Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Inkontinensia urin adalah suatu kondisi dimana seseorang kehilangan kontrol terhadap kandung kemihnya. Keparahan kondisi ini beragam mulai dari terkadang adanya urin yang keluar sedikit saat batuk atau
Daftar isi
Inkontinensia urin adalah kondisi seseorang yang sulit menahan buang air kecil. Dengan kata lain, kontrol terhadap sfingster urin telah hilang atau melemah sehingga menimbulkan kondisi kebocoran urin. [1]
Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang sangat umum dialami oleh banyak orang. Biasanya, kondisi tersebut akan terjadi secara alamiah seiring bertambahnya usia seseorang. [1]
Selain itu, inkontinensia urin juga bisa disebabkan oleh kondisi tubuh seseorang yang sedang mengalami stres. Wanita hamil dan setelah melahirkan juga bisa rawan terkena inkontinensia urin. Inkontinensia akan lebih sering terjadi lagi pada seseorang yang mengalami obesitas. [2]
Inkontinensia urin akan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Sebesar 30 persen wanita usia 30 hingga 60 tahun diperkirakan menderita inkontinensia urin dibandingkan dengan 1,5 hingga 5 persen pria. [3]
Ada beberapa fakta yang perlu Anda ketahui soal inkontinensia urin, seperti: [1, 2, 8]
Inkontinensia urin disebabkan oleh banyak hal sesuai dengan jenisnya. Berikut penyebab inkontinensia urin sesuai dengan jenisnya. Untuk penjelasan dari pengertian tiap jenisnya akan dijelaskan pada poin selanjutnya.
1. Inkontinensia Stres
Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:[2]
2. Inkontinensia Urgensi
Inkontinensia urgensi disebabkan oleh beberapa kondisi medis yang telah diidentifikasi, seperti:[4]
3. Inkontinensia Overflow
Inkontinensia overflow disebabkan oleh adanya sumbatan pada kandung kemih, seperti:[2]
4. Inkontinensia Total
Inkontinensia total biasanya disebabkan oleh kondisi yang sudah bawaan sejak lahir atau karena cacat fisik, seperti:[2]
Selain penyebab-penyebab di atas, inkontinensia urin juga bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti pengaruh obat-obatan tertentu, pengaruh alkohol, dan infeksi saluran kemih. [5]
Inkontinensia urin memang dialami oleh banyak orang. Akan tetapi, ada beberapa pihak yang lebih berpotensi untuk mengalami inkontinensia. Biasanya, orang-orang dengan penyakit prostat dan penyakit kronis lain juga berpotensi mengalami inkontinensia urin. [5]
Perempuan dan para lansia memiliki potensi lebih besar mengalami inkontinensia urin. Kebanyakan perempuan akan mengalaminya saat kehamilan atau pascamelahirkan. Selain itu, orang dengan obesitas dan perokok aktif juga memiliki potensi yang sama besarnya. [5]
Gejala utama yang muncul pada penyakit inkontinensia urin adalah keluarnya urin secara tidak sengaja pada diri seseorang. Akan tetapi, tentang kapan dan bagaimana gejala tersebut muncul tetap disesuaikan dengan jenis dari inkontinensia urin yang diderita. [6]
Gejala yang dirasakan oleh orang dengan inkontinensia stres ini adalah ketika otot yang terlibat dalam kontrol saluran kencing ditempatkan di bawah tekanan ekstra mendadak. Saat kondisi tersebut orang itu akan buang air kecil tanpa sengaja.
Biasanya beberapa perilaku, seperti batuk, bersin, tertawa, angkat berat, dan olahraga bisa membuat seseorang buang air kecil tanpa sengaja.[6]
Inkontinensia urgensi akan terjadi ketika ada kontraksi tiba-tiba dan tidak disengaja pada dinding otot kandung kemih yang menyebabkan keinginan untuk buang air kecil yang tidak dapat dihentikan.
Ketika keinginan buang air kecil datang, orang tersebut hanya memiliki waktu yang sangat singkat sebelum urin keluar.[6]
Pada inkontinensia luapan, penderita biasanya akan merasa sering buang air kecil. Selain itu, para penderita juga mungkin bisa mengalami ‘dribbling’ atau tetesan air seni yang terus menerus dari uretra.[6]
Para penderita inkontinensia campuran biasanya akan mengalami gejala seperti inkontinensia stres dan juga inkontinensia urgensi. [6]
Para penderita inkontinensia fungsional biasanya mengetahui kalau mereka memiliki kebutuhan untuk buang air kecil. Akan tetapi, para penderita tidak bisa ke kamar mandi karena masalah mobilitas.
