Penyakit & Kelainan

Biduran : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Biduran atau dalam istilah medis urtikaria, adalah penyakit alergi yang muncul berupa ruam merah yang menonjol di kulit dan muncul secara tiba-tiba. Reaksi alergi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal,

Apa itu Biduran?

Biduran atau yang dikenal dengan istilah urtikaria adalah kondisi ketika ruam menonjol dan gatal timbul pada kulit, berwarna kemerahan dan umumnya alergen menjadi pemicu [1,2,3,5,7,8].

Ruam menonjol tersebut merupakan reaksi kulit terhadap alergen (faktor yang membuat tubuh mengeluarkan reaksi alergi).

Pada kebanyakan orang, alergen tidaklah terlalu berpengaruh dan bahkan tidak menyebabkan reaksi tubuh.

Hanya orang-orang dengan riwayat alergi sistem daya tahan tubuhnya akan mengeluarkan reaksi terhadap benda asing yang secara normal pada orang lain tak menyebabkan timbulnya reaksi apapun.

Tinjauan
Biduran atau urtikaria atau hives adalah kondisi ruam berbentol-bentol (menonjol) pada permukaan kulit yang terasa gatal dan kemerahan. Alergen dapat menjadi pemicunya di saat daya tahan tubuh penderita sedang lemah.

Fakta Tentang Biduran

  1. Sekitar 20% orang pasti pernah mengalami biduran, sekali atau dua kali selama hidupnya [1,3].
  2. Siapapun dapat mengalami biduran, baik itu usia muda maupun tua dan laki-laki maupun wanita, hanya saja risiko jauh lebih tinggi dialami oleh usia dewasa muda [3].
  3. Pada kurang lebih 40-50% penderita, kombinasi antara biduran dan angioedema sangat sering dijumpai [3].
  4. Di Indonesia, data prevalensi biduran belum diketahui jelas, namun untuk tingkat kasus alergi khususnya pada anak adalah sekitar 2-4% [4].

Jenis-Jenis Biduran

Biduran terdiri dari beberapa jenis kondisi, yaitu biduran akut dan kronik.

Biduran Akut

Biduran akut adalah jenis biduran yang paling umum dengan gejala tak sampai 6 minggu [1,2,4].

Ruam menonjol kemerahan yang disertai rasa gatal biasanya akan memenuhi leher dan wajah, namun ada pula yang sampai ke area jari tangan dan kaki.

Pada pria, area genital pun dapat dipenuhi ruam gatal, maka bagian tubuh manapun dapat mengalami biduran.

Biduran Kronik

Biduran kronik sebenarnya adalah kondisi lanjutan dari biduran akut di mana gejala bukannya mereda selama 6 minggu namun menjadi lebih buruk [1,2,6].

Biduran kronik pun biasanya adalah kondisi yang berawal dari reaksi autoimun yang belum diketahui secara jelas penyebabnya.

Hanya saja, biduran kronik sangat jarang terjadi dan hanya 1 dari 1.000 orang yang mengalami kondisi biduran jenis ini [2].

Tinjauan
Biduran terdiri dari dua jenis kondisi, yaitu biduran akut (dengan gejala ringan yang dialami kurang dari 6 minggu) serta biduran kronik (dengan gejala lebih parah dan dapat dialami lebih dari 6 minggu).

Penyebab Biduran

Biduran adalah kondisi ketika tubuh melepaskan histamin sebagai bentuk reaksi terhadap senyawa kimia dari bawah permukaan kulit maupun alergen.

Peradangan kemudian terjadi sehingga berakibat pada penimbunan cairan di bawah kulit di mana ruam menonjol gatal dan kemerahan mulai timbul.

Penyebab pasti dari biduran belum diketahui hingga kini namun biduran kerap dikaitkan dengan gangguan sistem imun karena virus pun mampu memicu timbulnya kondisi ini.

