Daftar isi
Sindrom Evans atau Evans syndrome adalah jenis penyakit autoimun dengan tanda utama trombositopenia dan direct Coombstest yang hasilnya positif [1,2,3,4,5,6].
Bila tergolong sebagai penyakit autoimun, khususnya hemolitik anemia, neutropenia dan trombositopenia, maka tandanya sistem imun telah secara keliru menyerang jaringan dan sel tubuh yang sehat karena salah mengenalinya sebagai benda asing berbahaya [1,2,3,4,5,6].
Sindrom Evans dapat bersifat rekuren dan kronis kaena antibodi terus-menerus menyerang sel-sel darah merah yang padahal sel-sel darah ini menjadi pembawa oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh [1,2,3,4,5,6].
Tinjauan Sindrom Evans adalah penyakit autoimun di mana sel-sel darah menjadi sasaran kekeliruan serangan antibodi.
Penyebab pasti sindrom Evans belum diketahui secara jelas sehingga dianggap sebagai kondisi idiopatik atau tanpa penyebab [1,2,3,4,5].
Pada dasarnya, sindrom Evans adalah jenis penyakit autoimun di mana auto-antibodi yang sel-sel B hasilkan justru menyerang sel-selnya sendiri [1,2].
Sel-sel yang terkena serangan antibodi di antaranya adalah sel-sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit [1,2,4,5].
Ketidakteraturan imun yang berlebihan menjadi salah satu dugaan kuat bahwa hal ini menyebabkan sindrom Evans terjadi [1,2,4,5].
Tinjauan Sindrom Evans tidak diketahui penyebabnya yang jelas sehingga dikenal dengan kondisi idiopatik, namun kondisi sindrom ini dapat berkaitan dengan penyakit tertentu maupun keabnormalan sistem imun.
Pada rata-rata kasus sindrom Evans yang terjadi, beberapa penderitanya memiliki kondisi trombositopenia imun, dan yang lainnya anemia hemolitik autoimun [1,2,3,4,5,6].
Pada sejumlah kasus lain lagi, penderita sindrom Evans mengalami neutropenia autoimun atau bahkan kombinasi ketiganya [1,2,3,4,5,6].
Berikut ini adalah gejala-gejala sindrom Evans menurut tipe kondisi yang diderita dan perlu dikenali maupun diwaspadai.
Pada kasus neutropenia autoimun, sejumlah gejala yang dapat terjadi adalah [1,2,3,4,5,6] :
Pada kasus anemia hemolitik autoimun, berikut ini adalah sejumlah gejala umum sindrom Evans [1,2,3,4,5,6] :
Pada kasus trombositopenia atau rendahnya kadar trombosit, berikut ini adalah gejala yang dapat dialami penderita [1,2,3,4,5,6] :
Tinjauan Gejala sindrom Evans tergantung dari tipe kondisi yang terjadi pada pasien, seperti anemia hemolitik, neutropenia atau trombositopenia.
Ketika beberapa kondisi gejala yang telah disebutkan dialami, maka sudah saatnya untuk segera memeriksakan diri dan mengonsultasikannya dengan dokter.
Di bawah ini adalah sejumlah metode diagnosa yang umumnya digunakan dokter untuk memastikan kondisi sindrom Evans.
Seperti pada pemeriksaan penyakit lain, dokter akan memeriksa fisik pasien lebih dulu [2,4,5].
Identifikasi gejala fisik akan diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai riwayat medis pasien sekaligus riwayat kesehatan keluarga pasien [2,,4,5].
Namun, pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan tidak cukup dan perlu ditunjang dengan beberapa metode diagnosis [2,4,5].
Pemeriksaan darah lengkap adalah salah satu metode pemeriksaan penunjang untuk membantu dokter dalam mengetahui jumlah sel darah putih, sel darah merah dan kadar trombosit di dalam tubuh pasien [1,2,3,4,5,6].
