Disfungsi Otonom : Jenis – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Disfungsi Otonom?

Disfungsi otonom merupakan sebuah kondisi ketika saraf ANS mengalami gangguan atau kerusakan dan dikenal juga dengan sebutan disautonomia atau neuropati otonom [1,2,5].

Kondisi ini dapat bersifat ringan hingga serius mengancam jiwa.

Sebagian ANS atau bahkan seluruhnya dapat terpengaruh baik itu bersifat sementara maupun jangka panjang.

Jika sifatnya sementara, maka kondisi masih lebih mudah untuk ditangani.

Namun bila bersifat kronis, gejala yang dialami penderita dapat lebih buruk seiring waktu.

Kondisi kronis yang kemungkinan besar menjadi alasan terjadinya disfungsi otonom umumnya adalah penyakit Parkinson dan diabetes.

Apa itu ANS?

ANS sendiri adalah autonomic nervous system atau sistem saraf otonom yang perannya sangat vital dalam tubuh manusia, yaitu sebagai pengatur pencernaan, tingkat pernapasan, sensasi, suhu tubuh hingga detak jantung [17].

Terdapat koneksi otomatis antara otak dengan bagian tubuh tertentu yang disediakan oleh ANS.

Koneksi tersebut dapat antara otak dengan hati, jantung, otot bagian dalam mata, serta kulit.

ANS sendiri meliputi SANS (sistem saraf otonom simpatis) dan PANS (sistem saraf otonom parasimpatis).

Fungsi SANS utamanya adalah sebagai perangsang organ, seperti meningkatkan tekanan darah dan detak jantung.

Sementara itu, PANS memiliki fungsi untuk memperlambat proses tubuh, seperti menurunkan tekanan darah dan mengurangi detak jantung.

Khusus untuk sistem kemih dan sistem pencernaan, keduanya berfungsi kebalikannya, SANS sebagai yang memperlambat dan PANS sebagai yang merangsang.

Keduanya bertanggung jawab besar untuk fungsi tubuh berjalan seimbang, PANS sebagai pemulih jaringan dan penghemat energi, lalu SANS sebagai yang menghasilkan reaksi terhadap situasi stres.

Tinjauan
Disfungsi otonom merupakan sebuah kondisi kerusakan pada sistem saraf otonom / autonomic nervous system (ANS).

Fakta Tentang Disfungsi Otonom

  1. Respon vasovagal abnormal yang mengarah pada sinkop serta gangguan kardiovaskular merupakan disfungsi otonom paling umum [1].
  2. Inkontinensia urine menjadi salah satu kondisi yang dapat terjadi pada kendali otonom, namun dibandingkan dengan disfungsi otonom lainnya seperti multiple sclerosis dan kelainan sistem saraf lainnya justru tergolong jarang [1].
  3. Di Indonesia, prevalensi disfungsi otonom tahun 2019 menurut jenis kelaminnya dari total 121 orang penderita Parkinsondisme di Instalasi Rawat Jalan SMF Neurologi RSUP Prof. Dr. R.  Kandou Manado adalah 59 orang perempuan dan 62 orang pria [2].
  4. Namun untuk prevalensi nasional disfungsi otonom, data belum tersedia dan diketahui secara jelas.

Jenis-jenis Disfungsi Otonom

Terdapat beberapa jenis kondisi disfungsi otonom yang berbeda-beda tingkat keparahan, gejala, serta faktor penyebabnya.

Pada beberapa jenisnya, disfungsi otonom dapat begitu parah dan terjadi mendadak; berikut ini adalah jenis-jenis disfungsi otonom yang perlu dikenali :

Holmes-Adie Syndrome / HAS

Sindrom Holmes-Adie ini umumnya lebih berpengaruh pada saraf pengendali otot mata [3,4].

Jika saraf tersebut terkena, hal ini otomatis berpengaruh pada fungsi penglihatan.

Salah satu pupil akan terlihat lebih besar dari pupil mata yang satunya.

Ketika terpapar cahaya terang, ada kemungkinan salah satu pupil justru mengerut atau justru keduanya.

Infeksi virus dapat menjadi penyebab sindrom ini sehingga neuron mengalami radang hingga kerusakan.

