Tinjauan Medis : dr. Puspasari Septama Susanto
Apendiks atau usus buntu adalah organ yang terletak pada ujung caecum. Dinding usus buntu dipenuhi oleh limfoid yang terdiri oleh kumpulan sel-sel radang dan berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Radang
Daftar isi
Penyakit usus buntu adalah penyakit radang atau inflamasi pada usus buntu yang ditandai dengan pembengkakan dan timbul nanah.
Apendisitis adalah istilah medis untuk radang usus buntu di mana ketika sumbatan pada usus buntu terjadi, akibatnya muncul peradangan.
Bila sumbatan tak segera diatasi, hal ini dapat berkembang dengan terinfeksinya jaringan oleh bakteri.
Kematian jaringan dapat terjadi pada jaringan yang meradang dan terinfeksi bakteri tadi.
Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pasokan darah yang juga berakibat pada usus buntu yang pecah nantinya.
Tinjauan Radang usus buntu atau apendisitis terjadi bukan semata karena mengonsumsi makanan tertentu, melainkan adanya radang pada usus buntu akibat sumbatan oleh feses, makanan, atau faktor lainnya.
Pada kondisi usus buntu akut, perkembangan gejala cukup cepat untuk berada dalam tahap parah [6,9].
Bahkan banyak penderita usus buntu akut tak menyadari bahwa radang sudah berkembang dan sudah telanjur serius.
Pada kondisi usus buntu kronis, gejala tidak berkembang secara tiba-tiba karena hal ini berlangsung cukup lama [6,9].
Gejala pada usus buntu kronis awalnya ringan di mana gejala dapat timbul dan hilang beberapa kali.
Perkembangan gejala pun cukup lambat, bisa dalam beberapa minggu, bulan, hingga bertahun-tahun, tak seperti usus buntu akut.
Usus buntu atau apendiks adalah bagian dari sistem pencernaan manusia yang berbentuk seperti jari berukuran kecil dan melekat pada usus besar.
Penyebab peradangan pada usus buntu sendiri belumlah diketahui secara pasti, namun sumbatan ditengarai sebagai pemicunya.
Ada sejumlah faktor yang mampu menyebabkan sumbatan pada usus buntu yang kemudian berkembang menjadi peradangan, yaitu [3,4] :
Penyakit usus buntu atau apendisitis terkadang dapat terjadi karena infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri, ataupun virus yang penyebarannya terjadi di usus buntu.
Berikut ini adalah jenis-jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada apendiks.
Orang-orang dengan rentang usia 10-30 tahun memiliki risiko cukup tinggi untuk mengalami penyakit usus buntu [1].
Namun, remaja dan dewasa muda (pada usia 20 tahun awal) lebih banyak dijumpai mengalami radang usus buntu [3].
Mengidap kolitis ulseratif dan penyakit Crohn pun dapat meningkatkan risiko radang usus buntu.
Seseorang dengan orangtua atau saudara kandung yang dulunya pernah mengalami penyakit radang usus buntu memiliki risiko besar mengalaminya juga.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh posisi usus buntu yang mudah mengalami sumbatan sehingga meradang dengan mudah.
Laki-laki rupanya jauh lebih rentan mengalami radang usus buntu daripada perempuan.
Tinjauan Penyebab radang usus buntu dapat bermula dari sumbatan pada apendiks atau usus buntu itu sendiri. Selain itu, ada kemungkinan berbagai jenis mikroorganisme menyebabkan infeksi dan radang pada usus buntu.
Tanda utama seseorang mengalami radang pada usus buntu adalah timbulnya rasa nyeri khususnya pada area perut bagian kanan bawah.
Namun, beberapa gejala lain seperti berikut wajib untuk diwaspadai dan segera diperiksakan ke dokter [5,6].
Jika rasa sakit di perut bagian kanan bawah terasa makin menjadi-jadi, inilah waktunya untuk mencari pertolongan medis.
