Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Sindrom Dravet adalah kondisi langka dimana epilepsi terjadi pada tahun pertama kehidupan, dan terus berlangsung dalam jangka waktu panjang. Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi seperti keterlambatan
Daftar isi
Sindrom Dravet adalah sebuah kondisi kesehatan langka yang ditandai dengan masalah perkembangan dan juga kejang pada tubuh [1,2,3,5,6,7,9,10].
Sindrom langka ini lebih rentan terjadi pada anak-anak, khususnya balita di mana kejang itu sendiri dapat terjadi pada anak sebelum menginjak usia 1 tahun [1,3].
Sindrom Dravet juga dikenal dengan sebutan epilepsi langka dengan masalah fisik pada anak usia sekitar 2-3 tahun, begitu juga dengan masalah kognitif dan perilaku [1,3].
Penyakit ini berkaitan dengan cacat genetik di mana itu artinya sindrom Dravet adalah salah satu kelainan genetik yang akan sulit untuk dicegah.
Tinjauan Sindrom Dravet adalah kelainan genetik langka yang ditandai dengan kejang tubuh dan keterhambatan perkembangan pada balita.
Gangguan, kelainan atau cacat pada fungsi sodium channel diyakini sebagai penyebab utama sindrom Dravet [1,2,3,4].
Channelopathy adalah istilah untuk bentuk gangguan ini di mana sodium channel itu sendiri adalah pengatur fungsi otak dan saraf manusia [4].
Gangguan atau cacat di bagian sodium channel mampu menjadi penyebab berbagai masalah fungsi tubuh, seperti [1,2,3] :
Penyebab sindrom Dravet hingga kini belum diketahui secara jelas, namun faktor genetik dianggap sebagai sebab utama dari sindrom ini.
Cacat pada dua kromosom di gen SCN1A terjadi pada sekitar 80% pasien penderita sindrom Dravet [1,10].
Cacat pada dua kromosom tersebut memberi tanda sodium channel.
Terdapat pola keturunan pada cacat ini dan mutasi genetik menjadi hal yang dijumpai pada anak penderita sindrom ini.
Tinjauan Mutasi genetik dengan cacat pada dua kromosom gen SCN1A adalah faktor yang diduga kuat menjadi penyebab sindrom Dravet.
Gejala sindrom Dravet yang paling utama dan nampak adalah kejang.
Kejang maupun gangguan perkembangan pada anak mampu mengalami perburukan seiring bertambahnya usia anak.
Berikut ini adalah gejala-gejala sindrom Dravet yang penting untuk dikenali dan diwaspadai :
Kejang yang terjadi pada tubuh pasien kerap dikaitkan dengan demam meski seringkali pada kasus ini demam tidak dialami oleh penderita [1,2].
Beberapa jenis kejang dapat terjadi pada penderita sindrom Dravet seperti kejang non-epileptik dan kejang tonik-klonik [1,3].
Pada penderita sindrom Dravet, onset kejang atau terjadinya kejang pertama kali dapat berlangsung sangat lama.
Pada beberapa kasus sindrom Dravet, penderitanya dapat mengalami fotosensitivitas kejang [1,2].
Kondisi ini merupakan sebuah kecenderungan di mana penderita mengalami kejang sebagai reaksi terhadap cahaya terang atau kilatan cahaya.
Ketika penderita sindrom ini mengalami perubahan suhu tubuh, maka kejang akan terjadi sebagai reaksi tubuh [2].
Penderita sindrom Dravet lebih rentan mengalami infeksi berulang daripada non-penderita [5].
Sindrom Dravet memungkinkan penderita memiliki ketahanan tubuh yang lebih lemah daripada orang lain sehingga lebih mudah terserang infeksi.
Gangguan keseimbangan atau ataksia merupakan salah satu gejala yang juga dialami penderita sindrom Dravet [1,2,3,5].
Koordinasi tubuh mengalami gangguan sehingga penderita mengalami kesulitan dalam berjalan.
Penderita tak mampu berjalan dengan baik dan normal seperti anak-anak seusianya.
