Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Sindroma metabolik adalah suatu kumpulan kondisi yang terjadi bersamaan, dan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes. Kondisi ini adalah hipertensi, gula darah yang tinggi, obesitas
Daftar isi
Sindrom metabolik merupakan sekelompok faktor risiko yang dapat memicu berbagai penyakit serius [1].
Faktor risiko yang dimaksud meliputi HDL rendah, trigliserida tinggi, kadar gula darah tinggi (resistensi insulin), tekanan darah tinggi (kadar di atas 130/85 mmHg), dan kelebihan lemak pada area pinggang [1,2,3,4,5,6].
Seseorang dengan salah satu saja dari kelima faktor tersebut berpotensi besar menderita stroke, diabetes dan penyakit jantung apabila tidak menjaga pola hidupnya dengan sehat [1,3].
Tinjauan Sindrom metabolik adalah kumpulan faktor risiko yang terdiri dari lima kondisi : hipertensi, resistensi insulin/kadar gula darah tinggi, trigliserida tinggi, HDL rendah dan akumulasi lemak pada pinggang.
Hingga kini belum jelas diketahui faktor apa saja yang mampu menyebabkan sindrom metabolik.
Namun, sindrom metabolik sangat berkaitan dengan resistensi insulin, jarang olahraga, dan obesitas [1,2,3].
Ketika sistem pencernaan memecah makanan yang masuk ke dalam tubuh dan mengubahnya menjadi gula, hal ini adalah proses tubuh yang normal [5].
Selain itu, hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas akan membantu gula masuk ke sel-sel yang umumnya akan dimanfaatkan tubuh menjadi bahan bakar.
Namun bila resistensi insulin terjadi, tidak akan ada reaksi dari sel secara normal terhadap insulin dan glukosa tidak dapat masuk ke sel-sel tubuh dengan mudah [1].
Kadar gula darah pun sebagai efeknya akan meningkat [1,3,4,5].
Berikut ini merupakan sejumlah faktor yang mampu meningkatkan risiko seseorang dalam menderita sindrom metabolik [1,3,4,5,6,7] :
Tinjauan Belum diketahui jelas penyebab sindrom metabolik, namun kondisi ini umumnya berkaitan dengan resistensi insulin, jarang olahraga, dan obesitas walaupun riwayat keluarga dan berbagai faktor lain pun mampu meningkatkan risikonya.
Karena sindrom metabolik adalah sekumpulan gangguan kesehatan, maka gejalanya pun bisa bermacam-macam.
Berikut ini adalah tanda-tanda bahwa seseorang memiliki kondisi sindrom metabolik yang rata-rata menunjukkan kondisi diabetes tipe 2 [8] :
Meski sudah mengalami beberapa keluhan tersebut, seseorang seringkali tak sadar bahwa dirinya sedang menderita sindrom metabolik.
Gejala-gejala di atas cenderung dianggap sebagai keluhan biasa dan gangguan kesehatan yang tak serius.
Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa beberapa keluhan tersebut dapat merupakan tanda penyakit serius.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Penting untuk memeriksakan kadar tekanan darah, kadar gula darah serta kolesterol secara berkala.
Meski tak merasakan keluhan apapun, memeriksakan kesehatan secara rutin sangat dianjurkan yang bertujuan untuk mencegah kondisi-kondisi yang tidak diinginkan.
Perkembangan penyakit dari gejala-gejala yang timbul tersebut dapat dipantau oleh dokter.
Pengobatan pun dapat dievaluasi oleh dokter dengan tujuan untuk meminimalisir bahaya komplikasi.
Apabila berat badan berlebih dan merasa adanya penumpukan lemak di pinggang, pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter gizi.
Dokter gizi kemudian akan membantu pasien dalam membuat rencana pola makan sekaligus olahraga.
Pola diet sehat ini perlu diterapkan oleh pasien dengan baik dan benar agar gejala-gejala sindrom metabolik dapat berkurang.
Tinjauan Gejala utama sindrom metabolik pada umumnya meliputi tubuh pegal, sesak napas, perut membesar atau semakin buncit, tubuh kelelahan walau sedikit beraktivitas, mudah haus, dan sering buang air kecil.
Ketika mengalami gejala-gejala di atas, segera temui dokter untuk menempuh beberapa metode diagnosa.
Dokter akan mengawali prosedur diagnosa dengan pemeriksaan fisik dan mengajukan pertanyaan seputar riwayat medis pasien serta keluarga pasien [1,5].
Pemeriksaan penunjang seperti tes urine, pemeriksaan liver, tiroid dan protein C-reaktif dibutuhkan untuk hasil diagnosa lebih akurat tentang sindrom metabolik [1].
Tes pemindaian atau skrining akan direkomendasikan oleh dokter apabila memang dibutuhkan untuk penegakan diagnosa [1].
Seperti halnya elektrokardiogram yang digunakan untuk proses diagnosa apakah pasien menderita aritmia, infark, dan iskemia jantung [1].
Apa saja kriteria pasien positif mengalami sindrom metabolik?
Berikut ini adalah kriteria yang digunakan oleh dokter untuk memastikan apakah pasien menderita sindrom metabolik.
Pasien didiagnosa dengan sindrom metabolik bila setidaknya 3 dari 5 kriteria di bawah ini dialami.
Tinjauan Pemeriksaan ukuran pinggang, kadar trigliserda, kadar gula darah puasa, kadar HDL, dan tekanan darah merupakan cara dokter dalam memastikan kondisi sindrom metabolik pasien.
Terdapat tiga metode penanganan sindrom metabolik, yaitu meliputi perubahan pola hidup, pemberian obat oleh dokter sesuai kondisi pasien, serta jalur operasi bila memang dibutuhkan.