Refleks tendon dapat hilang secara permanen pada kondisi ini, namun pada kasus sindrom Holmes-Adie tidaklah membahayakan nyawa.

Untuk gangguan penglihatan, penderita dapat menggunakan kacamata serta obat tetes mata khusus dalam menanganinya.

Neurocardiogenic Syncope / NCS

NCS ini juga dikenal dengan sebutan sinkop vasovagal di mana kondisi ini adalah penyebab kondisi pingsan seseorang [1,5].

Pingsan sendiri dapat terjadi ketika aliran darah menuju otak melambat secara tiba-tiba.

Dehidrasi dapat menjadi salah satu alasan kondisi ini terjadi, termasuk juga berdiri dan duduk dalam jangka waktu lama.

Stres, emosi dan lingkungan yang panas/hangat dapat pula menjadi faktor pemicu NCS.

Hal ini biasanya ditandai dengan kelelahan berlebihan, berkeringat lebih banyak, rasa sakit, hingga mual.

Hereditary Sensory and Autonomic Neuropathies / HSAN

Neuropati sensorik dan otonom herediter adalah jenis kondisi disfungsi otonom lainnya di mana hal ini adalah sekelompok kelainan genetik yang saling berhubungan satu sama lain [6].

Karena hal ini, disfungsi saraf dapat meluas dan berpotensi terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa.

Penderita jenis kondisi disfungsi otonom ini kerap ditandai dengan ketidakmampuan merasakan sakit, sentuhan, hingga perubahan suhu.

Berbagai fungsi tubuh dapat terpengaruh oleh kondisi ini, namun hal ini tergantung pada gejala, usia dan pola yang diturunkan.

Multiple System Atrophy / MSA

Atrofi sistem ganda merupakan jenis disfungsi otonom yang tergolong jauh lebih parah dan fatal [7].

Keluhan awal menyerupai gejala penyakit Parkinson, namun harapan hidup penderita MSA ini hanya sekitar 5-10 tahun sejak hasil diagnosa keluar.

Kelainan langka ini umumnya terjadi pada orang-orang dewasa yang usianya 40 tahun ke atas.

Namun hingga kini, penyebab pasti MSA belum diketahui dan belum tersedia pula metode pengobatan yang mampu menyembuhkan atau sekedar memperlambat perkembangan gejala MSA.

Jenis Lainnya

Penyakit atau kerusakan di dalam tubuh mampu menjadi kondisi yang mengakibatkan jenis disfungsi otonom lainnya.

Pada kasus neuropati otonom, penyakit tertentu, cedera, dan pengobatan tertentu dapat menjadi penyebab kerusakan saraf.

Gangguan autoimun, diabetes, alkoholisme, dan tekanan darah tinggi yang tak terkontrol dapat menjadi alasan terjadinya neuropati otonom [8].

Sementara itu, hipotensi ortostatik dan berbagai gejala kerusakan ANS lainnya dapat disebabkan oleh penyakit Parkinson yang dapat menjadi penyebab disabilitas pada penderitanya [1,3,5].

Tinjauan
Terdapat beberapa jenis kondisi disfungsi otonom, yaitu meliputi Holmes-Adie Syndrome, Neurocardiogenic Syncope, Hereditary Sensory and Autonomic Neuropathies, Multiple System Atrophy dan jenis lainnya.

Gejala Disfungsi Otonom

Disfungsi otonom mampu memengaruhi seluruh atau sebagian ANS dengan sejumlah gejala yang perlu diwaspadai seperti [1,5,9,10] :

  • Gangguan penglihatan (penglihatan kabur atau pupil yang sulit merespon cahaya secara cepat).
  • Gangguan kemih (sulit buang air kecil, inkontinensia urine, gangguan pengosongan kandung kemih).
  • Gangguan pencernaan (sulit menelan, sembelit, kembung, nafsu makan turun, dan diare).
  • Gangguan berkeringat (keringat keluar terlalu banyak atau justru terlalu sedikit).
  • Gangguan detak jantung (detak jantung sulit berubah saat atau dengan olahraga).
  • Hipotensi ortostatik (pusing dan bahkan dapat kehilangan kesadaran saat dalam posisi berdiri).
  • Gangguan seksual pada wanita (ketidakmampuan orgasme dan vagina kering).
  • Gangguan seksual pada pria (kesulitan mempertahankan ereksi dan ejakulasi).

