Penyakit & Kelainan

Kanker Nasofaring : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Nasofaring adalah bagian atas dari tenggorok yang terletak di belakang hidung. Kanker nasofaring adalah pertumbuhan sel-sel ganas pada area ini. Faktor risiko kanker nasofaring meliputi ras Asia, paparan

Apa Itu Kanker Nasofaring?

Nasofaring adalah bagian tenggorokan yang terletak di balik langit-langit rongga mulut dan bagian atas belakang hidung [1].

Nasofaring merupakan ruang berukuran 1,5 inci yang tergolong sempit dan berfungsi utama sebagai pengantar udara dari hidung menuju tenggorokan.

Nasofaring bersama dengan laringofaring merupakan bagian penting dari sistem pernapasan.

Kanker nasofaring merupakan salah satu jenis kanker tenggorokan di mana kanker menyerang lapisan luar nasofaring [1,2,3,4,7,8,9,10,11,14].

Ketika kanker nasofaring terjadi, benjolan akan timbul di bagian tenggorokan namun juga akan berpengaruh pada fungsi penglihatan penderita [2,10].

Karsinoma sel skuamosa adalah kanker yang tumbuh di area ini di mana sifatnya tidak sama dengan jenis kanker kepala leher lainnya.

Tinjauan
Kanker nasofaring adalah jenis kanker kepala leher atau kanker tenggorokan yang tumbuh pada lapisan luar nasofaring.

Fakta Tentang Kanker Nasofaring

  1. Kanker nasofaring tergolong sebagai jenis kanker yang cukup umum di dunia, namun karsinoma nasofaring di Amerika Serikat tergolong langka [1].
  2. Prevalensi kanker nasofaring di Amerika Serikat adalah 0,4 per 100.000 jiwa dan risiko paling tinggi terjadi pada populasi yang berimigrasi dari wilayah yang prevalensinya tinggi [1].
  3. Prevalensi kanker nasofaring di beberapa wilayah China diketahui 21 per 100.000 jiwa [1].
  4. Kanker nasofaring paling umum dijumpai di Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah dan Arktik [1].
  5. Tingkat peluang kesembuhan pasien kanker nasofaring tergantung dari kapan kanker ini terdiagnosa dan di mana tumor tumbuh dan menyebar [1].
  6. Prevalensi penderita kanker nasofaring yang mampu bertahan hidup dengan hanya menjalani perawatan terapi radiasi adalah 40% [1].
  7. Prevalensi penderita kanker nasofaring yang mampu bertahan hidup dengan menjalani terapi radiasi sekaligus kemoterapi adalah 50-80% [1].
  8. Di Indonesia, prevalensi kanker nasofaring atau karsinoma nasofaring cukup tinggi, yaitu sekitar 6,2 per 100.000 jiwa di mana per tahunnya terdapat kurang lebih 12.000 kasus baru [2].
  9. Karsinoma nasofaring diketahui menduduki peringkat ke-4 di Indonesia sebagai kasus tumor paling banyak dijumpai menyusul kanker serviks, kanker payudara, dan kanker kulit [2].

Penyebab Kanker Nasofaring

Belum diketahui jelas faktor penyebab utama kanker nasofaring, namun EBV (Epstein-Barr virus) atau virus Epstein-Barr diduga kuat oleh para dokter berkaitan dengan kanker ini [1,2,3,4].

Penularan virus ini umumnya terjadi melalui kontak langsung antar manusia, terutama melalui air liur dan sentuhan pada benda-benda yang terkontaminasi [2,3,4].

Keterkaitan keduanya berasal dari kontaminasi EBV dalam sel nasofaring penderita sehingga menimbulkan kanker nasofaring.

Bila sel nasofaring terkontaminasi virus tersebut, pertumbuhan sel abnormal dapat terjadi.

Meski demikian, keterkaitan keduanya masih dalam penelitian lebih lanjut karena EBV umumnya tak menyebabkan infeksi berkelanjutan jangka panjang dan bukan kasus yang serius.

