Daftar isi
Gagal napas yaitu kondisi klinis yang terjadi ketika sistem pernapasan gagal mempertahankan fungsi utamanya, yaitu pertukaran gas (menyediakan suplai oksigen dan mengeluarkan karbondioksida)[1, 2].
Sistem pernapasan menjalankan tiga fungsi penting berikut[1]:
Proses pernapasan berlangsung pada alveolus di dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dalam alveolus dan darah. Selama pertukaran udara normal, aliran darah dan keluar masuknya udara saling sesuai, menghasilkan tidak adanya gradien tekanan oksigen (PO2) antara alveolus dan arteri[1].
Gagal napas mengakibatkan kondisi di mana kadar oksigen dalam darah menjadi sangat rendah atau kadar karbondioksida menjadi tinggi, ditandai dengan PaO2 lebih rendah dari 60 mmHg dan/atau PaCO2 lebih tinggi dari 50 mmHg[3].
Berbagai kondisi yang menyumbat saluran pernapasan, merusak jaringan paru-paru, melemahkan otot pada sistem pernapasan dapat menyebabkan gagal napas[3].
Gejala yang ditimbulkan gagal napas dapat bervariasi. Pasien dapat mengalami napas pendek, kulit pucat hingga memerlukan bantuan oksigen[3, 4].
Gagal napas merupakan suatu sindrom, dan bukan proses suatu penyakit. Insidensi gagal napas secara umum tidak diketahui pasti[1, 2].
Gagal napas dapat disebabkan oleh faktor pulmoner atau ekstra pulmoner, meliputi[2]:
Beberapa faktor berikut dapat meningkatkan risiko gagal napas[4]:
Gagal napas dapat diklasifikasikan berdasarkan abnormalitas gas-gas dalam darah menjadi tipe 1 dan tipe 2, yaitu[1, 2, 3]:
Tipe 1 (Hipoksemik)
Gagal napas hipoksemik dicirikan dengan tekanan oksigen arterial (PaO2) lebih rendah dari 60 mmHg dengan tekanan karbon dioksida arterial (PaCO2) normal atau rendah. Gagal napas tipe 1 merupakan bentuk gagal napas paling umum.
Penyebab umum dari gagal napas hipoksemik ialah abnormalitas pada jaringan paru-paru yang mengganggu kemampuan normal jaringan untuk mengambil oksigen dari udara. Penyebab kondisi meliputi:
Selain itu, gagal napas hipoksemik juga dapat disebabkan oleh gangguan pada aliran darah melalui paru-paru, seperti ketika terjadi penyumbatan arteri paru-paru akibat bekuan darah (embolisme pulmoner).
Tipe 2 (Hypercapnic)
Gagal napas tipe 2 dicirikan dengan kadar karbondioksida terlalu tinggi (PaCO2 lebih tinggi dari 50 mmHg). Biasanya disebabkan oleh adanya gangguan untuk melakukan pernapasan secara normal.
Pasien yang tidak dapat bernapas normal dapat mengalami kadar oksigen rendah, namun tidak dikategorikan sebagai gagal napas hipoksemik jika pasien tidak memiliki kelainan pada jaringan paru-paru. Penyebab umum kondisi ini meliputi:
Kondisi di mana kadar karbondioksida terlalu tinggi cenderung menyebabkan darah menjadi bersifat asam.
Gagal napas juga dapat dibedakan berdasarkan onset penyakit sebagai gagal napas akut dan kronis, sebagai berikut[4, 5, 6]:
Gagal Napas Akut
Gagal napas akut merupakan kondisi berjangka pendek, yang mana terjadi secara tiba-tiba berlangsung beberapa menit hingga jam, disertai perubahan pH darah (pH kurang dari 7,3). Kondisi ini biasanya ditangani sebagai kondisi darurat medis.
Gagal napas akut terjadi ketika cairan berkumpul di dalam kantung udara (alveolus) di dalam paru-paru. Kondisi ini menyebabkan paru-paru tidak dapat melepaskan oksigen ke dalam darah sehingga organ tubuh tidak mendapatkan cukup suplai oksigen dari darah.
Gagal napas akut ditandai dengan gejala yang terjadi secara tiba-tiba akibat kekurangan oksigen dalam tubuh. Gejala yang dapat gagal napas akut ditimbulkan antara lain napas cepat dan pendek, kebingungan, kesulitan bernapas, kantuk, aritmia, kecemasan, detak jantung cepat, pucat, hilang kesadaran.
Berbagai kondisi dapat menyebabkan gagal napas akut, meliputi:
Gagal Napas Kronis
Gagal napas kronis merupakan kondisi yang berkembang seiring waktu dan memerlukan penanganan jangka panjang. Gagal napas kronis biasanya terjadi ketika saluran pernapasan mengalami penyempitan dan rusak. Kondisi tersebut menyebabkan terganggunya proses pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida.
