Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Penyakit Alexander adalah kelaianan langka dari sistem saraf, dimana terjadi kerusakan pada mielin. Mielin adanya zat lemak yang melapisi serabut saraf dan membuat transmisi hantaran impuls saraf menjadi
Daftar isi
Penyakit Alexander merupakan jenis penyakit sistem saraf langka di mana lapisan lemak yang seharusnya menutupi serat-serat saraf mengalami kerusakan [1,2,3,4].
Lapisan lemak yang disebut dengan myelin bertugas utama sebagai pelindung bagi serat-serat saraf dan membantu dalam pengiriman impuls [1,2,3].
Namun ketika myelin dalam kondisi terganggu atau rusak, pengiriman impuls otomatis terhambat.
Hal ini kemudian memengaruhi fungsi sistem saraf sehingga tak lagi dapat bekerja secara normal.
Tinjauan Penyakit Alexander adalah jenis penyakit saraf langka di mana lapisan lemak (myelin) penutup serat saraf dalam kondisi rusak.
Penyakit Alexander adalah jenis penyakit langka yang dialami oleh bayi serta anak-anak.
Namun yang tidak banyak diketahui adalah bahwa penyakit Alexander terklasifikasi menjadi empat jenis atau bentuk seperti berikut.
Pada bentuk ini, penyakit Alexander ditandai utamanya dengan kejang pada tubuh, disfungsi motorik yang parah, serta tekanan intrakranial yang meningkat [1,3].
Anak-anak penderita penyakit Alexander neonatal form biasanya tak dapat bertahan hidup lama.
Anak bisa saja meninggal dalam beberapa minggu atau tahun pertamanya [1].
Dari sekitar 42% seluruh kasus penyakit Alexander, onset gejala sebelum usia 2 tahun disebut dengan penyakit Alexander infantile form [1,2,3].
Kejang pada tubuh, megalensefali, hidrosefalus, ataksia, dan hiperrefleksia, hingga kesulitan makan berkaitan dengan bentuk penyakit Alexander ini [1,2,3].
Pada bentuk ini, keterlambatan perkembangan psikomotorik anak lebih mudah terdeteksi [1].
Risiko kematian sama seperti neonatal form karena anak dapat meninggal dalam beberapa minggu atau tahun pertamanya [1].
Onset penyakit Alexander dalam bentuk ini tidak lebih cepat dari infantile form yang ditandai dengan bulbar dan pseudobulbar [1,2,3].
Itu artinya, penderita akan sulit menelan, sulit untuk makan dan bahkan sulit untuk bicara yang juga berpotensi disertai dengan ataksia dan kejang [1,2].
Perkembangan intelektual anak pun akan memburuk yang seringkali juga disertai dengan terdeteksinya epilepsi.
Berbeda dari bentuk sebelumnya, anak dapat bertahan hingga awal usia remaja atau selama 20 hingga 30 tahun lebih lama [1].
Bentuk paling jarang dijumpai dari penyakit Alexander adalah bentuk dewasa atau adult form yang umumnya berkaitan dengan disfonia, disartria, disfasia, disautonomia, fitur dismorfik, quadriparesis, dan ataksia progresif [1,2,3].
Adult form juga kerap ditandai dengan epilepsi, leher pendek, kifosis, skoliosis, sleep apnea, diplopia, dan kelainan palatal [1,2].
Risiko kematian tetap ada, namun biasanya beberapa tahun atau beberapa pulih tahun dari sejak onset pertama [1].
Tinjauan Terdapat empat bentuk kondisi penyakit Alexander, yaitu terdiri dari neonatal form, infantile form, juvenile form dan adult form.
Klasifikasi penyakit Alexander lainnya berdasarkan analisa statistik dan telah melalui revisi di tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Tipe 1 adalah jenis kondisi yang diketahui lebih parah dan umumnya ditandai dengan onset awal, kejang, ensefalopati, keterlambatan perkembangan motorik, makrosefali, dan beberapa gejala penampilan fisik tertentu [1].
Walau tergolong lebih parah, penderita diketahui rata-rata mampu bertahan hidup selama 14 tahun.
Tipe 2 penyakit Alexander justru dikenal tidak seberapa parah yang ditandai dengan kelainan pergerakan mata, disfungsi otonom, kurangnya neurokognitif, serta gejala atypical neuroimaging [1].
Karena tingkat keparahan yang lebih rendah, penderita rata-rata dapat bertahan hidup hingga sekitar 25 tahun.
Tinjauan Dari jenisnya, penyakit Alexander juga terbagi menjadi dua, yaitu penyakit Alexander tipe 1 (tipe yang lebih parah) dan penyakit Alexander tipe 2 (tipe yang tidak seberapa parah).
Penyakit Alexander disebabkan utamanya oleh GFAP atau gen glial fibrillary acidic protein di mana hal ini dijumpai pada kebanyakan kasus penyakit Alexander [1,2,3].
Gen GFAP sendiri merupakan salah satu gen yang terlibat dalam perkembangan struktur sel dalam tubuh.
Peran dari gen ini sendiri masih memerlukan penelitian lebih jauh dan dalam, terutama kaitannya dengan penyakit dan kesehatan tubuh.
Sedangkan pada sebagian kasus penyakit Alexander lainnya, penyebab penyakit ini sama sekali tidak diketahui.
Meski berhubungan dengan cacat gen, penyakit Alexander bukanlah jenis penyakit yang diwarisi seseorang dari anggota keluarganya.