Faktor Risiko Kanker Nasofaring

Terdapat sejumlah faktor yang mampu menjadi peningkat risiko kanker nasofaring yang perlu diketahui dan diwaspadai, yaitu :

  • Kebiasaan merokok [1,2,4].
  • Faktor usia, sebab rata-rata penderita kanker nasofaring berusia antara 30 sampai 50 tahun [2].
  • Konsumsi alkohol secara berlebihan [1,2].
  • Riwayat kesehatan keluarga, yaitu di mana anggota keluarga ada yang pernah menderita kanker nasofaring sehingga anggota keluarga lainnya berpeluang sama menderita penyakit tersebut [1,2,3,4,5].
  • Terlalu sering konsumsi makanan yang telah melalui proses pengawetan menggunakan garam [2,3,4,6].
Tinjauan
- EBV atau Epstein-Barr Virus dikaitkan dengan timbulnya kanker nasofaring walau masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
- Sementara itu, riwayat kesehatan keluarga, konsumsi makanan diawetkan dengan garam secara berlebihan, kebiasaan merokok, faktor usia, dan konsumsi alkohol berlebihan menjadi faktor peningkat risiko kanker nasofaring.

Gejala Kanker Nasofaring

Kanker nasofaring dapat menimbulkan sejumlah gejala, yaitu antara lain [7,8] :

  • Muncul benjolan di bagian tenggorokan
  • Tenggorokan sakit
  • Kesulitan membuka mulut
  • Telinga berdengung dan tidak nyaman (tinnitus)
  • Infeksi telinga
  • Hidung tersumbat
  • Mimisan
  • Sakit kepala
  • Nyeri pada wajah (dapat disertai dengan kondisi mati rasa)
  • Penglihatan ganda atau kabur

Pemeriksaan Kanker Nasofaring

Ketika memeriksakan diri ke dokter, beberapa metode diagnosa yang diterapkan oleh dokter untuk memastikan kondisi pasien antara lain adalah :

  • Pemeriksaan Fisik

Dokter selalu mengawali prosedur diagnosa dengan memeriksa fisik pasien, terutama dalam hal ini adalah bagian leher dan kepala [1,2,4,7,8].

Kecurigaan dapat menguat terhadap kanker nasofaring apabila pada bagian leher terdapat benjolan.

Karena benjolan di leher tidak selalu merupakan kanker nasofaring, dokter perlu melakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosa.

  • Pemeriksaan Riwayat Kesehatan

Pemeriksaan riwayat kesehatan tidak hanya dokter lakukan pada pasien karena dokter biasanya juga ingin mengetahui riwayat kesehatan keluarga pasien [1,2,4,7,8].

Dokter umumnya mengajukan pertanyaan seputar riwayat medis pasien dan keluarga pasien supaya dapat diketahui apakah anggota keluarga pasien pernah mengalami kanker kepala leher, terutama kanker nasofaring.

  • Tes Pemindaian

Sebagai tes penunjang, dokter perlu menerapkan beberapa pemeriksaan pemindaian seperti CT dan MRI scan serta PET scan [1,4,7,8,9,10].

Dokter merekomendasikan MRI scan khususnya untuk memeriksa bagian leher dan wajah pasien sebagai proses evaluasi penyakit.

Sementara itu, PET scan juga kemungkinan diperlukan supaya dokter mengetahui apakah kanker memiliki risiko metastasis maupun telah bermetastasis atau menyebar ke organ lainnya.

  • Tes Darah

Karena EBV yang memiliki kaitan dengan kanker nasofaring, dokter perlu memastikan keberadaan virus di dalam tubuh pasien.

Untuk itu, tes darah adalah salah satu metode yang membantu dokter mengidentifikasi EBV [1,9].

Hibridisasi dan PCR (polymerase chain reaction) terkadang dikombinasi untuk pemeriksaan keberadaan tumor [1,9].