Gejala dari gagal napas kronis dapat tidak terlihat pada awalnya, dan baru muncul perlahan setelah beberapa waktu. Gejala yang ditimbulkan meliputi:
Gagal napas kronis bertambah buruk seiring waktu, sehingga dapat mengarah pada terjadinya ritme jantung abnormal, berhenti bernapas, atau koma.
Beberapa penyakit dan kondisi yang umum mengarah pada gagal napas kronis meliputi:
Gagal napas dapat menunjukkan beberapa gejala umum seperti[4]:
Pada kasus tertentu, gagal napas dapat mengancam nyawa pasien. Berikut gejala terjadinya gagal napas serius[4]:
Gagal napas yang tidak ditangani dapat mengakibatkan komplikasi serius, pada beberapa kasus bahkan dapat berakibat fatal, meliputi[2, 4]:
Diagnosis gagal napas dilakukan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik[3, 6].
Pada kasus gagal napas akut diperlukan pertolongan medis segera, seperti bantuan oksigen. Dokter baru akan mengambil langkah untuk mendiagnosis setelah pasien kondisi stabil[5].
Dokter juga dapat melakukan beberapa tes untuk mengkonfirmasi kondisi, meliputi[3, 5]:
Tes ini dilakukan untuk memeriksa seberapa baik oksigen dikirimkan ke berbagai bagian tubuh. Dokter akan menempatkan sensor kecil ke ujung jari atau cuping telinga untuk menentukan apakah pasien mendapatkan cukup oksigen.
Saturasi oksigen normal pada orang sehat sekitar 96 hingga 100%, sementara persentase di bawah 90 mengindikasikan kadar rendah abnormal.
Tes ini mengukur jumlah oksigen dan karbondioksida di dalam darah. Tes ini juga mengukur pH atau tingkat keasaman darah. Dokter akan mengambil darah dari arteri pada pergelangan tangan.
Dokter dapat menggunakan X-ray atau CT scan untuk memeriksa kondisi paru-paru pasien dengan lebih mendetail. Tes imaging juga dapat membantu menentukan penyebab gagal napas.
Tujuan pengobatan gagal napas ialah untuk meningkatkan oksigenasi dan meningkatkan ventilasi. Pengobatan bergantung pada tingkat keparahan gagal napas dan penyebab.
Perawatan suportif meliputi penanganan saluran pernapasan untuk menjaga ventilasi dan memperbaiki abnormalitas gas-gas dalam darah[2, 4].
Pengobatan untuk gagal napas meliputi[2, 3, 5]:
Oksigen tambahan diberikan pada pasien yang mengalami kekurangan oksigen akibat gagal napas. Oksigen dapat diberikan menggunakan nasal cannula atau masker wajah.
Pada pasien yang tidak dapat bernapas baik dengan sendirinya, dapat digunakan tabung pernapasan yang dimasukkan ke dalam mulut atau hidung. Tabung dihubungkan dengan ventilator untuk membantu pasien bernapas.
Hipoksemia perlu diperbaiki untuk menjaga oksigenasi jaringan tubuh. Pemberian oksigen yang tidak terkendali dapat mengakibatkan toksisitas oksigen dan narkosis karbondioksida. Sehingga oksigen yang diinspirasikan hendaknya diajur hingga kadar paling rendah yang mencukupi untuk oksigenasi jaringan.
Perbaikan hypercapnia dan asidosis respiratori dapat dilakukakn dengan mengatasi penyebab kondisi dan menyediakan dukungan ventilasi.
Ventilasi mekanikal membantu mengatasi masalah pertukaran udara paru-paru dengan menggunakan mesin ventilator yang membantu untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari dan ke paru-paru pasien.
Pada kasus berat gagal napas kronis, dapat dilakukan prosedur trakeostomi. Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan tabung ke dalam batang tenggorok untuk membantu pasien bernapas dengan lebih mudah.
Kondisi tertentu yang merupakan penyebab gagal napas perlu ditangani. Misalnya dengan pemberian antibiotik pada pasien dengan pneumonia. Selain itu, dokter juga dapat meresepkan obat untuk menurunkan inflamasi atau mengatasi bekuan darah.
Gagal napas tidak selalu dapat dicegah. Meski demikian, terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya gagal napas pada pasien yang memiliki kondisi atau penyakit terkait pernapasan, antara lain[7]:
1. Ata Murat Kaynar, MD. Respiratory Failure. Medscape; 2020.
2. Shebl E, Burns B. Respiratory Failure. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
3. Bhakti K.Patel, MD. Respiratory Failure. Merck Manual Consumer Version; 2020.
4. Anonim, reviewed by William C. Lloyd III, MD, FACS. Respiratory Failure. Health Grades; 2021.
5. Brindles Lee Macon, reviewed by Adithya Cattamanchi, MD. Acute Respiratory Failure. Healthline; 2018.
6. April Kahn, reviewed by Judith Marcin, MD. Chronic Respiratory Failure. Healthline; 2018.
7. Alana Biggers, MD, MPH. What to Know about Acute Respiratory Failure. Medical News Today; 2019.