Beberapa faktor yang mampu memicu biduran yang perlu dikenali dan diwaspadai antara lain adalah [1,2,3,4,5,6,7,8] :

  • Infeksi virus, seperti batuk pilek, influenza, dan/atau hepatitis B.
  • Obat tertentu, seperti anti-inflamasi non-steroid dan antibiotik (ACE inhibitors dan aspirin).
  • Penyakit serius seperti Lupus atau penyakit tiroid.
  • Sengatan serangga.
  • Tanaman tertentu, seperti poison oak, jelatang, dan/atau poison ivy.
  • Hirupan serbuk sari
  • Paparan getah (lateks)
  • Makanan tertentu, seperti produk gandum, telur, makanan laut, maupun kacang-kacangan.
  • Infeksi bakteri, seperti radang tenggorokan atau infeksi saluran kencing.
  • Suhu tubuh yang terlalu tinggi.
  • Perubahan suhu ruangan atau suhu udara yang terlalu drastis/ekstrem.
  • Paparan bulu hewan.
  • Parasit usus.
  • Paparan sinar matahari yang berlebihan.
  • Bahan kimia tertentu.
  • Konsumsi alkohol maupun kafein yang berlebihan.
Tinjauan
Penyebab biduran secara pasti belum diketahui, namun berbagai faktor dapat memicu timbulnya biduran. Mulai dari penyakit infeksi bakteri dan virus, paparan bahan kimia tertentu, makanan tertentu, penggunaan obat tertentu, sengatan serangga, penyakit autoimun, konsumsi kafein dan alkohol hingga paparan sinar matahari dan perubahan suhu ruangan ekstrem.

Gejala Biduran

Gejala utama dari kondisi biduran adalah timbulnya ruam menonjol pada kulit yang dapat terlihat sebagai pembengkakan.

Kulit bagian tubuh manapun dapat timbul ruam, dan berikut adalah gejala-gejala lain yang umumnya menyertai [1,2,3,4,5,6,8] :

  • Warna ruam adalah kemerahan atau merah muda.
  • Bentuk benjolan atau ruam adalah bentuk bulatan atau oval.
  • Benjolan terasa sangat gatal.
  • Ukuran benjolan pada ruam bisa hanya beberapa milimeter, namun ada pula yang sampai beberapa inci.
  • Suhu panas ataupun stres dapat menjadi penyebab memburuknya ruam dan meningkatkan rasa gatal.
  • Pembengkakan dapat terjadi pada kelopak mata, bibir, hingga tenggorokan.

Apabila terjadi reaksi anafilaksis, yaitu reaksi alergi yang sangat parah, maka seluruh bagian tubuh dapat terkena dampaknya.

Beberapa gejala berikut dapat dialami oleh penderita :

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Pada dasarnya biduran dapat sembuh sendiri dalam waktu beberapa hari saja, atau bahkan paling singkat beberapa jam.

Namun bila setelah berhari-hari ruam dan benjolan tidak kunjung mereda, inilah saatnya untuk ke dokter dan mengonsultasikannya.

Berikut ini adalah tanda bahwa kondisi gejala biduran harus segera diperiksakan ke dokter [8] :

  • Kelopak mata dan bibir membengkak
  • Demam
  • Penyebaran ruam dan bentol makin luas ke area tubuh lainnya
  • Pusing disertai sesak nafas (biasanya harus segera mendapatkan penanganan di IGD (Instalasi Gawat Darurat)
  • Kecemasan intens dan berlebihan
  • Kepala serasa ringan dan melayang
  • Detak jantung lebih cepat dari normalnya
  • Mual dan muntah-muntah
  • Hilang kesadaran
Tinjauan
Gejala biduran dapat berupa ruam menonjol berwarna kemerahan yang disertai rasa gatal dan mampu menyebar hingga ke seluruh tubuh. Ruam akan memburuk bila tubuh penderita terpapar suhu panas. Jika bengkak mulai terjadi pada tenggorokan, bibir atau kelopak mata disertai rasa pusing, mual, kecemasan intens, dan demam, segera ke dokter.

Pemeriksaan Biduran

Untuk mengonfirmasi bahwa gejala yang dialami penderita mengarah pada kondisi biduran, maka beberapa metode diagnosa akan dilakukan dokter.

Diagnosa oleh dokter akan disesuaikan dengan gejala dan jenis biduran, akut atau kronik.

Pemeriksaan Biduran Akut

Pada kasus gejala biduran akut, dokter akan melakukan diagnosa dengan memeriksa fisik pasien, yaitu berfokus pada ruam yang timbul pada permukaan kulit.

Dokter pun akan menunjukkan kepada pasien mengenai faktor pemicu biduran sehingga langkah pencegahan dapat diupayakan oleh pasien.