Gejala yang timbul pada penderita tergantung dari penyebabnya di mana kondisi gejala pun dapat bersifat ringan maupun berat.

Pada beberapa jenis disfungsi otonom, kelemahan otot hingga tremor dapat dialami.

Pemeriksaan Disfungsi Otonom

Untuk memastikan kondisi gejala benar-benar mengarah pada disfungsi otonom, lalu mengetahui juga penyebab dan jenisnya, maka beberapa metode diagnosa berikut ini diterapkan oleh dokter.

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Gejala

Dokter biasanya akan memeriksa fisik pasien lebih dulu untuk mengetahui tanda-tanda yang mengarah pada disfungsi otonom [1,11].

Pemeriksaan fisik biasanya meliputi pengukuran tekanan darah dan detak jantung.

Selain itu, riwayat gejala dan riwayat medis (penyakit dan pengobatan) pasien juga perlu dokter tanyakan untuk menegakkan diagnosa.

Tes ini adalah tes penunjang yang perlu diterapkan dokter untuk mengetahui adanya gangguan berkemih pada pasien [1].

Gangguan kemih dapat berupa sulit buang air kecil atau justru sulit menahan buang air kecil.

  • Pemeriksaan Pupil Mata

Untuk mengetahui apakah mata (khususnya pupil mata) mengalami kelainan, dokter perlu memeriksa dengan seksama [1].

Gangguan penglihatan juga dapat berkaitan dengan disfungsi otonom, maka kondisi fungsi mata pun harus dipastikan sebelum dokter memberikan penanganan yang sesuai.

  • Tes Keringat

Tes ini diperlukan untuk dokter dapat mengetahui seberapa baik fungsi saraf pengendali kelenjar keringat [12].

Tes ini dapat diandalkan untuk mengetahui letak masalah ANS sebenanya dan mengidentifikasi penyebab dari kondisi ini.

  • Tilt Table Test

Tes meja miring atau tilt table test merupakan sebuah prosedur yang membantu dokter dalam menemukan alasan pasien sampai kehilangan kesadaran [1,5,12].

Bila pasien pingsan tanpa alasan yang jelas, maka pemeriksaan ini perlu ditempuh.

Dokter hanya akan meminta pasien mempersiapkan diri melalui puasa selama 2 jam atau lebih sebelum tes.

Kemudian, pasien akan diminta berbaring di meja periksa dan dokter memasangkan elektroda (yang dihubungkan ke alat elektrokardiogram) pada tangan, kaki serta dada.

Evaluasi jantung pun dapat dilakukan di mana setelahnya dokter memasang manset tensimeter di jari atau lengan pasien untuk mengetahui tekanan darah selama prosedur ini berlangsung.

Selanjutnya jika memang dokter merasa perlu, akan ada tes meja miring kedua di mana posisi meja adalah vertikal dan pasien berbaring dijaga oleh tali pada bagian kaki dan dada supaya tak jatuh.

Pasien akan diminta tetap diam kurang lebih 5-45 menit untuk mengetahui gejala apa saja yang timbul selama durasi tersebut.

  • Tes Pernapasan

Untuk memeriksa kondisi saraf vagus pasien, dokter akan meminta pasien melakukan pernapasan dalam-dalam [5,12].

Perubahan detak jantung akan kentara melalui tes ini saat merespon aktivitas pengambilan dan pengeluaran napas.

Pasien diminta untuk bernapas perlahan dan dalam-dalam hanya dalam waktu 1 menit.

Selain detak jantung, dokter dapat mendeteksi tekanan darah yang terekam melalui elektroda yang sudah lebih dulu dipasang pada dada serta jari.

  • Pemeriksaan Saraf

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi penyebab disfungsi otonom [1,5,12].

Biasanya, pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter dengan meminta pasien berjalan atau menggerakkan tubuh.

Dokter juga akan mengamati bagaimana kemampuan pasien dalam merasakan sakit, sentuhan, atau getaran.

