Azoospermia: Penyebab, Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa itu Azoospermia?

Azoospermia ialah kondisi di mana tidak terdapat sperma di dalam ejakulat (atau cairan semen) setelah orgasme. [1, 2]

 Azoospermia merupakan bentuk berat dari infertilitas pada pria. Kondisi ini termasuk tidak umum mempengaruhi sekitar 1% dari semua pria dan 10% hingga 15% dari pria infertil [2, 3].

Sperma diproduksi melalui proses yang disebut sebagai spermatogenesis yang terjadi di dalam testis. Testis terletak di dalam kantung bernama skrotum dan berjumlah sepasang.

Letak skrotum sedikit turun dari rongga tubuh untuk menurunkan suhu dalam testis. Hal tersebut berfungsi untuk mendukung produksi sperma karena sperma sensitif terhadap suhu tinggi[1, 3].

Di dalam testis, proses produksi sperma berlangsung dalam saluran yang disebut sebagai tubulus seminiferus. Proses ini dipengaruhi oleh hormon reproduksi yaitu testosteron, FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone)[3].

Sperma yang dihasilkan kemudian disalurkan keluar testis menuju epididimis, kemudian ke vas deferens. Selama ejakulasi, kontraksi pada vas deferens menyebabkan sperma dialirkan menuju uretra. Sebelum mencapai uretra, sekresi dari vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar aksesoris lainnya ditambahkan sehingga membentuk cairan yang disebut semen[1].

Pada cairan semen normal terdapat jumlah sperma ±15 juta per ml. Jumlah sperma kurang dari normal disebut oligozoospermia. Pada pasien azoospermia, tidak terdapat sperma sama sekali dalam cairan semen[1].

Penyebab dan Jenis Azoospermia

Penyebab azoospermia berhubungan langsung dengan jenis azoospermia yang dialami[1].

Terdapat dua cara untuk membedakan jenis azoospermia yaitu berdasarkan pada bagian sistem reproduksi yang mengalami masalah, atau berdasarkan pada penyebabnya (akibat terjadinya penyumbatan atau bukan)[3].

Berdasarkan Sistem Reproduksi

Berdasarkan bagian sistem reproduksi yang mengalami masalah/gangguan, azoospermia dapat dibedakan menjadi[3, 4]:

Azoospermia Pra-testis

Pada pasien azoospermia pra-testis, testis dalam kondisi normal namun tidak dapat memproduksi sperma. Gangguan produksi sperma disebabkan masalah produksi hormon oleh kelenjar hipotalamus atau kelenjar hipofisis di dalam otak.

Gangguan dapat terjadi karena hipotalamus tidak menghasilkan hormon dalam kadar yang sesuai atau efek dari kemoterapi. Jenis azoosperma pra-testis termasuk sangat langka.

Azoospermia Testikuler

Kondisi ini terjadi ketika adanya masalah dalam testis sehingga tidak dapat memproduksi sperma dengan normal. Dapat disebabkan karena testis tidak menghasilkan hormon testosterone atau testis tidak merespon terhadap hormon yang dihasilkan kelenjar endokrin lain.

Penyebab lain meliputi:

  • Terjadinya infeksi pada saluran reproduksi (seperti epididimitis atau uretritis)
  • Penyakit masa kecil (misalnya orkitis virus)
  • Cedera pada selakangan
  • Kanker atau penanganan kanker (seperti radiasi)
  • Kondisi genetik tertentu (seperti sindrom Klinefelter)

Azoospermia Pasca Testis

Azoospermia pasca testis yaitu kondisi di mana testis menghasilkan sperma normal, tapi terdapat kondisi tertentu yang menghalangi ejakulasi (pengeluaran sperma) atau disfungsi ejakulasi.

Penyebab kondisi ini meliputi ejakulasi retrograde (cairan semen dan sperma mengalir berbalik ke arah kandung kemih) dan penyumbatan pada saluran yang membawa sperma dari testis ke penis, seperti vasektomi. Sekitar 40% kasus pria azoospermia merupakan jenis pasca testis.

Berdasarkan Penyebabnya

Berdasarkan terjadinya penyumbatan atau bukan, azoospermia dibedakan menjadi azoospermia obstruktif dan non-obstruktif, berikut informasinya[1, 3, 6]:

Azoospermia Obstruktif

Azoospermia obstruktif dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

  • Penyebab Kongenital

Beberapa penyebab genetik atau kecacatan kongenital (bawaan lahir) dapat mengarah pada azoospermia obstruktif.

