Penyakit & Kelainan

Hipersomnia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Hipersomnia?

Hipersomnia merupakan sebuah kondisi ketika seseorang mengalami rasa kantuk berlebih yang bahkan terjadi setelah tidur sangat lama sekalipun [1,3,4].

Oleh sebab itu, hipersomnia disebut dengan istilah lain, yaitu EDS atau excessive daytime sleepiness (rasa kantuk di siang hari yang berlebihan).

Hal ini ditandai utamanya oleh rasa lelah yang terlalu ekstrem di siang hari walau malam harinya sudah tidur cukup bahkan cenderung lama.

Seseorang positif mengalami hipersomnia bila ia mengalami tanda-tanda hipersomnia selama kurang lebih 3 bulan [3].

Hipersomnia sendiri pun terdiri dari dua jenis kondisi, yaitu primer dan sekunder di mana hipersomnia sekunder menandakan bahwa kondisi ini adalah efek dari kondisi medis tertentu.

Tinjauan
Hipersomnia atau EDS (excessive daytime sleepiness) merupakan kondisi ketika rasa lelah dan kantuk ekstrem dialami bahkan ketika sudah beristirahat cukup dan tidur sangat lama.

Fakta Tentang Hipersomnia

  1. Prevalensi hipersomnia pada populasi umum adalah sekitar 4-6% saja, yaitu dengan risiko lebih tinggi pada pria yang mengalami sleep apnea [1].
  2. Prevalensi hipersomnia pada orang-orang yang mengalami gangguan tidur adalah 15-30% [1].
  3. Data prevalensi hipersomnia di Indonesia belum tersedia dan diketahui secara jelas, namun prevalensi gangguan tidur cukup tinggi, khususnya di kalangan remaja [2,3].
  4. Prevalensi hipersomnia primer atau idiopatik pada populasi global hanya sekitar 0,3% menandakan bahwa kasus ini sangat jarang dijumpai [4].
  5. Narkolepsi yang hampir sama dengan hipersomnia diketahui sebagai kasus yang juga jarang dijumpai, sebab prevalensinya dari populasi umum hanya sekitar 0,045% [4].
  6. Narkolepsi menurut hasil studi epidemiologi genetik pada orang-orang yang setidaknya memiliki satu anggota keluarga penderita kondisi ini diketahui memiliki persentase antara 1,5% hingga 20,8% [4]

Jenis Hipersomnia

Hipersomnia dibedakan menjadi dua jenis kondisi, yaitu primer dan sekunder [1,4].

Hipersomnia Primer

Pada kondisi hipersomnia primer, hipersomnia terjadi tanpa adanya kondisi medis yang menyebabkan dan mengakibatkannya.

Hipersomnia primer umumnya pun ditandai hanya dengan kelelahan tubuh yang berlebihan.

Otak manusia memiliki bagian yang berfungsi utama sebagai pengatur pola tidur dan bangun di mana jika bagian otak ini terganggu, hipersomnia primer dapat terjadi.

Hipersomnia Sekunder

Pada kondisi hipersomnia sekunder, terdapat sejumlah kondisi medis yang menyebabkannya.

Beberapa penyakit yang dapat memicu penderitanya mengidap hipersomnia antara lain adalah :

Hipersomnia dapat menjadi salah satu gejala dari kondisi-kondisi medis tersebut dan mampu menyebabkan penderitanya mengalami sulit tidur di malam hari.

Karena sulit tidur setiap malam dan tidak mendapatkan cukup istirahat, hal ini berpengaruh pada kondisi tubuh selama siang hari.

Tingkat kelelahan yang dirasakan di siang hari akan jauh lebih tinggi daripada biasanya, namun hipersomnia sendiri berbeda dari narkolepsi.

Penderita hipersomnia dapat tetap terjaga walau tubuh sangat lelah dan merasakan kantuk yang berlebihan.

Sementara narkolepsi adalah kondisi neurologis yang mampu menyebabkan penderitanya tiba-tiba bisa tertidur di mana saja tanpa bisa mengendalikan rasa kantuk.

Tinjauan
Hipersomnia terdiri dari dua kondisi, yaitu jenis hipersomnia primer dan hipersomnia sekunder. Hipersomnia primer atau idiopatik terjadi tanpa adanya penyebab medis, sementara hipersomnia sekunder terjadi sebagai akibat dari kondisi medis tertentu.

