Masuk angin merupakan penyakit yang sangat umum dan bisa dialami oleh semua usia. Centers for Disease Control and Prevention memperkirakan bahwa orang dewasa rata-rata mengalami 2-3 kali masuk angin setiap tahunnya[1].
Risiko mengalami masuk angin saat hamil menjadi lebih tinggi karena sistem kekebalan tubuh kurang kuat selama kehamilan. Hal ini disebabkan sistem kekebalan tubuh akan disesuaikan untuk melindungi bayi dalam kandungan[2,3].
Perubahan dalam sistem kekebalan ini berubah-ubah, sehingga kerentanan terhadap suatu penyakit dapat berubah selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa ibu hamil paling rentan sakit selama trisemester pertama dan paling kebal selama trisemester kedua[2].
Menurut CDC, masuk angin selama hamil umumnya tidak akan menimbulkan bahaya bagi ibu maupun bayi yang dikandung[2].
Masuk angin biasa tidak disertai dengan gejala demam. Timbulnya demam dapat menandakan adanya penyakit lain[2].
Jika mengalami masuk angin disertai dengan demam, ibu hamil sebaiknya memeriksakan diri ke dokter. Demam pada awal kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya cacat lahir tertentu[2].
Daftar isi
Selama kehamilan, pada tubuh ibu terjadi peningkatan kadar hormon, peningkatan laju detak jantung dan suplai darah. Sehingga umumnya ibu hamil merasa suhu tubuh lebih panas daripada biasanya[3, 4].
Namun terkadang alih-alih panas, ibu hamil dapat merasa kedinginan seperti masuk angin. Berikut beberapa faktor yang dapat menjadi penyebabnya[3, 4]:
Meski umumnya ibu hamil memiliki tekanan darah tinggi, sekitar 10% dari ibu hamil memiliki tekanan darah rendah, sekitar 90/60 atau lebih rendah.
Tekanan darah rendah saat hamil sering kali disebabkan oleh kebutuhan sirkulasi ekstra yang dialami tubuh saat mencoba untuk menyiapkan cukup darah untuk ibu dan bayi dalam kandungan.
Banyak ibu hamil dengan tekanan darah rendah tidak menunjukkan gejala. Biasanya tekanan darah rendah disertai gejala seperti kulit dingin, lembab, mual, pusing, keletihan, penglihatan kabur, serta detak jantung yang cepat tapi lemah.
Anemia terjadi ketika tubuh tidak memproduksi cukup sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen. Akibatnya jaringan dalam tubuh mengalami kekurangan oksigen sehingga timbul masalah pada berbagai sistem.
Ibu hamil terutama rentan terhadap anemia defisiensi zat besi. Tubuh kita memerlukan zat besi untuk memproduksi sel darah merah. Ibu hamil memerlukan dua kali lebih banyak zat besi untuk dapat memenuhi suplai oksigen untuk tubuh ibu dan bayi.
Jika ibu hamil tidak mendapatkan cukup zat besi, maka berisiko mengalami anemia. Kondisi init terutama dialami pada trisemester kedua dan ketiga kehamilan ketika pertumbuhan bayi makin pesat.
Anemia ditandai dengan tangan dan kaki yang dingin. Gejala lain anemia meliputi sensasi lemah, kulit pucat, detak jantung tidak beraturan, dan napas pendek.
Hipotiroidisme ialah kondisi di mana kelenjar tiroid tidak memproduksi cukup hormon. Hipotiroidisme dapat dialami oleh orang dengan penyakit autoimun tertentu. Selain itu, hipotiroidisme juga dapat terjadi ketika terdapat kerusakan pada kelenjar tiroid dan defisiensi nutrisi.
Hipotiroidisme mempengaruhi sekitar 5% dari ibu hamil. Gejala hipertiroidisme dapat sulit untuk dibedakan karena mirip dengan gejala kehamilan.
Gejala hipertiroidisme meliputi kelelahan, sensitif terhadap suhu dingin, konstipasi, peningkatan berat badan, depresi, kram otot, sakit otot, kulit kering dan bersisik, serta lambatnya gerakan dan pikiran.
Infeksi ialah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Biasanya infeksi ditandai dengan demam, dengan suhu tubuh sekitar 37,8oC atau lebih. Infeksi virus atau bakteri dapat disertai gejala seperti menggigil, badan pegal dan keletihan.
Menggigil sebenarnya merupakan respon kimiawi terhadap kuman yang menginfeksi dan respon pertahanan tubuh untuk melawannya. Gejala infeksi dapat berbeda-beda bergantung jenis infeksi yang dialami.