  • Nasofaringolaringoskopi

Nasofaringolaringoskopi merupakan prosedur pemeriksaan yang dilakukan pada tenggorokan, hidung dan telinga pasien untuk mengidentifikasi adanya keabnormalan di area-area tubuh tersebut [1].

Metode yang digunakan pada prosedur pemeriksaan ini adalah endsokopi namun dengan alat yang disebut nasofaringoskop.

Selang kecil lentur ini sudah dilengkapi dengan kamera untuk memeriksa bagian dalam nasofaring pasien dengan memasukkannya ke hidung lebih dulu.

  • Biopsi

Biopsi adalah pengambilan sampel jaringan nasofaring untuk diteliti di laboratorium [1,4,7,8,9].

Biopsi merupakan prosedur pemeriksaan yang umumnya dapat diterapkan bersama dengan tindakan nasofaringolaringoskopi.

Meski demikian, biopsi juga dapat diterapkan sendiri oleh dokter untuk mendeteksi adanya keabnormalan pada sel nasofaring pasien.

Stadium Kanker Nasofaring

Seperti stadium kanker hipofaring, stadium kanker nasofaring terdiri dari lima jenis kondisi menurut tingkat penyebaran dan ukuran tumor di dalam tubuh pasien [1,4,7,10].

  • Stadium 0 : Kanker pada kondisi ini masih sangat awal dan disebut dengan istilah kanker in situ, yaitu sel abnormal yang baru saja timbul dan berpotensi kanker di mana kanker ini memiliki peluang bermetastasis.
  • Stadium 1 : Pada stadium ini, sel abnormal sudah menjadi kanker di nasofaring. Bahkan terdapat kemungkinan bahwa kanker sudah menyebar ke jaringan paling dekat di sekitarnya.
  • Stadium 2 : Penyebaran kanker sudah terjadi baik ke satu atau lebih kelenjar getah bening.
  • Stadium 3 : Penyebaran kanker sudah lebih jauh lagi, yaitu hingga tulang dan organ sinus paling dekat dengan lokasi tumbuhnya tumor.
  • Stadium 4 : Penyebaran kanker sudah sampai pada jaringan dan organ tubuh lain yang jaraknya jauh dari nasofaring. Pada stadium ini, paru-paru dan tulang selangka berisiko telah terkena penyebaran kanker.
Tinjauan
Metode diagnosa yang digunakan oleh dokter dalam memeriksa kondisi pasien adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes darah, tes pemindaian, biopsi dan nasofaringolaringoskopi.

Pengobatan Kanker Nasofaring

Penanganan kanker nasofaring disesuaikan dengan kondisi menyeluruh pasien, stadium kanker, serta lokasi tumbuh dan menyebarnya kanker.

Berikut ini merupakan metode-metode penanganan kanker nasofaring yang dokter umumnya rekomendasikan kepada pasien :

  • Radioterapi

Terapi radiasi tanpa operasi dan kemoterapi dapat ditempuh oleh pasien kanker nasofaring stadium 1 [1,2,7,8,9,10].

Terapi radiasi pada kondisi awal kanker nasofaring untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker sudah tergolong cukup [1].

Namun pada kondisi kanker berukuran lebih besar dan telah menyebar lebih luas, radioterapi dapat dikombinasi dengan kemoterapi baik dengan atau tanpa operasi serta sebelum maupun sesudah operasi.

  • Operasi

Prosedur operasi menjadi prosedur medis yang jarang direkomendasikan oleh dokter kepada pasien kanker nasofaring [1,10,11].

Lokasi kanker yang sangat dekat dengan saraf dan pembuluh darah memiliki risiko bahaya lebih besar ketika harus dioperasi.

Hanya saja dokter baru akan memilih melakukan operasi ketika penyebaran kanker sudah sampai pada kelenjar getah bening sehingga kelenjar kemungkinan harus diangkat sebagian atau total.

  • Kemoterapi

Terapi obat ini adalah jenis terapi yang mampu membasmi sel-sel kanker yang biasanya dikombinasi dengan radioterapi [1,3,7,8,9,10,11].

