Daftar isi
Sindrom Dumping adalah sebuah kondisi di mana makanan yang masuk ke dalam tubuh, terutama gula, bergerak dengan sangat cepat menuju usus kecil dari perut [1,2,3,4,5].
Kondisi ini lebih rentan terjadi pada seseorang usai menjalani operasi perut atau operasi bypass dengan tujuan menurunkan berat badan [1,2,3,4,5].
Tinjauan Sindrom Dumping adalah pergerakan makanan yang terlalu cepat ketika masuk ke dalam tubuh menuju usus di mana sindrom ini umumnya disebabkan oleh riwayat operasi perut atau lambung.
Sindrom Dumping dialami oleh rata-rata pasien yang menjalani operasi perut atau lambung [1].
Diperkirakan terdapat 20-50% pasien pasca operasi lambung yang mengalami gejala-gejala mengarah pada sindrom Dumping [1].
Sementara itu, gejala sindrom Dumping yang lebih parah terjadi pada sekitar 1-5% pasien [1].
Umumnya, kasus sindrom Dumping muncul cepat adalah yang paling tinggi jumlah kasusnya [1,2].
Hanya saja, di Indonesia belum diketahui jelas prevalensi sindrom Dumping.
Sindrom Dumping terklasifikasi menjadi dua jenis kondisi menurut waktu timbulnya gejala, yaitu sindrom Dumping muncul cepat dan sindrom Dumping muncul lambat [1,2,4,5].
Pada kasus sindrom Dumping muncul lambat, gejala baru akan muncul sekitar 1-3 jam setiap sehabis makan [1,2,4,5].
Hanya 25% kasus sindrom Dumping dengan gejala muncul lambat seperti ini.
Lambatnya kemunculan gejala ini dapat disebabkan oleh peningkatan kadar gula di dalam usus karena makanan yang masuk ke dalam tubuh terlalu cepat [1,2,4,5].
Kadar gula darah awalnya akan melonjak karena gula berlebih, lalu hormon insulin dilepaskan oleh pankreas untuk memindahkan gula dari darah ke sel-sel tubuh [1,2,4,5].
Karena pelepasan insulin yang terlalu banyak, kadar gula darah yang semula tinggi dapat menurun tiba-tiba sehingga penderita mengalami hipoglikemia [4].
Pada kasus sindrom Dumping muncul cepat, kemunculan gejala adalah sekitar 10-30 menit setiap sehabis makan [1,2,4,5].
Jenis sindrom Dumping ini lebih banyak dijumpai dengan jumlah kasus mencapai 75%.
Ketika makanan masuk ke dalam tubuh, pergerakannya bisa menjadi sangat cepat dan tiba-tiba sampai ke usus [1,2,4,5].
Akibatnya, terjadi pula banyaknya cairan yang pindah dari aliran darah ke usus yang kemudian menyebabkan perut kembung dan diare [1,5].
Sejumlah zat kimia pun dilepaskan oleh usus karena kejadian tersebut yang berdampak pada tekanan darah yang menurun drastis serta detak jantung yang lebih cepat [1].
Tinjauan Sindrom Dumping terbagi menjadi dua jenis kondisi menurut seberapa cepat timbulnya gejala, yaitu sindrom Dumping muncul lambat dan sindrom Dumping muncul cepat.
Seseorang dapat mengalami sindrom Dumping karena pergerakan asam lambung dan makanan dari perut ke usus kecil tak terkontrol dan lebih cepat dari normalnya [1,2,3].
Pada seseorang yang memiliki riwayat operasi, terutama operasi perut (termasuk operasi lambung), perubahan pada perut mampu menyebabkan hal ini [1,2,3].
Jenis-jenis operasi perut yang dapat meningkatkan risiko sindrom Dumping antara lain adalah sebagai berikut :
Tinjauan Perubahan pada perut pasca operasi esofagektomi, gastrektomi, hingga bypass lambung mampu menyebabkan sindrom Dumping.
Gejala sindrom Dumping terbagi pula menurut jenis kondisi yang dialami oleh penderita.
Ketika gejala sindrom Dumping timbul sekitar 1-3 jam sehabis makan, kadar gula dalam darah akan menurun di mana hal ini otomatis menyebabkan gejala-gejala seperti [1,2] :
Pada kondisi gejala yang kemunculannya hanya 10-30 menit setelah makan, biasanya berikut ini adalah keluhan-keluhan yang perlu diwaspadai [1,2] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Segera ke dokter untuk memeriksakan diri apabila beberapa gejala yang telah disebutkan di atas dialami.