Jika tak segera diatasi, gejala akan terus berkembang pada masa kanak-kanak dan berlanjut hingga remaja dan sampai anak tumbuh dewasa.
Satu per tiga dari orang-orang yang menderita sindrom Dravet memiliki ketidakteraturan detak jantung [6,7].
Pada beberapa penderita, detak jantung dapat lebih lambat dari normalnya, lebih cepat, atau justru kombinasi antara cepat dan lambat.
Sindrom Dravet juga dikaitkan erat dengan masalah tulang.
Penderita sindrom ini dapat mengalami kelemahan dan kerapuhan pada tulang [8].
Risiko patah tulang pun menjadi semakin besar ketika seseorang menderita sindrom Dravet [8].
Penderita sindrom Dravet cenderung memiliki perilaku yang lebih agresif dan perilaku yang mirip dengan gejala autisme.
Baik penderita anak-anak maupun orang dewasa, sindrom Dravet dapat menyebabkan iritabilitas [2].
Mudah marah dan tersinggung menjadi tanda lain dari penyakit genetik ini.
Penderita sindrom Dravet juga lebih rentan mengalami gangguan motorik yang ditandai dengan posisi seperti berjongkok ketika sedang berjalan [1,2,5]
Orang-orang dengan kondisi sindrom Dravet rata-rata mengalami perubahan di bagian sistem saraf otonom [2,3].
Hal ini memicu suhu tubuh yang terlampau rendah atau tinggi di mana terkadang penderita juga mengalami keringat berlebih yang tak normal.
Penderita sindrom Dravet juga dapat mengalami masalah kognitif di mana perkembangan kognitif dan bicara anak lebih terlambat dari penyakit lain [2].
Pada sebagian penderita sindrom ini bahkan dapat memiliki kapasitas kemampuan belajar yang lebih tinggi atau di atas normal daripada orang lain.
Tinjauan Gejala-gejala utama sindrom Dravet yang dapat dialami penderita antara lain adalah kejang demam, fotosensitivitas kejang, gangguan tulang, gangguan kognitif, gangguan motorik, masalah perilaku, ataksia, infeksi, ketidakteraturan detak jantung, dan ketidakteraturan temperatur tubuh.
Jika gejala-gejala yang mengarah pada sindrom Dravet terjadi, penting bagi orang tua memeriksakan anaknya.
Bahkan ketika hal ini terjadi pada remaja atau orang dewasa, kondisi gejala sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter.
Untuk memastikan bahwa gejala benar-benar merujuk pada sindrom Dravet dan untuk memastikan penyebabnya, beberapa metode pemeriksaan berikut akan diterapkan oleh dokter :
Dokter akan lebih dulu memeriksa fisik pasien untuk mengetahui apa saja gejala fisik yang terjadi [1,2,3].
Selain itu, dokter biasanya juga akan memberikan sejumlah pertanyaan kepada pasien atau orang tua pasien terkait riwayat gejala, riwayat medis, dan riwayat pengobatan pasien dan keluarga pasien.
Hal ini untuk menentukan apakah terdapat kondisi kelainan genetik di dalam keluarga yang memengaruhi kondisi pasien.
Tes genetik kemungkinan akan dianjurkan oleh dokter agar pasien menempuhnya supaya mutasi gen SCN1A dapat teridentifikasi [9].
Untuk memastikan apakah pasien di dalam tubuhnya mengalami mutasi pada sel-sel DNA atau tidak, tes ini sangat diperlukan.
Ini karena pada beberapa kasus, sebagian pasien dapat mengalami mutasi namun sebagian lagi ada yang tidak mengalaminya.
Tes pemindaian berupa MRI scan pada otak adalah metode pemeriksaan penunjang yang akan membantu dokter dalam menegakkan diagnosa [1,2,3,5].
Pasien sindrom Dravet pada umumnya tidak menunjukkan adanya kelainan pada otak karena termasuk normal.
Namun penipisan (atrofi) dapat terjadi dan terdeteksi pada bagian hipokampus saat usia dewasa [1,5].