Pada pemeriksaan biduran akut, dokter biasanya akan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada pasien [1,2,3,4,5] :

  • Apakah pasien baru saja digigit oleh serangga.
  • Kapan gejala biduran mula dialami dan sudah berapa lama.
  • Bagian tubuh mana saja yang mengalami gejala ruam.
  • Apa saja obat yang digunakan, termasuk suplemen herbal jika ada.
  • Apakah pasien mengunjungi tempat yang berpotensi terdapat pemicu biduran, seperti paparan zat kimia tertentu, bulu hewan, atau sarung lateks.
  • Apakah pasien bekerja di sebuah tempat yang berpotensi terdapat pemicu biduran.
  • Apakah pasien memiliki anggota keluarga yang mengalami biduran.
  • Apa saja riwayat medis pasien.

Pada sebagian kecil kasus biduran, pemicunya sama sekali tidak diketahui karena tidak jelas, namun pada umumnya selalu ada faktor pemicu yang spesifik.

Selain itu, dokter akan meminta pasien untuk menempuh pemeriksaan darah untuk mengatahui apakah pasien memiliki alergi terhadap makanan, tungau debu, atau zat kimia tertentu.

Pemeriksaan Biduran Kronik

Bila pasien mengalami gejala yang tak kunjung mereda selama lebih dari 6 minggu dan gejala cenderung memburuk, maka pemeriksaan biduran kronik perlu dilakukan.

Para ahli dalam hal ini tak begitu menyarankan untuk tes alergi karena faktor pemicu bukanlah faktor eksternal.

Untuk diagnosa biduran kronik, beberapa langkah pemeriksaan berikut paling dianjurkan agar pasien dapat menempuhnya [1,2,6].

  • Tes tinja, untuk mengidentifikasi keberadaan parasit.
  • Tes darah, untuk mengecek apakah pasien memiliki anemia.
  • Tes fungsi liver, jika memang ada gejala atau riwayat gangguan liver/hati.
  • Tes ESR (erythrocyte sedimentation rate), untuk mengidentifikasi ada tidaknya gangguan pada sistem kekebalan tubuh pasien.
  • Tes fungsi tiroid, untuk mengetahui apakah pasien memiliki hipotiroid atau hipertiroid.
Tinjauan
Metode pemeriksaan biduran disesuaikan dengan jenis gejala biduran. Namun terlepas dari itu, pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan pasti diterapkan oleh dokter. Pada kasus biduran kronik, tes fungsi tiroid, tes darah, tes tinja, tes fungsi liver, hingga tes ESR dibutuhkan. 

Pengobatan Biduran

Pengobatan biduran akan disesuaikan dengan jenis dan tingkat keparahannya.

Pengobatan Biduran Akut

Beberapa perawatan berikut umumnya diberikan bagi penderita biduran akut di mana gejala masih tergolong ringan dan bertahan hanya kurang dari 6 minggu [1,2,3,5,7,8].

  • Antihistamin

Obat antihistamin seperti fexofenadine atau cetirizine sangat dapat diandalkan untuk meredakan ruam dan menghilangkan rasa gatal yang berlebihan.

Hanya saja, penggunaan antihistamin akan memicu efek samping berupa rasa kantuk yang terus-menerus.

Pada pasien angioedema, waspadai gejala berupa sesak nafas yang bisa menjadi sangat serius.

Umumnya dokter spesialis kulit akan memberikan resep epinephrine auto-injector seperti EpiPen ketika menjumpai pembengkakan bibir atau lidah maupun sesak nafas pada pasien.

  • Menghindari Alergen

Pada kondisi biduran akut, sangat dianjurkan bagi penderita untuk menghindari faktor-faktor pemicu reaksi alergi.

Apapun bentuk alergen, kenali, sadari, dan hindari sebisa mungkin agar tidak memperburuk kondisi gejala yang sudah terjadi.

Pengobatan Biduran Kronik

Pada kasus biduran kronik, risiko terjadinya komplikasi pun lebih tinggi sehingga pengobatannya berbeda dari tahap akut [6,7].