Tes darah lengkap akan memberikan informasi kepada dokter mengenai keberadaan kondisi anemia pada pasien, termasuk neutropenia dan trombositopenia [1,2,3,4,5,6].
Dokter juga dapat membawa sampel darah ke laboratorium dan menganalisanya di bawah mikroskop untuk proses identifikasi penyebab gejala yang dialami pasien [1,2,3,4,5,6].
Tes darah lainnya yang adalah tes Coombs, yakni sebuah tes darah yang biasanya diterapkan untuk mengetahui penyebab anemia pada pasien [3].
Hitung jumlah retikulosit juga adalah prosedur tes darah yang akan mengukur seberapa cepat pembentukan sel-sel darah merah oleh sumsum tulang [3].
Tes ini juga lebih kepada pengukuran seberapa cepat sel-sel darah merah yang terbentuk terlepas dan terdistribusikan ke darah.
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, serta tes darah lengkap menjadi metode-metode utama dalam memastikan kondisi pasien.
Pengobatan sindrom Evans akan disesuaikan dengan tipe kondisi sindrom yang pasien derita dan bertujuan meredakan gejala.
Berikut ini merupakan penanganan yang dapat membantu mengatasi infeksi, sesak nafas, perdarahan, serta gejala-gejala utama sindrom Evans lainnya.
Untuk kasus trombositopenia imun, imunoglobulin intravena adalah penanganan utama yang biasanya diberikan kepada penderita [1,2,3,4,5,6].
Tujuan pemberian obat ini adalah untuk memperlampat kerusakan trombosit akibat serangan sistem imun [3,6].
Obat ini akan menjadi penghalang sementara bagi sistem imun dalam menyerang trombosit [6].
Hanya saja, penanganan ini kurang efektif apabila diberikan bagi pasien anemia hemolitik dan neutropenia [6].
Selain imunoglobulin intravena, obat steroid khususnya prednisone umumnya diresepkan untuk mengatasi gejala sindrom Evans [1,2,3,4,5,6].
Obat steroid seperti prednisone sendiri biasanya efektif dalam mengatasi penyakit autoimun dan dalam kasus sindrom Evans adalah tipe trombositopenia dan anemia hemolitik [1,2,3,4,5,6].
Hanya saja, penggunaan steroid untuk sindrom Evans tidak dapat dilakukan jangka pendek sehingga pasien perlu mewaspadai sejumlah efek samping perawatan ini [6].
Beberapa efek yang bisa terjadi pada pasien pengguna obat steroid adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi dan diabetes [6].
Maka sebelum menggunakan steroid, konsultasikan secara detail dengan dokter mengenai manfaat sekaligus efek yang bisa terjadi pada penderita.
Untuk menghambat sistem imun yang tidak terkontrol dan abnormal, imunosupresan adalah salah satu metode pengobatan paling baik [1,2,3,4,6].
Tracolimus, azathioprine, dan mycophenolate mofitel adalah beberapa obat golongan imunosupresif yang biasanya diberikan kepada pasien sindrom Evans [6].
Antibodi monoklonal yang juga dapat diberikan untuk mengatasi berbagai gejala yang ditimbulkan oleh sindrom Evans adalah rituximab [1,2,3,4,5,6].
Tujuan pemberian obat ini biasanya adalah meningkatkan jumlah sel darah dan mengurangi limfosit-B [6].
Filgrastim atau G-CSF adalah terapi obat yang bertujuan merangsang tulang belakang dalam menghasilkan neutrofil lebih banyak [6,7].
Maka dari itu, obat ini jauh lebih umum diberikan kepada pasien neutropenia dalam kasus sindrom Evans, khususnya para penderita infeksi [6,7].
Kerusakan sel-sel darah akibat serangan sistem imun umumnya terjadi pada limpa [6].