Tak hanya bagian hipokampus, pada beberapa kasus sindrom Dravet seluruh bagian otak dapat mengalami penipisan tersebut.
Metode diagnosa lainnya yang juga diperlukan adalah elektroensefalogram, yaitu metode pemeriksaan yang akan menunjukkan keabnomalan konsisten kejang pada tubuh pasien [1,2,3,5].
Hasil EEG ketika pasien sindrom Dravet tidak mengalami kejang adalah normal di mana hal ini terjadi pada pasien anak-anak.
Ketika anak balita beranjak lebih besar, memasuki remaja dan usia dewasa, pola yang ditunjukkan dari pemeriksaan ini dapat berubah.
Dokter dalam mendiagnosa sindrom Dravet umumnya menggunakan karakteristik klinis sindrom Dravet seperti di bawah ini [10] :
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes genetik, MRI scan, dan EEG (elektroensefalogram) adalah serangkaian metode diagnosa yang perlu pasien jalani untuk memastikan kondisi, penyebab, dan penanganan yang sesuai oleh dokter.
Kondisi sindrom Dravet tidak mudah ditangani karena kejang yang terjadi pada pasien sulit untuk dikendalikan.
Dalam penanganan kondisi sindrom Dravet, terapi perilaku, terapi fisik, terapi wicara, dan terapi kognitif perlu diterapkan sesuai dengan kebutuhan keadaan pasien.
Selain itu, beberapa penanganan seperti pemberian obat dan diet ketogenik dapat pula mengatasi gejala-gejala sindrom Dravet.
Pemberian resep obat antikonvulsan dalam mengendalikan kejang di tubuh pasien biasanya berupa kombinasi beberapa obat.
Sindrom Dravet pada umumnya dapat menggunakan bromides, valproate, levetiracetam, topiramate, stiripentol, dan clobazam [11].
Selain itu, cannabidiol pada Juni 2018 pun telah mendapat persetujuan FDA (Food and Drug Administration) untuk penanganan sindrom Dravet, sindrom Lennox Gastaut, sekaligus sindrom epilepsi [12].
Frekuensi kejang pada tubuh anak penderita sindrom Dravet terbukti berkurang, terutama jika tubuh pasien mampu menoleransi obat ini.
Untuk gangguan keseimbangan tubuh, gangguan perilaku dan gangguan kognitif pada sindrom Dravet, berbagai terapi terkait masalah tersebut dapat ditempuh pasien [1,13].
Dokter umumnya merekomendasikan terapi fisik, terapi perilaku dan terapi wicara untuk membantu meningkatkan kemampuan fisik, motorik dan kognitif pasien.
Diet yang berfokus pada asupan tinggi lemak rendah karbohidrat ini bertujuan mengatasi kejang pada tubuh pasien [14].
Konsultasikan lebih detail mengenai penerapan diet ini dengan dokter dan ahli gizi agar tidak terjadi kesalahan selama menjalaninya.
Tinjauan Penanganan sindrom Dravet umumnya melalui pemberian obat antikonvulsan, terapi (terapi fisik, terapi wicara, hingga terapi perilaku), serta diet ketogenik bila diperlukan.
Sindrom Dravet adalah sebuah kondisi jangka panjang karena hal ini biasanya terjadi pada anak-anak yang kemudian gejala dapat berlanjut hingga usia anak bertambah dewasa [2].
Walau terdapat pengobatan untuk kondisi ini, seringkali kondisi sindrom Dravet (terutama kejang) pada beberapa pasien tidak membaik.
Risiko kematian dini pun semakin meningkat karena cedera yang kemungkinan terjadi saat kejang timbu [2]l.
Selain itu, kematian tiba-tiba karena epilepsi juga menjadi risiko komplikasi lain yang perlu diwaspadai oleh para pasien sindrom Dravet [1,2,3].
Bahkan kematian ini dapat terjadi saat pasien sedang dalam kondisi tidur.
Karena merupakan sebuah kondisi penyakit genetik langka, belum diketahui cara pasti dalam mencegah sindrom Dravet.