Faktor genetik atau turun-temurun tidak menjadi alasan dari kemunculan penyakit ini karena cacat gen pada kasus ini seperti terjadi secara acak [2].
Dari sekitar 500 kasus penyakit Alexander sejak tahun 1949 di seluruh dunia, terdapat sejumlah penyakit Alexander familial [4].
Hanya saja, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini lebih banyak dijumpai pada bentuk dewasa.
Tinjauan Mutasi gen GFAP (gen glial fibrillary acidic protein) diyakini sebagai penyebab utama dari penyakit Alexander.
Gejala yang ditumbulkan oleh penyakit Alexander sangat beragam, namun umumnya berikut ini adalah beberapa tanda yang perlu dikenali dan diwaspadai [1,2,3,4] :
Tingkat keparahan gejala pada tiap penderita penyakit Alexander juga berbeda-beda, namun tingkat keparahan gejala biasanya ditentukan kapan onset terjadi.
Semakin dini onset gejala terjadi, biasanya hal ini memicu tingkat keparahan penyakit yang lebih tinggi.
Selain itu, perkembangan memburuknya gejala juga terjadi secara lebih cepat.
Penyakit Alexander tergolong sebagai penyakit mengerikan karena berakibat fatal [5].
Banyak bayi dengan penyakit Alexander biasanya tak dapat bertahan hidup sampai usia 1 tahun.
Sementara penderita anak usia 4-10 tahun biasanya dapat bertahan lebih lama, hingga beberapa tahun [1,5].
Tinjauan Penyakit Alexander umumnya menimbulkan gejala berupa gangguan tidur, kejang pada tubuh, sulit menelan, sulit makan, ketidakmampuan belajar, regresi mental, gangguan bicara, gangguan gerakan tubuh, perkembangan yang terhambat dan terlambat, pembesaran otak, hidrosefalus, dan ukuran kepala yang membesar.
Dalam mendiagnosa penyakit Alexander, beberapa metode pemeriksaan yang umumnya diterapkan oleh dokter antara lain adalah :
Seperti pada umumnya, dokter akan lebih dulu memeriksa kondisi fisik pasien untuk mengetahui tanda-tandanya [1,3].
Dokter biasanya juga perlu mengetahui riwayat kesehatan atau riwayat medis orang tua pasien sebagai faktor penegak diagnosa.
Tes penunjang yang pasien perlu tempuh adalah tes darah di mana dokter mengambil sampel darah pasien lebih dulu [3,5].
Sampel darah yang sudah diambil kemudian akan dianalisa di laboratorium dan juga menjadi bagian dari tes genetik.
Tes pemindaian seperti pemeriksaan MRI juga diperlukan untuk mengidentifikasi fitur tipikal dan atipikal pasien [1,2,3,5].
Pada pemeriksaan MRI ini, spektroskopi termasuk di dalamnya yang bertujuan memeriksa pasien berdasarkan presentasi klinis dan fitur fisik.
Tinjauan Pemeriksaan fisik dan riwayat medis, MRI scan, serta tes darah merupakan rangkaian metode diagnosa yang perlu ditempuh oleh pasien.
Pengobatan penyakit Alexander bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan beberapa metode di bawah ini :
Tinjauan Pemberian obat antikejang, proton pump inhibitor, kateterisasi, ventriculoperitoneal shunt, baclofen, terapi fisik, dan penanganan malnutrisi merupakan cara-cara mengobati penyakit Alexander sesuai dengan penyebabnya.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Alexander bersifat jangka panjang di mana hal ini meliputi beberapa kondisi seperti [1] :
Belum diketahui hingga kini bagaimana cara mencegah penyakit Alexander karena penyakit ini berhubungan dengan cacat genetik yang tak terduga.
Namun bagi para ibu hamil, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan genetik dan pemeriksaan kandungan rutin untuk mengetahui kondisi janin dan perkembangannya [1,3,5].
Menjalani hidup sehat selama hamil pun sangat penting agar meningkatkan peluang bayi lahir dengan sehat dan normal.
Konsultasikan dengan dokter mengenai kemungkinan penyakit Alexander atau kelainan bawaan lainnya yang mungkin berpotensi dialami oleh janin.
Tinjauan Karena terkait dengan cacat gen, penyakit Alexander tidak dapat dicegah. Namun sebagai upaya meminimalisir risiko penyakit ini, tes genetik dapat dilakukan oleh para ibu hamil.
1. James Kuhn & Marco Cascella. Alexander Disease. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Albee Messing, Michael Brenner, Mel B. Feany, Maiken Nedergaard, & James E. Goldman. Alexander Disease. The Journal of Neuroscience; 2012.
3. Siddharth Srivastava, MD, Amy Waldman, MD, MSCE, & Sakkubai Naidu, MD. Alexander Disease. GeneReviews; 2002.
4. Anonim. Alexander disease. Medline Plus; 2021.
5. Halit Ozkaya, Abdullah Baris Akcan, Gokhan Aydemir, Mustafa Kul, Secil Aydinoz, Ferhan Karademir, & Selami Suleymanoglu. Juvenile Alexander Disease: a Case Report. The Eurasian Journal of Medicine; 2012.
6. Avinash K Nehra, Jeffrey A Alexander, Conor G Loftus & Vandana Nehra. Proton Pump Inhibitors: Review of Emerging Concerns. Mayo Clinic Proceedings; 2018.