Penyebab Hipersomnia

Sejumlah kondisi di bawah ini mampu menjadi faktor yang meningkatkan risiko hipersomnia, yaitu [1,3,4,7] :

  • Apnea tidur (sleep apnea)
  • Depresi
  • Riwayat kesehatan keluarga (anggota keluarga ada yang mengalami hipersomnia)
  • Penggunaan obat resep untuk penyakit tertentu
  • Penyakit Parkinson
  • Penyakit multiple sclerosis
  • Cedera pada bagian kepala
  • Gangguan saraf
  • Penggunaan obat terlarang
  • Penggunaan alkohol berlebihan (termasuk kecanduan alkohol)
  • Obesitas
  • Sering kurang tidur di malam hari
  • Narkolepsi
  • Gangguan pada otak
  • Gangguan pada jantung
  • Fungsi tiroid yang rendah
  • Faktor jenis kelamin (karena wanita lebih berpotensi mengalami hipersomnia)
Tinjauan
Hipersomnia dapat terjadi karena berbagai macam faktor, seperti cedera kepala, penyakit tertentu, penyalahgunaan narkotika dan alkohol, gangguan saraf, hingga efek dari penggunaan obat tertentu.

Gejala Hipersomnia

Rasa lelah yang terus terjadi adalah gejala utama kondisi hipersomnia.

Namun selain rasa lelah ekstrem yang dirasakan, terdapat beberapa gejala lain yang penting dikenali dan diwaspadai [1,7] :

  • Mengalami kecemasan
  • Daya ingat menurun
  • Berpikir dan berbicara lebih lambat
  • Selera makan menurun
  • Mudah marah dan tersinggung
  • Tubuh tidak berenergi
  • Sering tidur siang, namun tetap tidak juga mampu meredakan rasa kantuk (selalu merasa perlu tidur siang)
  • Sulit bangun tidur walau sudah tidur panjang

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Hipersomnia pada dasarnya tidak sampai mengancam jiwa, namun bila sampai aktivitas sehari-hari terganggu karenanya, hal ini memerlukan penanganan dengan segera.

Terlebih hipersomnia yang terjadi pada para pengendara, hal ini dapat meningkatkan risiko kecelakaan karena tak fokus atau bahkan tertidur saat di jalan.

Maka dari itu, penting untuk segera ke dokter dan berkonsultasi bila gejala-gejala hipersomnia mulai timbul.

Tinjauan
Penderita hipersomnia mengalami kelelahan dan rasa kantuk yang berlebihan. Namun selain itu, penderita juga akan mengalami sejumlah gejala seperti kecemasan, daya ingat menurun, melambatnya cara berpikir dan berbicara, penurunan selera makan, mudah marah, tidak berenergi, sering tidur siang, dan sulit bangun tidur bahkan usai tidur panjang.

Pemeriksaan Hipersomnia

Ketika memeriksakan diri ke dokter, beberapa metode diagnosa di bawah ini perlu dilakukan untuk memastikan hipersomnia dan juga faktor yang menyebabkannya.

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Medis [1,3,7]

Dokter akan terlebih dulu memeriksa fisik pasien dan memberikan sejumlah pertanyaan terkait riwayat medis pasien.

Dokter perlu tahu apa saja riwayat medis pasien dan keluarga pasien, juga riwayat gejala yang selama ini dialami.

Sementara itu, pemeriksaan fisik yang umumnya diterapkan oleh dokter bertujuan untuk menguji tingkat kewaspadaan pasien.

  • Sleep Diary [5]

Dalam metode pemeriksaan hipersomnia, dokter berkemungkinan besar menggunakan metode sleep diary.

Sleep diary adalah suatu metode di mana pasien diminta untuk membuat catatan waktu tidur dan bangunnya setiap hari dalam waktu tertentu sesuai dengan permintaan dokter.

Melalui sleep diary pasien, dokter dapat mengetahui pola dan durasi tidur untuk kemudian membuat diagnosa.

Pada prosedur pemeriksaan ini, pasien akan diminta oleh dokter untuk memberikan penilaian secara mandiri mengenai rasa kantuk yang sehari-hari dialami.

Penilaian ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi seberapa besar rasa kantuk berpengaruh pada kegiatan harian pasien.

Dari penilaian ini juga, dokter dapat menentukan seberapa parah kondisi hipersomnia pasien.

Pada prosedur diagnosa ini, dokter mewajibkan pasien menginap di klinik khusus gangguan tidur semalam.

Dokter akan melakukan pemeriksaan aktivitas otak pada saat pasien dalam kondisi tidur.

Tidak hanya aktivitas otak, dokter juga akan memeriksa detak jantung, kadar oksigen, fungsi pernafasan, serta pergerakan kaki dan mata pasien selama tidur melalui sebuah mesin.

Tes ini adalah salah satu tes penunjang yang juga penting untuk pasien tempuh supaya dokter dapat mengetahui kadar kantuk pasien.

Melalui tes ini, dokter juga akan melakukan pengecekan saat pasien tidur siang untuk mengetahui jenis kondisi tidur seperti apa yang dialami.

Biasanya, multiple sleep latency test adalah metode pemeriksaan yang perlu ditempuh pasien usai polysomnogram.

Tinjauan
Metode diagnosa yang biasanya digunakan untuk mendeteksi hipersomnia meliputi pemeriksaan fisik dan riwayat gejala, multiple sleep latency test, sleep diary, polysomnogram, dan Epwroth Sleepiness Scale.