Walaupun tidak memiliki riwayat operasi, tetap temui dokter dan konsultasikan gejala yang dirasakan.
Terutama saat berat badan turun drastis karena sindrom Dumping, kondisi ini seharusnya lekas diperiksakan dan ditangani.
Jika penurunan berat badan terlalu banyak, dokter kemungkinan akan merujukkan pasien ke dokter ahli gizi untuk memperbaiki pola makan dan mengembalikan berat badan.
Tinjauan Gejala sindrom Dumping dibagi pula menjadi dua jenis kondisi, gejala sindrom Dumping muncul lambat (cepat lelah, pusing, detak jantung lebih cepat, mudah lapar, berkeringat lebih banyak, tubuh lemah, tubuh gemetaran, hingga linglung) dan gejala sindrom Dumping muncul cepat (kram perut, mual, muntah, diare, pusing, keringat berlebihan, perut kembung/terasa penuh, detak jantung lebih cepat, hingga wajah kemerahan).
Ketika memeriksakan diri ke dokter, beberapa metode diagnosa di bawah ini pasien perlu tempuh untuk memastikan apakah gejala mengarah pada sindrom Dumping.
Pemeriksaan fisik adalah metode diagnosa yang dokter selalu lakukan di awal untuk mendeteksi apa saja gejala fisik yang dialami pasien [5].
Tak hanya itu, dokter pun biasanya perlu mengetahui riwayat medis pasien sekaligus riwayat kesehatan keluarga pasien sebelum menghasilkan diagnosa [2,5].
Riwayat penyakit maupun pengobatan yang pernah dijalani pasien sebaiknya diinformasikan kepada dokter, terutama riwayat operasi [2,5].
Tes kadar gula darah diperlukan agar dokter dapat mengetahui apakah kadar gula darah pasien normal atau tidak [4,5,6].
Pada puncak gejala sindrom Dumping, kadar gula darah pasien perlu diperiksa untuk menegakkan diagnosa [4,5,6].
Tes toleransi glukosa oral adalah metode tes yang pasien dapat jalani agar kondisi sindrom Dumping bisa dipastikan dan diobati segera [5].
Tes penunjang lainnya yang sama penting adalah tes pengosongan lambung [1,2,4,5].
Dokter akan menambahkan bahan radioaktif ke makanan pasien guna mengukur seberapa cepat gerakan makanan dari mulut ke perut pasien [2].
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes kadar gula darah dan tes pengosongan lambung merupakan metode-metode diagnosa untuk pasien dengan gejala sindrom Dumping.
Pengobatan sindrom Dumping tergantung dari jenis kondisi sindrom Dumping yang dialami oleh penderitanya.
Untuk sindrom Dumping muncul cepat, biasanya penderita akan pulih hanya dalam waktu sekitar 3 bulan.
Namun untuk kasus sindrom Dumping muncul cepat yang gejalanya tak kunjung reda walau sudah diatasi dengan perubahan diet, maupun sindrom Dumping muncul lambat, pemberian obat hingga prosedur bedah kemungkinan akan direkomendasikan.
Bila perubahan pola hidup dan pola diet tidak memengaruhi kondisi pasien sindrom Dumping menjadi lebih baik, dokter akan memberikan resep obat yang sesuai bagi pasien.
Jika diet tidak memberi efek apapun, hal ini menandakan bahwa kondisi gejala sudah cukup serius sehingga octreotide adalah obat yang pasien butuhkan [1,2,5].
Obat ini merupakan obat golongan antidiare yang diberikan dengan cara disuntikkan oleh dokter ke kulit pasien [1,2,5].
Tujuan pemberian obat ini adalah untuk mengosongkan usus dari makanan [1,2,5].
Namun, para pasien yang menempuh pengobatan ini perlu mewaspadai adanya efek samping seperti sakit perut, mual hingga muntah-muntah.
Selain itu, acarbose juga kemungkinan diresepkan oleh dokter untuk mengatasi gejala sindrom Dumping muncul lambat [1,2,4,5].
Berkonsultasilah lebih dulu dengan dokter mengenai obat ini, baik manfaat maupun segala efek samping yang berpotensi terjadi.