Namun dengan memeriksakan gejala secara dini, memperoleh penanganan secepatnya, maka diharapkan berbagai risiko komplikasi sindrom Dravet dapat diminimalisir.
Tinjauan Belum ada cara khusus mencegah sindrom Dravet, namun penanganan dini terutama melalui diet keto sangat dianjurkan agar gejala dapat diatasi dengan baik.
1. Gemma Incorpora. Dravet syndrome. Italian Journal of Pediatrics; 2009.
2. Arsalan Anwar, Sidra Saleem, Urvish K Patel, Kogulavadanan Arumaithurai, & Preeti Malik. Dravet Syndrome: An Overview. Cureus; 2019.
3. John J. Millichap, MD, Sookyong Koh, MD, PhD, Linda C. Laux, MD, & Douglas R. Nordli, Jr, Child Neurology: Dravet syndrome. American Academy of Neurology; 2009.
4. Andreas Brunklaus & Sameer M Zuberi. Dravet syndrome--from epileptic encephalopathy to channelopathy. Epilepsia; 2014.
5. Claudia B. Catarino, Joan Y.W. Liu, Ioannis Liagkouras, Vaneesha S. Gibbons, Robyn W. Labrum, Rachael Ellis, Cathy Woodward, Mary B. Davis, Shelagh J. Smith, J. Helen Cross, Richard E. Appleton, Simone C. Yendle, Jacinta M. McMahon, Susannah T. Bellows, Thomas S. Jacques, Sameer M. Zuberi, Matthias J. Koepp, Lillian Martinian, Ingrid E. Scheffer, Maria Thom, & Sanjay M. Sisodiya. Dravet syndrome as epileptic encephalopathy: evidence from long-term course and neuropathology. Brain; 2011.
6. David S. Auerbach, Julie Jones, Brittany C. Clawson, James Offord, Guy M. Lenk, Ikuo Ogiwara, Kazuhiro Yamakawa, Miriam H. Meisler, Jack M. Parent, & Lori L. Isom. Altered Cardiac Electrophysiology and SUDEP in a Model of Dravet Syndrome. PLoS One; 2013.
7. Sharon Shmuely, Rainer Surges, Robert M. Helling, W. Boudewijn Gunning, Eva H. Brilstra, Judith S. Verhoeven, J. Helen Cross, Sanjay M. Sisodiya, Hanno L. Tan, Josemir W. Sander, & Roland D. Thijs. Cardiac arrhythmias in Dravet syndrome: an observational multicenter study. Annals of Clinical and Translational Neurology; 2020.
8. Sandra Mergler & Stella A de Man. [Fragile from an early age: osteoporosis in a child with multiple severe disabilities]. Nederlands tijdschrift voor geneeskunde; 2014.
9. Susan A.R. Stenhouse, Rachael Ellis, & Sameer Zuberi. SCN1A Genetic Test for Dravet Syndrome (Severe Myoclonic Epilepsy of Infancy and its Clinical Subtypes) for use in the Diagnosis, Prognosis, Treatment and Management of Dravet Syndrome. PLoS Currents; 2013.
10. Anonim. What Is Dravet Syndrome? Dravet Syndrome Foundation; 2020.
11. Catherine Chiron. Current therapeutic procedures in Dravet syndrome. Developmental Medicine and Child Neurology; 2011.
12. Pabitra Hriday Patra, Eleni Serafeimidou-Pouliou, Michael Bazelot, Benjamin Jason Whalley, Claire Michelle Williams, & Alister James McNeish. Cannabidiol improves survival and behavioural co-morbidities of Dravet syndrome in mice. British Journal of Pharmacology; 2020.
13. Elaine C Wirrell. Treatment of Dravet Syndrome. The Canadian Journal of Neurological Sciences; 2016.
14. Roberto Horacio Caraballo, Ricardo Oscar Cersósimo, Diego Sakr, Araceli Cresta, Nidia Escobal, & Natalio Fejerman. Ketogenic diet in patients with Dravet syndrome. Epilepsia; 2005.