Gejala-gejala yang dikeluhkan tersebut dapat juga menjadi tanda adanya penyakit lain seperti batu ginjal, sindrom iritasi usus, gastroenteritis, infeksi panggul, penyakit Crohn, infeksi saluran kemih, hingga sembelit.
Bahkan pada wanita, gejala-gejala tersebut terkadang disalahartikan sebagai tanda penyakit radang panggul, nyeri haid biasa, atau kehamilan ektopik.
Hal ini menjadi alasan kuat untuk segera memeriksakan gejala ke dokter dan mengonfirmasi apakah radang usus buntulah yang menjadi penyebab utama.
Jika tidak segera ke dokter saat nyeri makin hebat, dikhawatirkan usus buntu dapat pecah.
Tinjauan Gejala paling utama dari radang usus buntu adalah rasa sakit di bagian perut kanan bawah yang perlu segera diperiksakan sebelum risiko usus buntu pecah makin besar.
Kemungkinan gejala diartikan sebagai kondisi lain sangat besar karena lokasi apendiks atau usus buntu sendiri tidak selalu sama antara satu orang dengan lainnya.
Ada yang memiliki apendiks di panggul, ada pula yang berada di belakang liver atau di belakang usus besar.
Itulah mengapa, menempuh langkah pemeriksaan sangat penting untuk mengetahui dan memastikan penyebabnya.
Beberapa metode diagnosa inilah yang umum dilakukan oleh dokter :
Tinjauan Agar dapat terdeteksi dan terkonfirmasi bahwa gejala mengarah pada radang usus buntu, pasien perlu menjalani pemeriksaan darah, urine, pemindaian, dan pemeriksaan fisik.
Dalam menangani radang usus buntu, langkah operasi atau pembedahan untuk mengangkat usus buntu adalah yang paling umum diterapkan [6,7,9].
Selain itu, pemberian obat pun dilakukan oleh dokter jika memang bisa dirawat dengan obat saja.
1. Antibiotik
Jika infeksi yang didapati oleh dokter masih dalam tahap ringan, maka biasanya dokter hanya memberikan antibiotik kepada pasien usus buntu [6,7,9,11].
Hanya saja, pasien radang usus buntu yang cukup menggunakan antibiotik saja sangatlah jarang.
Biasanya, operasi pengangkatan usus buntulah yang menjadi opsi utama dan paling mampu mengatasi.
2. Operasi Terbuka
Pada beberapa kasus radang usus buntu, operasi terbuka menjadi solusi agar dokter dapat membersihkan bagian dalam rongga perut pasien secara total [1,6,7].
Namun, operasi terbuka artinya dokter perlu membentuk sayatan cukup besar pada perut pasien.
Operasi terbuka umumnya menjadi solusi bagi pasien radang usus buntu yang :
Umumnya, dokter langsung akan memberikan antibiotik kepada pasien secara intravena usai operasi.
3. Laparoskopi
Operasi invasif melalui metode laparoskopi dapat dilakukan oleh dokter jika kondisi pasien tergolong masih dalam tahap ringan dan usus buntu belum pecah [1,6,7].
Prosedur bedah ini dilakukan dengan memanfaatkan alat laparoskop di mana kemudian dokter menciptakan tiga sayatan kecil untuk mengangkat usus buntu yang meradang dan/atau terinfeksi.
Pada metode laparoskopi ini, pemulihan pasien jauh lebih cepat daripada pada metode operasi terbuka.
Karena sayatan yang dibuat pun berukuran kecil, hal ini meminimalisir risiko kehilangan banyak darah serta risiko bekas luka.
Dokter pastinya memberikan antibiotik usai pasien menjalani operasi, begitu juga obat pereda nyeri.