Tinjauan
Pemeriksaan fisik dan riwayat gejala, ultrasonografi vesika dan urodinamik, pemeriksaan pupil mata, tes keringat, tilt table test, tes pernapasan dan pemeriksaan saraf umumnya digunakan dokter untuk memastikan kondisi pasien dengan gejala disfungsi otonom.

Pengobatan Disfungsi Otonom

Disfungsi otonom dapat ditangani dengan mengatasi gejala-gejala yang timbuk.

Adanya kondisi medis yang mendasari timbulnya gejala disfungsi otonom akan dokter bantu kendalikan melalui beberapa metode perawatan ini [1,5,13,14].

  • Mengonsumsi air putih banyak setiap hari agar kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan maksimal.
  • Membuat alas kepala saat tidur lebih tinggi.
  • Mengenakan stoking kompresi agar meredakan pembengkakan dan penggumpalan/penumpukan darah pada kaki.
  • Menambahkan sodium (garam) pada masakan atau makanan yang hendak dikonsumsi.
  • Menggerakkan tubuh secara hati-hati dan perlahan.
  • Menghindari atau menghentikan penggunaan obat yang mampu berpengaruh pada kesehatan ANS.
  • Mengonsumsi fludrocortisone dan midodrine.
  • Mendapat obat isoproterenol yang diberikan oleh petugas medis melalui intravena di tangan bila pada tes meja miring pasien selama 45 menit tidak pingsan dan tidak mengalami gejala apapun.

Untuk kasus hipotensi ortostatik, hal-hal tersebut penting untuk dilakukan, yaitu meliputi perubahan gaya hidup yang diimbangi dengan konsumsi obat resep dokter.

Sementara untuk saraf yang terganggu dan cenderung telah rusak, beberapa hal di bawah ini dapat dilakukan [1,5,16] :

  • Penggunaan alat bantu berjalan
  • Penggunaan selang makan
  • Terapi fisik
Tinjauan
Menjaga pola hidup sehat, diet seimbang, dan mengonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter menjadi penanganan disfungsi otonom yang umumnya dianjurkan. Namun pada kasus gangguan saraf parah, terapi fisik, penggunaan bantuan selang makan, dan alat bantu jalan diperlukan oleh pasien.

Komplikasi Disfungsi Otonom

Ketika disfungsi otonom memengaruhi fungsi jantung dan pernapasan, disfungsi otonom dapat menjadi sebuah kondisi yang serius dan mengancam nyawa penderitanya.

Meski begitu, rata-rata pasien disfungsi otonom dapat membaik ketika penyebabnya tertangani secara cepat dan tepat.

Namun bila terlambat ditangani atau terabaikan, beberapa kondisi yang dapat terjadi sebagai risiko komplikasi disfungsi otonom adalah [15] :

  • Kehilangan kesadaran atau pingsan saat sedang berdiri.
  • Intoleransi olahraga.
  • Gangguan berkeringat (keringat yang dikeluarkan tubuh cenderung berlebihan atau justru sangat sedikit).
  • Ketidakmampuan perubahan detak jantung pada waktu/dengan melakukan olahraga.
  • Disrefleksia otonom, yaitu kondisi yang berpengaruh pada sistem kardiovaskular dan mampu mengancam jiwa.
  • Iskemia miokard, perdarahan otak, kejang-kejang, hingga kematian.

Pencegahan Disfungsi Otonom

Dalam meminimalisir risiko disfungsi otonom, pastikan untuk menjaga pola hidup tetap sehat dan seimbang.

Lakukan beberapa upaya ini sebagai langkah pencegahannya [14] :

  • Minum air putih yang cukup setiap hari.
  • Hindari perubahan posisi atau gerakan tubuh secara cepat dan tiba-tiba.
  • Hindari asupan minuman beralkohol yang berlebihan.
  • Cek kesehatan rutin dan ikuti anjuran dokter dalam menangani sejumlah gejala yang sudah timbul.
Tinjauan
Menjaga pola hidup sehat dan melakukan pengecekan kesehatan secara rutin sangat dianjurkan sebagai upaya meminimalisir risiko disfungsi otonom.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment