Penyakit & Kelainan

Teratozoospermia: Penyebab, Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa itu Teratozoospermia?

Teratozoospermia merupakan kondisi di mana ditemukan sperma dengan morfologi (bentuk) abnormal dalam persentase yang lebih tinggi di dalam cairan sperma[1, 2].

Menurut kriteria dari manual WHO tahun 2010, seorang pria didiagnosis teratozoospermia ketika presentase sperma normal di dalam ejakulat di bawah 4%[2, 3].

Teratozoospermia, atau disebut juga sebagai teratospermia, juga dapat diidentifikasi berdasarkan kriteria Kruger yang lebih ketat. Berdasarkan kriteria Kruger, jika sperma normal jumlahnya kurang dari 15% maka pria dikatakan menderita teratozoospermia[3, 4].

Sperma normal memiliki kepala berbentuk lonjong (oval), ekor tunggal panjang, dan terdapat bagian leher di bawah kepala dengan ukuran lebih lebar daripada ekor. Kepala sperma normal memiliki panjang: 4-5 µm dengan lebar: 2,5-3,5 µm. Ekor sperma lurus dengan panjang sekitar 45-50 µm[4, 5].

Bentuk normal ini memungkinkan sperma untuk berenang sepanjang saluran genital wanita hingga mencapai sel telur. Kecacatan pada ekor dapat mengganggu motilitas sperma. Sehingga sebagian besar dari sperma abnormal tidak dapat berjalan hingga mencapai sel telur untuk melakukan pembuahan[1].

Bagian kepala sperma bertanggungjawab untuk penetrasi (menembus) sel telus selama pembuahan (fertilisasi). Kelainan atau abnormalitas pada bagian kepala dapat mengarah pada tidak berhasilnya penetrasi[6].

Abnormalitas pada bentuk sperma meningkatkan kegagalan fertilisasi, sehingga kondisi teratozoospermia mempengaruhi fertilitas secara langsung[2].

Morfologi Sperma (sumber: Medicover Fertility)

Penyebab Teratozoospermia

Penyebab teratozoospermia tidak diketahui dengan pasti dan sulit untuk ditentukan. Meski demikian, kualitas sperma diketahui dapat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut[2, 5, 7]:

  • Faktor genetik
  • Masalah pada testis (seperti infeksi atau perlukaan)
  • Varikokel
  • Merokok
  • Penggunaan obat psikotropik dan obat berbahaya lain
  • Konsumsi alkohol
  • Diabetes
  • Obesitas
  • Pola makan yang tidak seimbang (malnutrisi)
  • Vasektomi (lebih dari 5 tahun)
  • Paparan terhadap zat beracun (misalnya insektisida)
  • Usia (konsentrasi sperma abnormal meningkat setelah pria berusia 45 tahun)
  • Pengobatan kanker seperti kemoterapi dan radioterapi
  • Tengah terkena gejala demam
  • Paparan suhu tinggi jangka dalam waktu lama

Diduga stres psikologis juga berpengaruh pada bentuk sperma yang diproduksi pria[7].

Jenis Teratozoospermia

Berdasarkan kriteria Kruger, terazoospermia dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan tingkat severity kondisi[1, 4]:

  • Tetrazoospermia ringan: jika jumlah sperma dengan bentuk normal antara 10% hingga 14%
  • Tetrazoospermia sedang: jika jumlah sperma dengan bentuk normal antara 5% hingga 9%
  • Tetrazoospermia berat: jika jumlah sperma dengan bentuk normal kurang dari 5%

Selain itu, terazoospermia juga dapat dibedakan berdasarkan bagian sperma yang mengalami kecacatan atau kelainan bentuk, meliputi[5]:

  • Abnormalitas Kepala Sperma
    • Sperma dengan kepala besar (macrocephalus) ialah sperma dengan ukuran panjang kepala >4,7 µm dan lebar kepala >3,2 µm. Kepala besar dapat mengindikasikan penyusutan nukleus yang kurang baik, kromatin yang termampatkan secara tidak normal, diploidi dan aneuploidi.
    • Sperma dengan kepala kecil (microcephalus) ialah sperma dengan ukuran panjang kepala <3,5 µm dan lebar kepala <2,5 µm. Sperma dengan kondisi ini dapat mengalami penyusutan nukleus berlebihan dan kromatin yang termampatkan secara abnormal serta DNA terfragmentasi. Selain itu, sperma microcephalus dapat memiliki akrosom berbentuk abnormal dan berukuran sangat kecil.
    • Sperma dengan kepala panjang ditandai dengan panjang bagian kepala >5 µm dengan lebar <3 µm atau panjang <5 µm dengan lebar <2 µm. Sperma jenis ini umumnya dikenali sebagai penyimpangan morfologi sperma terinduksi stess. Jenis ini terutama umum ditemukan pada pria dengan infeksi kelenjar aksesoris dan varikokel.
    • Sperma dengan kepala bulat (globozoospermia) merupakan abnormalitas sperma yang ditentukan secara genetik. Globozoospermia diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu globozoospermia total dan partial. Globozoospermia total memiliki kepala kecil bulat, fragmentasi DNA tinggi, dan tidak memiliki akrosom (bagian dengan enzim untuk penetrasi sel telur). Sedangkan globozoospermia memiliki kepala lonjong dengan kromatin yang kurang mampat, sebagian akrosom, dan bagian tengah sperma yang abnormal.
    • Sperma dengan kepala amorphous mengindikasikan disomi kromosom 18 dan aneuploidi kromosom seks. Insidensi sperma dengan kepala amorphous berkaitan dengan abnormalitas bentuk kepala lain.
    • Sperma berkepala banyak memiliki dua atau lebih kepala yang berdekatan atau terpisah dengan atau tanpa akrosom atau bagian leher sperma. Sperma jenis ini mengalami gangguan gerak dan DNA terfragmentasi.
  • Abnormalitas Ekor Sperma
    • Sperma tanpa ekor, ekor pendek dan rusak dapat berkaitan dengan axonemal abnormalities yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan penyebab berupa faktor genetik yang belum diketahui.
    • Sperma dengan ekor abnormal (seperti berekor dua, ekor bengkok, ekor tidak beraturan) berkaitan dengan disomi kromosom 13, abnormalitaas kromosom ekstra, dan abnormalitas sitoskeleton.
    • Sperma dengan ekor melingkar dapat berkaitan dengan varikokel dan disfungsi epididimis.
    • Sperma dengan leher bent berkaitan dengan fragmentasi DNA.

Sperma yang memiliki bentuk abnormal dapat mengalami beberapa jenis kecacatan sekaligus. Sperma dengan bentuk paling tidak teratur dan berekor banyak berkaitan dengan infertilitas berat pria[5].

Gejala Teratozoospermia

Teratozoospermia ditandai dengan mayoritas sperma memiliki morfologi abnormal. Morfologi/bentuk sperma mempengaruhi fertilitas karena bentuk sperma menentukan motilitas dan kemampuan penetrasi sperma pada sel telur[3].

Gejala dapat berbeda-beda antar pasien. Seorang pasien dengan kondisi terazoospermia juga dapat tidak mengalami semua gejala dalam daftar[8].

Berikut daftar gejala yang dapat dialami pasien terazoospermia[8]:

  • Penurunan ukuran testis
  • Globozoospermia (sperma berkepala bulat)
  • Peningkatan kadar gonadotropin dalam sirkulasi
  • Azoospermia non-obstruktif
  • Anomali ekor sperma

Pada kondisi teratozoospermia berat dapat terjadi morfologi 0, yaitu kondisi di mana persentase sperma sehat dalam ejakulat mendekati 0[4].

Diagnosis Teratozoospermia

Teratozoospermia didiagnosis melalui spermiogram atau analisis semen, yang mana seharusnya dilakukan setelah periode abstinen atau menahan ejakulasi selama 3-5 hari[2].

Morfologi sperma dianalisis berdasarkan kriteria WHO dengan ketentuan sebagai berikut[2]:

  • Sampel normal: mengandung setidaknya 4% sperma dengan morfologi normal
  • Teratozoospermia sedang: mengandung setidaknya 4-15% sperma dengan morfologi normal
  • Teratozoospermia berat: mengandung kurang dari 4% sperma dengan morfologi normal

Pengobatan Teratozoospermia

Pengobatan teratozoospermia bergantung pada seberapa buruk kondisi serta penyebabnya. Pengobatan dapat meliputi[2, 4, 6]:

  • Pengubahan gaya hidup

Teratozoospermia ringan hingga sedang biasanya dapat pulih dengan prompt intervention dan beberapa pengubahan gaya hidup. Pasien dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.

Olahraga secara teratur juga dianjurkan, selain untuk menjaga kebugaran, olahraga dapat membantu mengurangi stres. Jika teratozoospermia disebabkan faktor stres maka kualitas sperma akan membaik setelah stres ditangani.

Konsumsi makanan sehat dan seimbang juga perlu diterapkan oleh pasien untuk mendukung produksi sperma. Untuk meningkatkan fertilitas dianjurkan mengkonsumsi makanan kaya anti oksidan, asam amino dan L-Carnitine. Vitamin E juga berperan penting dalam produksi sperma.

  • IUI (intraurine insemination)

Metode ini menjadi pilihan pertama bagi pasangan dengan pria mengalami teratozoospermia. IUI dilakukan dengan injeksi langsung cairan semen ke uterus wanita pada waktu ovulasi.

IUI dapat dianjurkan pada pria dengan teratozoospermia ringan. IUI juga hanya direkomendasikan pada wanita di bawah usia 35 tahun dan hanya ketika tidak ada penyebab infertilitas lain terdeteksi.

  • IVF (in vitro fertilization)-ICSI (intracytoplasmic sperm injection)

Metode ini dilakukan dengan menginjeksikan secara langsung sperma ke sitoplasma sel telur untuk fertilisasi di dalam kondisi terkontrol di laboratorium.

IVF-ICSI dapat dianjurkan pada pasien dengan teratozoospermia sedang hingga berat. Sperma yang diambil terlebih dahulu diamati dengan mikroskop untuk memilih sperma yang sehat dan normal.

  • IMSI (intracytoplasmic morphologically selected sperm injection)

IMSI merupakan teknologi yang lebih maju dibandingkan ICSI. Teknik ini memungkinkan sexologist untuk mengamati sperma lebih detail dan memilih sperma yang lebih baik untuk fertilisasi.

Teratozoospermia dan Fertilitas

Bentuk sperma mempengaruhi motilitas dan kemampuan penetrasi sperma, sehingga pasien teratozoospermia sering memiliki masalah infertilitas dan kesulitan untuk mendapatkan keturunan. Namun bukan berarti fertilitsasi tidak bisa dilakukan sama sekali[3, 9].

Sperma dengan bentuk abnormal kadang masih dapat membuahi sel telur. Akan tetapi, abnormalitas bentuk berkaitan dengan berbadai kecacatan lain seperti tidak adanya struktur akrosom. Hal tersebut mengakibatkan kemungkinan kesuksesan fertilisasi menurun[3].

Pada pasien teratozoospermia masih terdapat kemungkinan untuk mencapai kehamilan yang biasanya mengarah pada lahirnya bayi yang normal dan sehat. Hanya pada kasus langka, teratozoospermia mengarah pada kecacatan pada bayi, dan biasanya kecacatan bersifat ringan[6].

Pencegahan Teratozoospermia

Teratozoospermia yang disebabkan faktor genetik seperti mutasi tidak dapat dicegah. Akan tetapi, untuk menurunkan risiko mengalami teratozoospermia dapat dilakukan beberapa langkah berikut[4, 6]:

  • Membiasakan gaya hidup sehat dengan aktivitas fisik atau olahraga teratur
  • Meningkatkan konsumsi makanan kaya anti oksidan seperti beta karoten dalam wortel, lutein dalam selada dan bayam, serta likopen yang terkandung dalam tomat
  • Mengkonsumsi asam folat, misalnya sayuran berdaun hijau
  • Mengkonsumsi asam lemak omega tiga, dapat dari kacang walnut atau ikan laut
  • Melakukan hubungan seksual secara aman dan sehat, menggunakan pelindung, melakukan pemeriksaan penyakit menular seksual
  • Menghindari paparan zat beracun
  • Menghindari atau membatasi paparan suhu tinggi pada daerah genital

1. Anonim. Teratozoospeprmia—Causes and Treatment Options to Consider. Aveya Natural IVF; 2020.
2. Anonim. Teratozoospermia. Ingenes; 2020.
3. Anonim. Sperm Morphology (Shape): Does It Affect Fertility? Reproductive Facts, ASRM; 2014.
4. Dr. Karthik Gunasekaram. Teratozoospermia—Teratospermia—Causes & Treatment. Metromale Clinic & Fertility Center; 2020.
5. Kristina Lasiene. Assessment of Human Sperm Cells Morphological Parameters. IntechOpen; 2017.
6. Dr. Karthik Gunasekaram. Teratozoospermia—Can It be Reversed? Metromale Clinic & Fertility Center; 2018.
7. Anonim. What are the Causes of Teratospermia? Nova IVF Fertility; 2020.
8. Anonim. Male Infertility with Teratozoospermia Due to Single Gene Mutation. Rare Disease, National Institute of Health; 2017.
9. Carrie Madormo, reviewed by Rachel Tavel. How Does Sperm Morphology Affect Fertility? Healthline; 2017.
10. Sevann Helo, MD. Abnormal Sperm Morphology: What Does It Mean? Mayo Clinic; 2020.
11. Anonim. Sperm Morphology. Medicover Fertility; 2021.

Share