Bila diet dan obat tidak efektif mengatasi gejala sindrom Dumping, dokter kemungkinan merekomendasikan prosedur bedah [1,2,4,5].
Tindakan bedah atau operasi biasanya diperuntukkan bagi pasien yang memerlukan rekonstruksi pilorus [7].
Penderita sindrom Dumping dengan riwayat operasi bypass lambung umumnya membutuhkan prosedur bedah dengan teknik rekonstruksi ini [7].
Tujuannya adalah agar operasi bypass lambung yang pernah pasien tempuh dapat dibalikkan, dengan harapan gejala sindrom Dumping pun dapat teratasi [7].
Karena proses gerakan atau perpindahan makanan yang begitu cepat, ada kalanya solusi sindrom Dumping adalah dengan menggunakan suplemen khusus [5,8].
Blond psyllium, black psyllium, guar gum, dan/atau pectin adalah suplemen-suplemen yang dimaksud [5,8].
Tujuan penggunaan suplemen tersebut adalah sebagai pengental makanan maupun minuman yang masuk ke tubuh dan pelambat gerakan makanan menuju usus [5].
Namun, penggunaan suplemen apapun sebaiknya berdasarkan anjuran dan resep dokter, maka konsultasikan lebih dulu sebelum mengonsumsinya.
Sindrom Dumping dapat mengakibatkan penderitanya kehilangan banyak nutrisi dan membuat berat badan turun drastis.
Agar tubuh tetap ternutrisi dan gejala dapat diredakan, beberapa perawatan mandiri seperti berikut dapat diupayakan [2] :
Tinjauan Pengobatan sindrom Dumping biasanya meliputi pemberian obat-obatan, operasi (jika gejala sudah sangat parah), suplemen, serta perawatan mandiri (berupa perubahan pola diet).
Sindrom Dumping adalah bentuk komplikasi dari operasi perut, dan ketika sindrom Dumping tidak segera diatasi, gejala akan terus berkembang semakin buruk.
Berikut ini adalah berbagai risiko yang perlu diwaspadai agar tidak terjadi pada penderita sindrom Dumping [9] :
Tinjauan Beberapa risiko komplikasi sindrom Dumping adalah osteoporosis, anemia, serta kekurangan nutrisi yang rata-rata diakibatkan oleh ketidakmampuan penyerapan nutrisi oleh tubuh.
Sindrom Dumping dapat dicegah melalui beberapa upaya sebagai berikut [2] :
Tinjauan Dalam meminimalisir risiko sindrom Dumping, penting untuk makan dalam porsi kecil tapi sering setiap hari, mengasup protein dan serat, hingga mengurangi makanan/minuman manis.
1. Channing Hui; Aayush Dhakal; & Gustavo J. Bauza. Dumping Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Cleveland Clinic medical professional. Dumping Syndrome. Cleveland Clinic; 2018.
3. Patrick Berg & Richard McCallum. Dumping Syndrome: A Review of the Current Concepts of Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment. Digestive Diseases and Sciences; 2016.
4. Usamah Elalem, Abdulraof Almahfouz, Abdulrahman Alfadhel, Abdulaziz Almohamedi, & Ibrahim Bin Ahmed. A Case Report of Hypoglycemia Due to Late Dumping Syndrome After Jejunostomy Tube Insertion. Cureus; 2020.
5. Stephan R. Vavricka & Thomas Greuter. Gastroparesis and Dumping Syndrome: Current Concepts and Management. Journal of Clinical Medicine; 2019.
6. H Sigstad. A clinical diagnostic index in the diagnosis of the dumping syndrome. Changes in plasma volume and blood sugar after a test meal. Acta medica Scandinavica; 1970.
7. W G Cheadle, P R Baker, & A Cuschieri. Pyloric reconstruction for severe vasomotor dumping after vagotomy and pyloroplasty. Annals of Surgery; 1985.
8. Byambaa Enkhmaa, MD, PhD, MAS, Prasanth Surampudi, MD, PhD, Erdembileg Anuurad, MD, PhD, MAS, & Lars Berglund, MD, PhD. Lifestyle Changes: Effect of Diet, Exercise, Functional Food, and Obesity Treatment on Lipids and Lipoproteins. South Dartmouth (MA): MDText.com, Inc.; 2000.
9. Frank I. Tovey & Michael Hobsley. Post-gastrectomy patients need to be followed up for 20-30 years. World Journal of Gastroenterology; 2000.