Prosedur kemoterapi dan radioterapi yang pasien tempuh bersamaan akan meningkatkan efektivitas pengobatan sehingga hasil pembasmian sel-sel kanker lebih maksimal.

  • Imunoterapi

Cetuximab dan pembrolizumab adalah contoh obat golongan imunoterapi yang diresepkan dengan tujuan memengaruhi imun agar dapat melawan sel-sel kanker [2,3,10,11,12].

Namun, pemberian obat imunoterapi juga lebih dulu disesuaikan dengan kondisi pasien secara menyeluruh.

Tinjauan
Metode penanganan untuk kanker nasofaring pada umumnya adalah radioterapi (terapi radiasi), kemoterapi, dan imunoterapi. Sementara untuk prosedur operasi justru jarang digunakan dan direkomendasikan oleh dokter.

Komplikasi Kanker Nasofaring

Komplikasi kanker nasofaring terbagi menjadi dua jenis kondisi, yaitu komplikasi dari kanker nasofaring itu sendiri dan komplikasi dari penanganan medis yang pasien tempuh.

Risiko Komplikasi Kanker Nasofaring

Risiko komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita kanker nasofaring berbeda-beda, namun metastasis adalah risiko komplikasi yang paling perlu diwaspadai dan dihindari [1,10,14].

Ukuran tumor yang semakin besar berdampak buruk bagi organ-organ yang dekat maupun jauh dari nasofaring.

Kelenjar getah bening, tenggorokan, otak dan tulang (termasuk paru) adalah organ-organ lain yang dapat terkena bahaya dari penyebaran kanker [10,14].

Selain metastasis, kemungkinan bahwa kanker nasofaring menekan saluran pernapasan juga tergolong sebagai risiko komplikasi berbahaya.

Untuk mengatasinya, dokter biasanya merekomendasikan trakeostomi untuk menangani tekanan tersebut.

Risiko Komplikasi Penanganan Kanker Nasofaring

Risiko komplikasi kanker nasofaring paling tinggi yang terjadi sebagai akibat dari terapi radiasi adalah mukositis di mana hal ini mampu menyebabkan pasien mengalami disfagia dan nyeri [1].

Agar makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak mengiritasi mukosa, biasanya dokter ahli diet akan menyarankan asupan makanan dengan tekstur lembut tanpa rasa [1].

Pasien kanker nasofaring usai menjalani prosedur bedah dan terapi untuk kanker dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan asam dan pedas [1].

Pada beberapa kasus, pasien membutuhkan alat bantu makan dan minum seperti selang makan gastrostomi [1,13].

Tujuan alat bantu makan tersebut adalah agar tetap dapat menghidrasi tubuh dan mendapatkan cukup kalori supaya tubuh tetap bertenaga [1].

Tinjauan
- Metastasis atau penyebaran kanker ke organ sekitar dan organ yang jauh dari nasofaring menjadi risiko komplikasi utama apabila kanker nasofaring tidak kunjung diobati.
- Selain itu, komplikasi juga terjadi akibat terapi radiasi, yaitu mukositis.

Pencegahan Kanker Nasofaring

Untuk mencegah kanker nasofaring agar tidak terjadi sama sekali, upaya pasti untuk hal ini belum ada.

Hanya saja untuk meminimalisir risiko tumbuhnya sel-sel abnormal yang berujung pada kanker nasofaring, beberapa langkah berikut dapat diterapkan :

  • Menghindari asap rokok dan berhenti dari kebiasaan merokok bila memilikinya.
  • Menghindari minuman-minuman mengandung alkohol dan tidak mengonsumsinya secara berlebihan.
  • Menghindari konsumsi makanan yang sudah melalui proses pengawetan dengan garam.
Tinjauan
Tidak terdapat cara pasti dalam mencegah agar kanker nasofaring tidak terjadi sama sekali. Namun dengan berhenti dari kebiasaan merokok, tidak menjadi perokok pasif, menghindari minuman beralkohol, dan menghindari asupan makanan berlebih yang diawetkan dengan garam merupakan upaya meminimalisir risiko kanker yang dapat diterapkan.