Biasanya, orang tua dan orang-orang umum yang memiliki masalah dengan mobilitas adalah pihak yang sering mengalami inkontinensia fungsional.[6]
Inkontinensia total biasanya memiliki gejala yang menunjukkan kalau penderita terus menerus mengeluarkan urin dalam jumlah yang banyak. Bahkan, kebocoran urin yang dialami oleh penderita bisa tidak terkendali secara berkala.[2]
Penderita inkontinensia urin disarankan untuk segera menemui dokter agar tidak mengalami komplikasi, baik secara fisik maupun psikologis, secara lebih dalam. [5]
Kondisi inkontinensia urin memiliki beberapa jenis yang penyebab dan gejalanya juga berbeda. Berikut beberapa jenis inkontinensia urin yang bisa diderita oleh beberapa penderita: [5]
Kondisi penderita inkontinensia yang disebabkan oleh adanya tekanan pada fisik seseorang. Biasanya kondisi tersebut dialami oleh perempuan yang sedang mengandung atau pascamelahirkan.
Selain itu, inkontinensia stres juga bisa disebabkan oleh kondisi, seperti batuk, tertawa, dan melakukan aktivitas berat lainnya.
Inkontinensia urgensi merupakan kondisi di mana seseorang secara tiba-tiba ingin buang air kecil karena adanya kontraksi yang tiba-tiba pada otot kandung kemih. Inkontinensia jenis ini merupakan yang paling umum diderita oleh banyak orang.
Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan inkontinensia urgensi, antara lain perubahan posisi yang tiba-tiba, suara air yang mengalir, dan orgasme saat melakukan hubungan seksual.
Inkontinesia overflow biasanya dialami oleh kebanyakan pria yang mengalami masalah dengan kelenjar prostat, kandung kemih yang rusak, atau uretra yang terseumbat. Kondisi kelenjar prostat yang membesar bisa menghalangi kandung kemih.
Kondisi tersebut membuat kandung kemih tidak dapat menampung urin sebanyak yang diproduksi tubuh atau kandung kemih tidak dapat mengosongkan urin sepenuhnya, sehingga menyebabkan kebocoran urin.
Kondisi inkontinensia yang disebabkan karena kondisi fisik seseorang yang sudah cacat sejak lahir, terutama pada bagian kandung kemih atau otot-otot yang mempengaruhi kandung kemih.
Dengan demikian, kandung kemih dari penderita inkontinensia total tidak bisa menyimpan urin dengan baik.
Inkontinensia fungsional bisa disebabkan oleh kondisi penderita yang memiliki masalah dengan mobilitas. Dengan demikian, penderita tidak mampu mencapai kamar mandi tepat waktu, sehingga urin sudah keluar lebih dulu.
Inkontinensia campuran adalah kondisi di mana seseorang mengalami inkontinensia dengan berbagai jenis. Biasanya, penderita akan menderita minimal dua jenis inkontinensia.
Komplikasi yang dialami oleh penderita inkontinensia urin tidak hanya berupa faktor fisik, tetapi juga faktor psikologis. Beberapa masalah fisik bisa saja dialami oleh penderita inkontinensia urin, seperti: [5, 6]
Orang dengan inkontinensia urin biasanya lebih berpotensi mengalami masalah kulit, seperti luka, ruam, dan infeksi. Selain itu, kondisi lembap di kulit akan berpotensi untuk luka susah kering dan infeksi jamur.
Penderita inkontinensia urin yang menggunakan kateter dalam jangka panjang mampu menyebabkan infeksi saluran kemih.
Inkontinensia urin bisa menyebabkan bagian dari vagina, kandung kemih, dan terkadang uretra bisa masuk ke dalam vagina. Biasanya kondisi tersebut disebabkan oleh otot dasar panggul yang melemah.
Selain komplikasi secara fisik, inkontinensia urin juga bisa mengakibatkan rasa malu yang berlebih dan menyebabkan orang menarik diri dari pergaulan. Orang yang mengalami inkontinensia urin bisa mengalami depresi karena khawatir yang berlebihan. [6]
Inkontinensia urin pada seseorang bisa didiagnosis dengan beberapa cara, sebagai berikut[3,5]:
Buku harian kandung kemih semacam buku yang diisi oleh penderita sendiri soal kondisi kandung kemihnya. Biasanya, buku ini berisi mengenai seberapa banyak penderita minum, kapan penderita buang air kecil, berapa banyak urin diproduksi, dan jumlah episode inkontinensia.
Pemeriksaan fisik ini akan digunakan dokter untuk memeriksa kondisi fisik penderita inkontinensia urin. Untuk wanita, dokter akan memeriksa vagina dan kekuatan otot dasar panggul.
Sementara itu, dokter akan memeriksa rektum pada penderita ikontinensia pria. Hal tersebut digunakan untuk menentukan apakah kelenjar prostat penderita dalam kondisi membesar atau tidak.