Pada beberapa kasus, pria dapat terlahir dengan saluran epididimis atau vas deferens yang tersumbat, sementara pada kasus lain dapat terjadi tidak adanya vas deferens pada salah satu atau kedua sisi saluran reproduksi.

Kasus tidak adanya salah satu atau kedua sisi (bilateral) vas deferens secara kongenital berkaitan dengan mutase pada gen CFTR (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator). Sekitar 95% dari pria dengan fibrosis kistik tidak mengembangkan seluruh atau sebagian dari vas deferens dan epididimis.

Produksi sperma pada 90% kasus fibrosis sistik dan tidak adanya vas deferens kongenital terjadi dengan normal, namun tidak adanya saluran membuat cairan yang diejakulasikan tidak mengandung sperma.

  • Infeksi atau Inflamasi pada Saluran Reproduksi Pria

Terjadinya infeksi atau inflamasi pada saluran reproduksi dapat mengakibatkan penyumbatan aliran sperma. Misalnya terjadi infeksi pada epididimis, disebut epididimitis.

Penyebab potensial infeksi ialah penyakit menular secara seksual. Agen penyebab penyakit menular secara seksual (seperti bakteri) dapat menyebabkan pembentukan jaringan luka selama fase peradangan/inflamasi.

Luka ini tidak dapat pulih dengan sendirinya setelah pemberian antibiotik dan mengakibatkan penyumbatan saluran sperma.

  • Cedera atau Akibat Operasi

Cedera pada saluran reproduksi pria dapat mengakibatkan kerusakan, pembentukan jaringan luka, dan penyumbatan pada vas deferens, epididimis, atau ductus ejakulatoris.

Pada beberapa kasus, perlukaan atau cedera disebabkan oleh prosedur operasi yang dijalani pasien sebelumnya, misalnya operasi hernia inguinal.

  • Vasektomi

Vasektomi merupakan salah satu metode kontrasepsi yang dapat dipilih pria. Metode ini dilakukan dengan memotong atau menyumbat vas deferens yang berfungsi menyalurkan sperma dari testis ke uretra. Vasektomi mengakibatkan sperma tidak ter;kandung dalam cairan yang diejakulasikan.

  • Ejakulasi Retrograde

Ejakulasi retrograde ialah ketika cairan semen (dan sperma yang di dalamnya) bergerak berbalik arah menuju ke kandung kemih.

Kondisi tersebut mengakibatkan cairan semen tidak menuju uretra untuk diejakulasikan, sehingga mengarah pada volume semen yang rendah dan jumlah penghitungan sperma rendah atau tidak ada.

Secara teknis, tidak terdapat penyumbatan dalam ejakulasi retrograde. Akan tetapi terkadang dikategorikan dalam jenis azoospermia obstruktif. Dalam kasus ini yang mengalami masalah ialah proses ejakulasinya.

Azoospermia Non-Obstruktif

Azoospermia non-obstruktif dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

  • Penyebab Genetik

Hingga ¼ dari semua kasus azoospermia non-obstruktif dapat disebabkan oleh faktor genetik atau kromosomal. Gen yang terkait tidak selalu dapat diidentifikasi.

Beberapa penyebab azoospermia non-obstruktif yang diketahui meliputi mikrodelesi kromosom Y, sindrom Klinefeter, dan sindrom Kallmann.

Pria memiliki kromosom seks yang disebut kromosom XY. Terjadinya mikrodelesi pada kromosom Y mengakibatkan mikrosom Y kehilangan beberapa gen. Kondisi tersebut yang dapat menyebabkan infertilitas pria dan mengarah pada rendahnya atau tidak adanya sperma yang dihasilkan.

Pada banyak kasus, pria dengan mikrodelesi kromosom Y dapat tidak mengalami gejala, sementara pada kasus lain dapat memiliki testis berukuran kecil atau testis yang letaknya tidak turun dari rongga tubuh.

Sindrom Klinefelter terjadi Ketika seorang pria memiliki kromosom seks berupa XXY. Pria dengan kondisi ini dapat miliki beberapa gejala fisik dan kognitif yang signifikan. Pada beberapa kasus, pria dengan sindrom Klinefeter dapat tidak memiliki gejala atau gejala ringan dan tidak terdiagnosis.