Dalam mengatasi gejala-gejala sindrom metabolik, pasien dapat mengawalinya dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.
Berikut ini adalah beberapa gaya hidup yang dapat dipraktekkan [1,4,5,6] :
Bila dari perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat tidak menunjukkan hasil yang baik, konsultasikan dengan dokter mengenai hal ini.
Biasanya, dokter akan memberikan resep obat terkait dengan gejala yang dialami pasien [5,9].
Untuk pasien sindrom metabolik dengan obesitas yang tak dapat diatasi dengan diet alami, operasi bariatrik umumnya direkomendasikan oleh dokter [1,4,5].
Prosedur ini tak hanya dapat membuat pasien makan lebih sedikit dan merasa lebih cepat kenyang.
Prosedur operasi bariatrik pun akan meminimalisir risiko penyakit jantung pada pasien sindrom metabolik.
Pasien dengan indeks massa tubuh di atas 40 sangat dianjurkan untuk menempuh operasi bariatrik.
Pasien hipertensi atau diabetes dengan indeks massa tubuh 35-39 juga sebaiknya mempertimbangkan prosedur ini.
Tentunya, pasca operasi bariatrik pasien juga tetap disarankan menjaga pola hidup sehat agar gejala sindrom metabolik tak kembali dialami.
Tinjauan Sindrom metabolik biasanya ditangani dengan mengubah pola hidup pasien menjadi lebih sehat. Bila diet dan olahraga saja tidak efektif, pemberian obat dan rekomendasi prosedur operasi akan dilakukan oleh dokter.
Ketika seseorang memiliki sindrom metabolik, maka risiko komplikasi berikut pun sangat tinggi, terutama bila kondisi tak segera ditangani :
Tekanan darah dan kadar kolesterol terlalu tinggi mampu memicu pembentukan plak pada dinding pembuluh darah arteri atau aterosklerosis [1,4,5].
Bila plak semakin menumpuk, peredaran darah menjadi tak lancar karena jalurnya semakin menyempit.
Arteri pun semakin mengeras karenanya, sehingga hal ini dapat berakibat pada penyakit jantung hingga stroke.
Ketika penderita sindrom metabolik tak segera mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat, diabetes tipe 2 adalah salah satu risiko komplikasi yang dapat terjadi [1,3,4,5,6].
Risiko diabetes tipe 2 jauh lebih berpotensi terjadi pada penderita obesitas yang kemudian mengalami resistensi insulin.
Adakah risiko komplikasi lainnya?
Ya, ada, yaitu penyakit ginjal, penyakit saraf dan gangguan penglihatan [11,12].
Biasanya, diabetes tipe 2 yang dibiarkan dengan kadar gula darah tinggi tak terkontrol dapat mengakibatkan berbagai komplikasi lain tersebut.
Luka yang tak kunjung sembuh pun dapat menjadi gangren sehingga penderita harus menjalani amputasi organ tubuh tertentu.
Tinjauan Penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes tipe 2, penyakit saraf, penyakit ginjal, gangguan penglihatan, dan luka yang berujung pada amputasi dapat terjadi pada penderita yang gejala sindrom metaboliknya tak segera diobati.
Untuk meminimalisir risiko sindrom metabolik, beberapa upaya di bawah ini dapat dilakukan [10].
Tinjauan Menjaga pola hidup sehat dan seimbang adalah sebuah upaya untuk meminimalisir risiko gejala sindrom metabolik.
1. Supreeya Swarup; Amandeep Goyal; Yulia Grigorova; & Roman Zeltser. Metabolic Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Suhaema Suhaema & Herta Masthalina. Pola Konsumsi dengan Terjadinya Sindrom Metabolik. Kesmas National Public Health Journal; 2015.
3. Andrea Bankoski, MPH, Tamara B. Harris, MD, James J. McClain, PHD, Robert J. Brychta, PHD, Paolo Caserotti, PHD, Kong Y. Chen, PHD, David Berrigan, PHD, Richard P. Troiano, PHD, & Annemarie Koster, PHD. Sedentary Activity Associated With Metabolic Syndrome Independent of Physical Activity. Diabetes Care; 2011.
4. Marc-Andre Cornier, Dana Dabelea, Teri L. Hernandez, Rachel C. Lindstrom, Amy J. Steig, Nicole R. Stob, Rachael E. Van Pelt, Hong Wang, & Robert H. Eckel. The Metabolic Syndrome. Endocrine Reviews; 2008.
5. Jaspinder Kaur. A Comprehensive Review on Metabolic Syndrome. Cardiology Research and Practice; 2014.
6. Yuhong Xu, Shutong Shen, Lizhou Sun, Haiwei Yang, Bai Jin, & Xiaohui Cao. Metabolic Syndrome Risk after Gestational Diabetes: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS One; 2014.
7. L W Cho. Metabolic syndrome. Singapore Medical Journal; 2011.
8. Rajeev Goyal & Ishwarlal Jialal. Diabetes Mellitus Type 2. National Center for Biotechnology Information; 2020.
9. Rebecca Hutcheson & Petra Rocic. The metabolic syndrome, oxidative stress, environment, and cardiovascular disease: the great exploration. Experimental Diabetes Research; 2012.
10. Myung-Bae Park, Cheon-Kook Kang, & Jung-Kyu Choi. Smoking cessation is related to change in metabolic syndrome onset: A rural cohort study. Tobacco Induced Diseases; 2020.
11. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care; 2009.
12. Francisca Lesse Mary Teixeira Alvesa & Gabriel Zorello Laporta. Prevalence and factors associated with lower limb amputation in individuals with type II diabetes mellitus in a referral hospital in Fortaleza, Ceará, Brazil: A hospital-based cross-sectional study. Heliyon; 2020.