Urinalisis adalah tes yang dilakukan oleh dokter untuk mengetahui tanda-tanda infeksi dan dan kelainan yang terjadi pada kandung kemih atau organ selainnya pada penderita inkontinensia urin.
Tes darah biasa digunakan oleh dokter atau tenaga medis untuk menilai fungsi ginjal milik penderita. Dengan demikian, dokter atau tenaga medis bisa mengetahui kondisi ginjal sebagai penyebab inkontinensia urin.
Pengukuran Postvoid Residual (PVR) digunakan dokter atau tenaga medis untuk menilai berapa banyak urin yang tersisa di kandung kemih setelah buang air kecil.
Ultrasonografi atau USG bagian panggul digunakan dokter atau tenaga medis untuk mengetahui gambaran dan membantu mendeteksi kelainan apa pun yang ada pada organ di bagian panggul.
Dokter atau tenaga medis akan meminta pasien untuk memberikan tekanan secara tiba-tiba pada fisiknya, sementara dokter akan mencari keluarnya urin.
Tes urodinamik dilakukan oleh dokter atau tenaga medis untuk mengetahui seberapa besar tekanan yang bisa ditahan oleh kandung kemih dan otot sfingster kemih milik penderita.
Cystogram merupakan prosedur sinar X yang memberikan gambar kandung kemih. Sehingga, dokter atau tenaga medis mampu mengetahui kondisi kandung kemih penderita.
Dokter atau tenaga medis akan memasukkan sebuah tabung tipis dengan lensa di ujungnya ke dalam uretra. Dengan demikian, dokter dapat melihat adanya kelainan pada saluran kemih.
Inkontinensia urin mampu diobati dengan beberapa jenis pengobatan, mulai dari terapi kebiasaan hingga operasi. Berikut beberapa cara mengobati inkontinensia urin: [5, 7]
1. Pelatihan Kandung Kemih
Pelatihan kandung kemih ini bisa dibilang seperti sebuah terapi kebiasaan agar pasien mendapatkan kembali kendali atas kandung kemih milik mereka. Berikut beberapa cara pelatihan kandung kemih:
2. Pemberian Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan kepada pasien inkontinensia urin biasanya bukan sebagai cara utama untuk menangani inkontinensia urin. Sehingga, penggunaan obat ini biasanya akan dikombinasikan dengan teknik atau latihan lain.
Berikut beberapa obat-obatan yang bisa diresepkan untuk mengobati inkontinensia urin:
3. Pemasangan Alat Kesehatan
Beberapa alat kesehatan biasanya akan dipasang oleh dokter atau tenaga medis pada pasien inkontinensia urin wanita, yaitu:
Kabel tersebut akan memancarkan denyut listrik yang merangsang saraf dan membantu kontrol kandung kemih.
4. Operasi
Tindakan operasi biasanya baru akan dilakukan jika terapi yang dilakukan tidak berhasil untuk mengatasai inkontinensia urin. Beberapa prosedur operasi berikut bisa dilakukan kepada penderita inkontinensia urin:
Selain beberapa cara di atas, penderita juga bisa menggunakan kateter urin dan bantalan penyerap untuk membantu mengatasi inkontinensia urin. Kateter urin adalah sebuah tabung yang keluar dari kandung kemih, melalui uretra, keluar dari tubuh ke dalam kantong yang menampung urin. [5]
Sementara itu, untuk bantalan penyerap bisa dibeli oleh para penderita di apotek, supermarket, dan juga melalui toko daring maupun luring. [5]
Inkontinensia urin sebenarnya bisa dicegah dengan beberapa terapi dan gaya hidup sehat yang bisa diterapkan sehari-hari. Berikuti beberapa cara mencegah inkontinensia urin: [6, 8]
1. Anonim. What is Urinary Incontinence. Urology Care Foundation; 2020.
2. Anonim. Urinary Incontinence. National Health Service; 2019.
3. Christine Khandelwal, DO, Christine Kistler, MD, MASc. Diagnosis of Urinary Incontinence. American Family Physician. 15;87(8); 2013.
4. Anonim. Urge Incontinence. MedlinePlus; 2020.
5. Tim Newman, University of Illinois. Urinary Incontinence: What You Need to Know. Medical News Today; 2017.
6. Mayo Clinic Staff. Urinary Incontinence. Mayo Clinic; 2019.
7. Kathleen C. Kobashi, MD, FACS, FPMRS, Michael E. Albo, MD, Roger R. Dmochowski, MD, et al. Surgical Treatment of Female Stress Urinary Incontinence: AUA/SUFU Guideline. J Urol. 198: 875; 2017.
8. Hannah Nichols, Jasmin Collier. Coping with Urinary Incontinence. Medical News Today; 2018.