  • Xolair atau Omalizumab, yaitu obat dalam bentuk injeksi yang berguna dalam menghambat senyawa pemicu respon alergi yang tubuh keluarkan.
  • Antibiotik, seperti dapsone adalah obat yang diresepkan oleh dokter dan bertujuan agar bengkak serta kemerahan pada tubuh pasien dapat berkurang dan hilang berangsur.
  • Akupuntur. Meski tergolong metode pengobatan alternatif atau non-medis, akupuntur adalah jenis terapi yang terbukti mampu membantu meredakan gejala biduran kronik.
  • Konsultasi dengan psikolog, sebab pada beberapa pasien biduran kronik, ketidaknyamanan yang semakin buruk dalam jangka panjang mampu meningkatkan risiko depresi.

Pengobatan Mandiri

Selain pengobatan secara medis maupun alternatif untuk biduran akut serta biduran kronik, perawatan mandiri di rumah pun perlu dilakukan.

Menjaga diri dari berbagai faktor pemicu biduran sangat penting dan beberapa hal inilah yang paling bisa diupayakan [1,2,8] :

  • Menghindari stres dengan relaksasi atau meditasi.
  • Menghindari penggunaan obat tertentu yang memicu biduran.
  • Menghindari asupan alkohol dan kafein yang berlebihan.
  • Menggunakan sabun mandi maupun lotion dengan bahan yang ringan dan aman bagi kulit.
  • Menghindari berbagai macam makanan alergen.
  • Menggunakan sabun khusus yang aman bagi pemilik kulit sensitif.
  • Menghindari aktivitas menggaruk ruam dan bentol.
Tinjauan
Penanganan biduran disesuaikan dengan jenisnya, akut ataupun kronik. Pemberian antihistamin biasanya diberikan pada kasus biduran akut. Penanganan mandiri dengan menjaga pola hidup sehat serta menggunakan produk perawatan kulit yang tepat juga penting untuk diterapkan.

Komplikasi Biduran

Pada beberapa kasus, biduran dapat sembuh dengan cukup cepat. Namun ketika tak segera ditangani, penyebaran ruam dapat membuat pasien sangat menderita.

Ruam yang sudah menyebar ke seluruh tubuh tak hanya menghambat aktivitas sehari-hari, tapi juga berpotensi memicu beberapa kondisi yang serius seperti [1,2,3,5,6] :

  • Anafilaksis, yaitu reaksi alergi serius yang penderita bisa alami secara tiba-tiba dan berakibat fatal.
  • Angioedema, yaitu ketika pada area alat kelamin kaki, lengan, tangan, bibir bahkan area mata mengalami pembengkakan (berisi cairan tubuh yang terakumulasi di bawah kulit). Namun penggunaan kortikosteroid atau antihistamin biasanya cukup untuk meredakan gejala.
  • Pembengkakan pada tenggorokan, jika bengkak mencapai tenggorokan maka hal ini mampu mengancam jiwa penderita karena saluran pernafasan akan terhambat.

Pencegahan Biduran

Pencegahan terbaik agar biduran tidak terjadi adalah dengan menghindari alergen [8].

Seseorang dapat mengalami biduran karena terdapat faktor pemicu histamin dalam tubuh berkadar lebih tinggi (begitu juga senyawa kimia lain) yang kemudian kulit lepaskan dalam rupa ruam menonjol atau bentol-bentol.

Kenali lebih dulu apa jenis alergen yang dimiliki untuk kemudian dapat menghindarinya.

Tinjauan
Menghindari alergen apapun bentuknya adalah cara terbaik agar biduran tidak kembali kambuh.

1) Anonim. 2018. American College of Allergy, Asthma & Immunology. Hives (Urticaria).
2) Dr Mary Harding & Dr Helen Huins. 2018. Patient. Hives Urticaria.
3) Melek Aslan Kayiran & Necmettin Akdeniz. 2019. Norther Clinics of Istanbul. Diagnosis and treatment of urticaria in primary care.
4) Sabroe RA. 2014. Immunol Allergy Clin North Am PubMed gov US National Library of Medicine National Institutes of Health. Acute urticaria.
5) S J Deacock. 2008. PubMed Central US National Library of Medicine National Institutes of Health. An approach to the patient with urticaria.
6) Sandeep Sachdeva, Vibhanshu Gupta, Syed Suhail Amin, & Mohd Tahseen. 2011. Indian Journal of Dermatology. Chronic Urticaria.
7) Lauren M. Fine & Jonathan A. Bernstein. 2016. Allergy, Asthma & Immunology Research. Guideline of Chronic Urticaria Beyond.
8) Anonim. 2018. National Health Service. Hives.

Share