Biotechnology Information; 2008.
5. Nussey S & Whitehead S. Endocrinology: An Integrated Approach - Chapter 4 The adrenal gland. Oxford: BIOS Scientific Publishers; 2001.
6. Shahid Akbar, MD, PhD & Mohammad S. Alorainy, BSc Pharm, PharmD. The current status of beta blockers’ use in the management of hypertension. Saudi Medical Journal; 2014.
7. Rashmi Ramachandran & Vimi Rewari. Current perioperative management of pheochromocytomas. Indian Journal of Urology; 2017.
8. Achyut Ram Vyakaranam, Joakim Crona, Olov Norlén, Dan Granberg, Ulrike Garske-Román, Mattias Sandström, Katarzyna Fröss-Baron, Espen Thiis-Evensen, Per Hellman, & Anders Sundin. Favorable Outcome in Patients with Pheochromocytoma and Paraganglioma Treated with 177Lu-DOTATATE. Cancers (Basel); 2019.
9. Camilo Jimenez, William Erwin & Beth Chasen. Targeted Radionuclide Therapy for Patients with Metastatic Pheochromocytoma and Paraganglioma: From Low-Specific-Activity to High-Specific-Activity Iodine-131 Metaiodobenzylguanidine. Cancers (Basel); 2019.
10. Karel Pacak, MD, PhD, DSc, FACE & Sri Harsha Tella, M.D. Pheochromocytoma and Paraganglioma. National Center for Biotechnology Information; 2018.
11. Vitaly Kantorovich, Graeme Eisenhofer, & Karel Pacak. Pheochromocytoma: an endocrine stress mimicking disorder. Annals of the New York Academy of Sciences; 2008.
12. Lenka Maletínská, Jana Maixnerová, Resha Matysková, Renata Haugvicová, Eva Sloncová, Tomás Elbert, Jirina Slaninová, & Blanka Zelezná. Cocaine- and amphetamine-regulated transcript (CART) peptide specific binding in pheochromocytoma cells PC12. European Journal of Pharmacology; 2007.
13. Tahrier Sub Laban & Abdolreza Saadabadi. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOI). National Center for Biotechnology Information; 2020.