Maka untuk menyelamatkan limpa pasien, mengatasi efek kerusakan pada limpa atau meningkatkan jumlah sel darah, splenektomi dapat direkomendasikan oleh dokter [1,2,4,5].
Pasien perlu menempuh operasi pengangkatan limpa; hanya saja, biasanya peningkatan kadar sel darah hanya bersifat sementara [1,2,4,5].
Prosedur operasi lainnya yang kemungkinan dokter akan rekomendasikan terutama bila kondisi sindrom Evans sudah sangat parah adalah transplantasi sel induk [1,2,3,4,5,6].
Operasi ini menjadi penanganan yang dapat memberikan peluang kesembuhan jangka panjang bagi pasien [1,2,3,4,5,6].
Bagaimana prognosis sindrom Evans?
Baik dengan penanganan medis ataupun tidak, prognosis sindrom Evans sangat bervariasi [1].
Namun tentunya, sindrom Evans akan tetap memiliki prognosis lebih baik apabila gejala-gejalanya ditangani dengan benar [1].
Sindrom Evans memang dapat terjadi berulang, namun dengan penanganan medis yang tepat, perburukan gejala dapat diminimalisir [1].
Tinjauan Steroid, imunosupresan, rituximab, filgrastim, splenektomi dan transplantasi sel induk merupakan serangkaian penanganan yang umumnya perlu pasien sindrom Evans tempuh; hal ini juga seringkali tergantung dari tipe kondisi dan tingkat keparahan pasien.
Risiko komplikasi sindrom Evans yang paling memungkinkan adalah berkembangnya sejumlah gangguan autoimun lain, salah satunya adalah penyakit Lupus [2].
Selain itu, terdapat risiko bagi pasien sindrom Evans untuk tidak merespon perawatan yang diberikan secara efektif.
Bila hal tersebut sampai terjadi, beberapa kondisi seperti perdarahan hebat, sepsis, dan gangguan kesehatan kardiovaskular (khususnya gagal jantung) berisiko tinggi terjadi [1].
Tinjauan Penyakit autoimun lain dapat berkembang sebagai dampak dari tidak tertanganinya sindrom Evans. Selain itu, risiko penyakit kardiovasklar, sepsis dan perdarahan hebat dapat juga terjadi.
Karena merupakan penyakit autoimun yang bersifat idiopatik (tanpa diketahui penyebabnya), maka belum diketahui pula cara mencegah penyakit ini.
Namun untuk mencegah komplikasinya, transplantasi sel induk dapat menjadi penanganan utama yang pasien tempuh agar sistem imun diatur kembali.
Dengan demikian, potensi pasien untuk pulih dari sindrom Evans pun lebih besar.
Tinjauan Karena bersifat idiopatik, belum diketahui cara pencegahan sindrom Evans. Namun pemeriksaan dan penanganan dini akan sangat membantu dalam meminimalisir risiko komplikasi.
1. National Organization for Rare Disorders (NORD). Evans Syndrome. National Organization for Rare Disorders (NORD); 2021.
2. Hira Shaikh & Prerna Mewawalla. Evans Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2020.
3. Boston Children's Hospital. Evan's Syndrome. Boston Children's Hospital; 2021.
4. José Carlos Jaime-Pérez, Patrizia Elva Aguilar-Calderón, Lorena Salazar-Cavazos, & David Gómez-Almaguer. Evans syndrome: clinical perspectives, biological insights and treatment modalities. Journal of Blood Medicine; 2018.
5. Ahmed Al Hazmi, MBBS & Michael E. Winters, MD, MBA. Evans Syndrome. Clinical Practice and Cases in Emergency Medicine; 2019.
6. By Amber Yates, MD & Douglas A. Nelson, MD. Evans Syndrome Symptoms, Diagnosis and Treatment. Verywell Health; 2021.
7. David T. Teachey & Michele P. Lambert. Diagnosis and Management of Autoimmune Cytopenias in Childhood. HHS Public Access; 2017.