Penanganan Hipersomnia

Penanganan hipersomnia disesuaikan dengan kondisi medis yang menjadi penyebabnya.

Namun rata-rata, dokter dapat mengatasi hipersomnia dengan meresepkan obat yang biasanya digunakan untuk menangani narkolepsi.

Tak hanya itu, dokter juga dapat memberikan sejumlah saran dan perencanaan untuk membantu pasien mengubah gaya hidupnya.

Melalui Obat-obatan

Beberapa jenis obat yang umumnya diberikan oleh dokter ini adalah golongan stimulan [1,3,6,7] :

Tujuan pemberian obat-obatan tersebut adalah menyegarkan tubuh pasien dan mengurangi rasa kantuk berlebihan.

Melalui Perubahan Gaya Hidup

Selain pemberian obat, dokter juga akan memberikan sejumlah saran perawatan yang bisa dilakukan secara mandiri di rumah, seperti [1,3] :

  • Memberikan jadwal tidur yang pasien perlu ikuti secara teratur.
  • Memberikan rencana pola makan sehat dan seimbang agar tubuh pasien mendapatkan nutrisi lengkap; makanan bergizi dapat meningkatkan energi tubuh.
  • Menyarankan pasien untuk menghindari obat terlarang dan konsumsi alkohol.
  • Menyarankan pasien untuk tidak melakukan aktivitas yang berpotensi memperburuk gejala hipersomnia (khususnya aktivitas yang dilakukan sebelum waktu tidur).
Tinjauan
Pemberian obat-obatan dan perubahan gaya hidup adalah metode penanganan bagi penderita hipersomnia.

Komplikasi Hipersomnia

Untuk kasus hipersomnia primer atau yang juga dapat diistilahkan sebagai hipersomnia idiopatik, berbagai bahaya dapat mengancam penderitanya.

Rasa kantuk dan tubuh yang kelelahan secara berlebihan dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari bila tak segera diatasi.

Karena kemungkinan untuk tertidur cukup besar, terutama saat bekerja maupun berkendara, maka risiko komplikasi berupa kecelakaan pun tergolong tinggi [8].

Penderita hipersomnia juga biasanya membutuhkan waktu tidur lebih lama dari orang-orang pada normalnya.

Waktu tidur sehari-hari yang lebih lama dari normalnya dapat membuat penderita sulit dalam menjalankan kegiatannya dan juga dalam menjaga hubungan sosial.

Walau telah mendapatkan pengobatan, gejala hipersomnia biasanya persisten dan kronik sehingga cukup sulit bagi penderitanya mengatasi gangguan saat beraktivitas.

Pencegahan Hipersomnia

Hipersomnia tidak dapat dicegah, khususnya untuk kasus hipersomnia primer.

Namun untuk kasus hipersomnia sekunder, meminimalisir risiko penyakit yang mampu menimbulkan gejala berupa hipersomnia dapat dilakukan.

Beberapa upaya pencegahan tersebut antara lain adalah [3] :

  • Menghindari penggunaan alkohol.
  • Menghindari penggunaan obat yang mampu memberi efek samping ngantuk dan kelelahan.
  • Menghindari begadang atau beraktivitas terlalu banyak di malam hari, khususnya di waktu tidur.
  • Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk tidur.
  • Menciptakan suasana tenang untuk dapat tidur dengan lebih cepat dan nyenyak.
Tinjauan
Untuk meminimalisir kondisi hipersomnia, gaya hidup yang sehat dan baik perlu diterapkan. Untuk mencegah hipersomnia sekunder, berbagai kondisi medis yang menyebabkannya perlu diatasi segera.

1. Yves Dauvilliers, MD, PhD & Alain Buguet, MD, PhD. Hypersomnia. Dialogues in Clinical Neuroscience; 2005.
2. Adelina Haryono, Almitra Rindiarti, Alia Arianti, & Anandika Pawitri. Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja Usia 12-15 Tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sari Pediatri; 2009.
3. Pradeep C. Bollu, MD, Sivaraman Manjamalai, MD, Mahesh Thakkar, PhD, & Pradeep Sahota, MD. Hypersomnia. Missouri Medicine; 2018.
4. Maurice M. Ohayon, MD, DSc, PhD. From wakefulness to excessive sleepiness: what we know and still need to know. HHS Public Access; 2009.
5. Geoffrey Lawrence & Rexford Muza. Assessing the sleeping habits of patients in a sleep disorder centre: a review of sleep diary accuracy. Journal of Thoracic Disease; 2018.
6. Mohsin Ali, M.B.B.S., R. Robert Auger, M.D., Nancy L. Slocumb, & Timothy I. Morgenthaler, M.D. Idiopathic Hypersomnia: Clinical Features and Response to Treatment. Journal of Clinical Sleep Medicine; 2009.
7. Karel Sonka & Marek Susta. Diagnosis and management of central hypersomnias. Therapeutic Advances in Neurological Disorders; 2012.
8. Anonim. Idiopathic Hypersomnia. Buoy Health; 2020.

Share