Namun untuk mendukung tubuh pasien supaya cepat pulih, beberapa hal yang bisa dilakukan di rumah ini penting untuk diperhatikan [6,9] :
Tinjauan Pengobatan radang usus buntu paling umum adalah melalui langkah operasi terbuka atau laparoskopi tergantung dari tingkat keparahannya. Pemberian antibiotik juga dilakukan oleh dokter diimbangi dengan perawatan mandiri yang tepat.
Bila radang usus buntu tak memperoleh penanganan sesegera mungkin, beberapa komplikasi inilah yang paling mengancam kesehatan penderitanya :
Bagi wanita yang sedang hamil dan menderita radang usus buntu, jika tidak segera terdeteksi dan diatasi dengan prosedur bedah, risiko keguguran sangatlah tinggi [9].
Namun pada umumnya, jika usus buntu ditangani dengan tepat sejak awal, hal ini tidak berbahaya bagi sang ibu maupun calon bayi.
Pada organ perut, ada membran yang menjadi pelapis rongga perut dan menjadi penutup bagi sebagian besar organ perut yang disebut dengan peritoneum.
Bila usus buntu sampai pecah, maka infeksi dapat terjadi pada peritoneum, termasuk juga peradangan dapat menyerang [6].
Parahnya, pergerakan usus dapat berhenti karena infeksi ini dan penderita dapat mengalami demam sekaligus syok yang perlu ditangani secepatnya.
Abses terjadi ketika infeksi menyebar keluar dari apendiks lalu tercampurlah dengan isi dalam usus [6].
Umumnya, kondisi ini dapat ditangani dengan antibiotik atau melalui pembedahan.
Bila terlambat ditangani, peritonitis dapat terjadi.
Tinjauan Komplikasi paling berbahaya pada penderita usus buntu yang sedang hamil adalah keguguran. Sementara itu, kemungkinan komplikasi lainnya ketika usus buntu terlambat ditangani adalah abses dan peritonitis.
Belum diketahui cara pasti untuk mencegah radang pada usus buntu atau apendisitis.
Namun umumnya, orang-orang yang mengonsumsi makanan kaya serat justru berpotensi lebih kecil terkena usus buntu.
Maka, berbagai upaya pencegahan berikut dapat diterapkan [6,8,9] :
Pola makan yang mengutamakan kaya serat mampu meminimalisir potensi terkena radang usus buntu karena feses akan jauh lebih lunak sehingga tidak mudah terjebak di apendiks.
Tinjauan Menjaga pola makan atau pola diet tidak hanya dianjurkan pasca operasi usus buntu sebagai pendukung pemulihan. Hal ini juga dapat menjadi salah satu langkah dalam menurunkan risiko terkena radang usus buntu.
1) HealthCalling Team. 2016. St Joseph Health (SJH). 4 Facts You May Not Know About Appendicitis.
2) Anonim. 2014. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Definition & Facts for Appendicitis.
3) Joseph Bennington-Castro & Robert Jasmer, MD. 2018. Everyday Health. What Causes Appendicitis? Obstructions and Other Contributors.
4) Anonim. 2018. Health Direct. What causes appendicitis?
5) Anonim. 2019. National Health Service. Symptoms-Appendicitis.
6) Yvette Brazier & University of Illinois-Chicago, School of Medicine. 2017. Medical News Today. Everything you need to know about appendicitis.
7) Tere Jones, RN, CPN, RNIII. Children's Hospital Los Angeles. Appendicitis Treatment Options.
8) Anonim. 2016. Cleveland Clinic. Appendicitis: Prevention.
9) Verneda Lights, Elizabeth Boskey, PhD & Seunggu Han, MD. 2019. Healthline. Everything You Need to Know About Appendicitis.
10) Adhar Arifuddin, Lusia Salmawati & Andi Prasetyo. 2017. Jurnal Preventif, Volume 8 Nomor 1, April 2017 : 1- 58 - Jurnal Universitas Tadulako. Faktor Risiko Kejadian Apendisitis di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
11) dr. Albert Eko H,Msi.Med,Sp.B. 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Radang Usus Buntu.