Sindrom Kallmann merupakan kondisi genetik yang berkaitan dengan gen ANOS1 yang terletak pada kromosom X. Pria dengan sindrom Kallmann dapat tidak mengalami pubertas normal, mengalami indra penciuman yang tidak tajam, dan sering kali tidak subur.

Sindrom ini juga dapat menyebabkan gangguan hormonal yang disebut hipogonadisme hipogonadotropik.

  • Radiasi, Kemoterapi, atau Paparan Racun

Pemaparan terhadap zat beracun dapat mengarah pada azoospermia sementara atau permanen. Terapi radiasi dan kemoterapi juga dapat menyebabkan azoospermia.

Pada beberapa orang, fertilitas dapat Kembali pulih dengan segera setelah perawatan kanker. Pada kasus lain, produksi sperma baru kembali normal setelah beberapa tahun. Sedangkan pada kasus yang tidak umum, produksi sperma tidak pernah pulih Kembali.

  • Ketidakseimbangan Hormonal

Proses pembentukan sperma memerlukan kerja dari hormon hipotalamus, hipofisis, dan testis. Adanya gangguan pada produksi, kadar, atau interaksi hormon dapat mengarah pada azoospermia non-obstruktif.

Kondisi ketidakseimbangan hormon dapat disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari kondisi genetik, masalah hormon lain, atau pemicu berdasarkan gaya hidup.

  • Efek Samping Pengobatan

Beberapa obat dapat menimbulkan efek samping berupa azoospermia. Obat yang paling umum menyebabkan azoospermia ialah suplementasi testosterone, steroid anabolik, dan obat-obat dalam kemoterapi. Efek samping obat dapat bersifat sementara ataupun jangka panjang.

  • Varikokel

Varikokel ialah pelebaran vena di dalam skrotum atau testis. Pelebaran ini menyebabkan darah berkumpul berlebihan sehingga menyebabkan peningkatan suhu pada testis. Kondisi ini juga dapat mengakibatkan pembengkakan, penyusutan testis, dan ketidaknyamanan.

Suhu tinggi pada testis mengganggu produksi sperma, sehingga mengarah pada jumlah sperma yang lebih sedikit. Sekitar 4-13% pria dengan varikokel mengalami jumlah sperma sangat sedikit atau bahkan azoospermia.

Gejala Azoospermia

Azoospermia tidak memiliki gejala spesifik, sehingga pasien dapat tidak menyadari kondisinya hingga usaha untuk menghasilkan keturunan tidak kunjung berhasil.

Gejala yang dialami pasien azoospermia lebih berhubungan dengan penyebab kondisi, seperti ketidakseimbangan hormon atau kondisi genetik[3, 5].

Tanda atau gejala yang dapat mengindikasikan risiko azoospermia meliputi[3, 5]:

  • Dorongan seksual rendah
  • Disfungsi ereksi
  • Berkurangnya rambut pada wajah atau tubuh
  • Volume ejakulat rendah atau orgasme “kering” (semen sedikit atau tanpa semen)
  • Urine berbusa setelah berhubungan
  • Sakit ketika buang air kecil
  • Sakit pinggul
  • Testis membengkak
  • Testis kecil atau tidak turun dari rongga tubuh
  • Penis yang berukuran lebih kecil dari normal
  • Pubertas terlambat atau abnormal
  • Kesulitan ereksi atau ejakulasi
  • Payudara membesar
  • Berkurangnya otot

Diagnosis Azoospermia

Cara diagnosis azoospermia paling utama ialah melalui analisis semen. Dokter akan meminta pasien memberikan sampel cairan semen dan mengirimnya ke laboratorium untuk diperiksa[3, 5].

Berdasarkan panduan WHO tahun 2010, azoospermia didiagnosis setelah dilakukan dua kali analisis semen yang dilakukan secara terpisah setidaknya dua minggu, mengonfirmasi bahwa tidak ada semen di dalam sampel[2].

Setelah diagnosis azoospermia ditentukan, dokter perlu mencari tahu penyebab kondisi. Perencanaan pengobatan pasien bergantung pada penyebabnya. Dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik dan mengecek riwayat kesehatan pasien[3, 4].