Terjadinya infeksi selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi dalam kandungan. Ibu hamil sebaiknya segera memeriksakan diri jika mengalami gejala infeksi.
Kecemasan ialah perasaan tidak nyaman, khawatir atau ketakutan, yang dapat bersifat ringan atau berat. Beberapa orang dapat mengalami kesulitan untuk mengendalikan kekhawatirannya. Ibu hamil termasuk kelompok yang rentan mengalami kecemasan.
Menurut suatu studi tahun 2019, kecemasan mempengaruhi 25% dari ibu hamil. Sekitar 16% dari ibu hamil dilaporkan mengalami kecemasan tingkat tinggi.
Kecemasan dapat menyebabkan aliran darah banyak dialihkan dari bagian kulit ke jantung, sehingga menimbulkan sensasi kedinginan. Gejala lain yang dapat ditimbulkan kecemasan meliputi mual, keluar keringat, dan detak jantung yang sangat cepat.
Ibu hamil sering kali mengalami sakit punggung, mulas, dan sering buang air kecil, yang mana terjadi baik saat siang maupun malam hari. Sehingga ibu hamil rentan mengalami kekurangan tidur.
Masalah kesulitan tidur sangat umum dialami pada awal kehamilan, akibat perubahan hormon dalam tubuh. Tidur yang cukup berkaitan dengan pengaturan suhu tubuh.
Meski umumnya masuk angin tidak menyebabkan masalah bagi bayi dalam kandungan, ibu hamil perlu mewaspadai kondisi jika disertai gejala flu. Komplikasi flu meningkatkan risiko kelahiran prematur dan kecacatan bawaan[5].
Masuk angin biasa memiliki gejala ringan, sedangkan flu umumnya disertai dengan kedinginan/menggigil dan keletihan[5].
Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami gejala berikut[5]:
Masuk angin biasa umumnya dapat diatasi dengan obat yang dijual bebas tanpa perlu resep. Namun ibu hamil yang mengalami masuk angin sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk penggunaan obat, karena banyak jenis obat yang tidak aman untuk digunakan selama kehamilan[1, 2].
Selain itu banyak dokter spesialis obstetri dan ginekologi berpendapat bahwa penggunaan obat sebaiknya dihindari selama 12 minggu pertama kehamilan, yang mana merupakan waktu penting untuk perkembangan organ vital bayi[5].
Berikut beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengatasi masuk angin saat hamil[1, 2, 5]:
Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan obat-obat tersebut.
Penanganan untuk masuk angin saat hamil hendaknya disertai perawatan mandiri, seperti[2, 6]:
Mendapatkan istirahat yang cukup sangat penting ketika sakit untuk memberikan tubuh waktu untuk memulihkan diri. Ibu hamil dapat meluangkan waktu untuk tidur siang dan memastikan mendapat tidur malam yang cukup.
Minum air putih memungkinkan untuk mengembalikan cairan tubuh dan membantu memulihkan diri dari masuk angin.
Konsumsi makanan bergizi seimbang penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Ibu hamil dapat makan dalam jumlah kecil beberapa kali jika mengalami kesulitan makan banyak sekaligus. Dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur.
Hidung tersumbat dapat diredakan dengan menempatkan humidifier pada ruangan, menjaga posisi kepala lebih tinggi pada bantal ketika berisitrahat atau menggunakan nasal strip.
Meminum air panas atau teh dengan madu dan lemon, berkumur air garam, atau menghisap kepingan es dapat membantu menenangkan tenggorokan sakit.
Obat masuk angin yang perlu dihindari ibu hamil di antaranya[2]:
Masuk angin biasa termasuk penyakit menular dan sulit untuk menghindari paparan sepenuhnya. Karena ibu hamil lebih rentan mengalami masuk angin, penting untuk melakukan langkah pencegahan[1, 2].
Berikut beberapa langkah pencegahan masuk angin[1, 2, 6]:
1. Jon Johnson, reviewed by Carolyn Kay, MD. What to Do If You Catch A Cold When Pregnant. Medical News Today; 2020.
2. Kristina Duda, RN, reviewed by Monique Rainford, MD. Getting the Common Cold When You’re Pregnant. Very Well Health; 2021.
3. Donna Christiano, reviewed by Valinda Riggins Nwadike, MD, MPH. Why Do I Feel So Cold During Pregnancy? Healthline; 2019.
4. Anonim. Why Do I Feel Cold in Pregnancy? Tommys; 2020.
5. Anonim, reviewed by Devan McGuinness. How to Treat a Cold or Flu When You’re Pregnant. Healthline; 2015.
6. Anonim. Cough and Could During Pregnancy. American Pregnancy Association; 2021.