1. Shreya Sinha & Ajeet Gajra. Nasopharyngeal Cancer. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Marlinda Adham, Antonius N Kurniawan, Arina Ika Muhtadi, Averdi Roezin, Bambang Hermani, Soehartati Gondhowiardjo, I Bing Tan, & Jaap M Middeldorp. Nasopharyngeal carcinoma in Indonesia: epidemiology, incidence, signs, and symptoms at presentation. Chinese Journal of Cancer; 2012.
3. Sai Wah Tsao, Chi Man Tsang, & Kwok Wai Lo. Epstein–Barr virus infection and nasopharyngeal carcinoma. Philosophical Transactions B; 2017.
4. Lei Wu, Churong Li, & Li Pan. Nasopharyngeal carcinoma: A review of current updates. Experimental and Therapeutic Medicine; 2018.
5. Ze-Fang Ren, Wen-Sheng Liu, Hai-De Qin, Ya-Fei Xu, Dan-Dan Yu, Qi-Sheng Feng, Li-Zhen Chen, Xiao-Ou Shu, Yi-Xin Zeng, & Wei-Hua Jia. Effect of family history of cancers and environmental factors on risk of nasopharyngeal carcinoma in Guangdong, China. Cancer Epidemiology; 2010,
6. Cheng Wang, Xiao-Ling Lin, Yu-Ying Fan, Yuan-Ting Liu, Xing-Lan Zhang, Yun-Kai Lu, Chun-Hua Xu, & Yu-Ming Chen. Diet Quality Scores and Risk of Nasopharyngeal Carcinoma in Chinese Adults: A Case-Control Study. Nutrients; 2016.
7. Tsuyoshi Ito, Hisakazu Majima, Taijiro Ozawa, Matsuyoshi Maeda, Shotaro Iwamoto, Masahiro Hirayama, & Eiichi Azuma. An Unusual Presentation of Nasopharyngeal Carcinoma as Lemierre Syndrome. The American Journal of Case Reports; 2019.
8. Yi-Lun Lee & Ching-Yin Ho. Headache as the Sole Symptom of Nasopharyngeal Carcinoma and Its Clinical Implications. The Scientific World Journal; 2012.
9. Shujuan Yang, Siying Wu, Jing Zhou, & Xiao Y Chen. Screening for nasopharyngeal cancer. Cochrane Library; 2015.
10. Bernadette Brennan. Nasopharyngeal carcinoma. Orphanet Journal of Rare Diseases; 2006.
11. W. K. Jacky Lam & Jason Y. K. Chan. Recent advances in the management of nasopharyngeal carcinoma. F1000 Research; 2018.
12. Michael G McCusker, Dennis Orkoulas-Razis, & Ranee Mehra. Potential of Pembrolizumab in Metastatic or Recurrent Head and Neck Cancer: Evidence to Date. Potential of Pembrolizumab in Metastatic or Recurrent Head and Neck Cancer: Evidence to Date. OncoTargets and Therapy; 2020.
13. C. Orphanidou, MSc, K. Biggs, BASc MHSc, M.E. Johnston, BSc, J.R. Wright, MD MSc, A. Bowman, BASc, S.J. Hotte, MD MSc, A. Esau, BHE, C. Myers, BSc BEd MSc, V. Blunt, BSc RD, M. Lafleur, RN, B. Sheehan, MD, & M.A. Griffin, BSc RD. Prophylactic feeding tubes for patients with locally advanced head-and-neck cancer undergoing combined chemotherapy and radiotherapy—systematic review and recommendations for clinical practice. Current Oncology; 2011.
14. Chunying Shen, MD, Hongmei Ying, MD, Xueguan Lu, MD, & Chaosu Hu, MD. Nasopharyngeal carcinoma with central nervous system metastases. Medicine (Baltimore); 2017.

Share