Dokter dapat melakukan beberapa tes berikut[3, 5]:

  • Tes darah: untuk memeriksa kadar hormon terutama FSH dan testosterone, bisa juga termasuk kadar prolaktin dan estrogen
  • Transrectal ultrasound (TRUS): untuk memeriksa ada tidaknya penyumbatan atau abnormalitas pada saluran reproduksi pria
  • Biopsi testis: untuk memeriksa lebih mendetail mengenai produksi sperma
  • Tes karyotipe dan tes genetik: untuk mengecek penyakit menurun tertentu
  • Tes imaging pada otak: untuk mengecek adanya masalah dengan kelenjar hipotalamus atau kelenjar hipofisis

Pengobatan Azoospermia

Pengobatan azoospermia bergantung pada penyebabnya. Tes dan konseling genetik seringkali merupakan bagian penting dalam perencanaan pengobatan azoospermia[1].

Berikut beberapa cara penanganan azoospermia[3, 4, 6]:

  • Penanganan Infeksi

Jika terdapat infeksi aktif, maka infeksi harus ditangani terlebih dahulu sebelum perawatan lain dilakukan. Infeksi dapat disertai gejala atau pun tanpa gejala.

Namun meski tidak menimbulkan gejala, infeksi dapat mempengaruhi fertilitas secara negatif dan menyebabkan kerusakan permanen pada saluran reproduksi.

  • Operasi Perbaikan

Pada kasus azoospermia obstruktif, dapat diperlukan penanganan dengan operasi perbaikan pada saluran yang mengalami penyumbatan atau kerusakan.

Operasi dapat dilakukan untuk memperbaiki penyumbatan saluran sperma akibat terjadinya perlukaan yang disebabkan oleh infeksi.

Prosedur TURED (Transurethral Resection of the Ejaculatory Ducts) dapat dilakukan untuk mengatasi obstruksi saluran ejakulatoris. Operasi juga dapat dilakukan untuk mengatasi varikokel dan kondisi ejakulasi retrograde.

  • Pengobatan dan Dukungan Hormonal

Pada beberapa kasus, azoospermia dapat ditangani dengan pemberian obat, misalnya pada kasus ejakulasi retrograde. Pengobatan hormonal dapat digunakan untuk menstimulasi perkembangan sperma sehingga testis mampu memproduksi sperma yang sehat.

Hormon atau obat hormonal yang dapat digunakan meliputi Clomiphene, Letrozole, injeksi FSH (follicle stimulating hormone), atau injeksi hCG (human chorionic  gonadotropin).

  • Penghentian Penggunaan Obat-obatan Tertentu

Pada kasus azoospermia yang berhubungan dengan penggunaan obat tertentu, penghentian pengobatan dapat dilakukan sebagai langkah pertama penanganan.

Jika penghentian penggunaan tidak memungkinkan, penanganan azoospermia dimulai setelah menyelesaikan sesi pengobatan. Penghentian penggunaan obat harus harus dilakukan setelah konsultasi dengan dokter.

  • Pengubahan Gaya Hidup

Beberapa kasus azoospermia disebabkan oleh paparan zat beracun atau suhu terlalu tinggi. Pasien dapat dianjurkan menghindari paparan zat beracun serta suhu tinggi. Jika paparan terhadap zat beracun berkaitan dengan pekerjaan, pasien sebaiknya mengenakan alat pelindung diri yang memadai.

  • Teknologi Reproduksi Berbantu

Jika pasien azoospermia menghasilkan sperma yang hidup namun mengalami kesulitan untuk menghasilkan keturunan, penggunaan teknologi reproduksi berbantu seperti IVF (in vitro fertilization) dan ICSI (intracytoplasmic sperm injection) dapat disarankan[1, 3].

Sperma diambil langsung dari testis dengan prosedur TESE (testicular sperm extraction) yang dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Sperma yang diperoleh dapat diawetkan dengan pembekuan atau langsung digunakan dalam IVF dan ICSI. [1,3]

IVF dan ICSI bertujuan untuk membantu fertilisasi dan menghasilkan embrio yang nantinya ditransfer ke uterus wanita[1, 3].

Pencegahan Azoospermia

Azoospermia yang disebabkan oleh faktor genetik bukan kondisi yang dapat dicegah. Akan tetapi, pada kasus dengan faktor penyebab lainnya dapat dilakukan beberapa upaya pencegahan berikut[1, 5]:

  • Menghindari aktivitas yang berpotensi mengakibatkan cedera pada organ reproduksi
  • Menghindari paparan radiasi
  • Berkonsultasi dengan dokter mengenai manfaat dan risiko dari obat-obatan yang dapat mempengaruhi produksi sperma
  • Menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan testis terpapar suhu tinggi, seperti sauna atau mandi uap
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment