Penyakit & Kelainan

Penyakit Leptomeningeal : Penyebab, Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Penyakit Leptomeningeal?

Penyakit leptomeningeal merupakan sebuah kondisi ketika metastasis terjadi pada kondisi kanker yang sudah berada di stadium akhir [1,2,5].

Metastasis atau penyebaran terjadi sampai ke leptomeninges (area yang terdiri dari ruang subaraknoid, araknoid, dan pia mater) [1,2,5].

Pengobatan untuk kasus penyakit ini pun masih terbatas ditambah dengan prognosis yang sangat buruk sehingga kemungkinan penderitanya untuk benar-benar sembuh tergolong kecil [1,2,5].

Tinjauan
Penyakit leptomeningeal adalah kondisi metastasis (penyebaran kanker) stadium akhir hingga area leptomeninges di mana penyakit ini memiliki prognosis yang tergolong buruk.

Fakta Tentang Penyakit Leptomeningeal

  1. Di Amerika Serikat, kasus penyakit leptomeningeal atau leptomeningeal carcinomatosis cukup tinggi dengan jumlah sekitar 110.000 kasus baru per tahun [1].
  2. Prevalensi penyakit leptomeningeal bervariasi pada setiap jenis kanker, sebab pada kasus melanoma persentasenya adalah sekitar 30% lebih, kanker paru sekitar 9-20%, dan kanker payudara 5-8% [1].
  3. Peningkatan kasus penyakit leptomeningeal terus terjadi pada sebagian besar pasien kanker stadium akhir sekalipun telah menempuh terapi target untuk mengendalikan perkembangan sel kanker dalam waktu tertentu [1].
  4. Peningkatan kasus penyakit leptomeningeal pun jauh lebih tinggi terjadi pada para penderita adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR [3].

Penyebab Penyakit Leptomeningeal

Tumor solid atau tumor padat merupakan awal dari rata-rata kasus penyakit leptomeningeal [1,2].

Tumor sistem saraf pusat primer, tumor paru, tumor payudara, tumor lambung, dan melanoma merupakan jenis-jenis tumor solid atau padat yang umumnya melibatkan leptomeninges [1,2].

Pada peringkat pertama yang paling umum adalah kanker payudara disusul dengan kanker paru dan melanoma [1,2,3].

Jenis kanker lain yang dapat pula mengalami metastasis seperti penyakit leptomeningeal adalah kanker tiroid, kanker ginjal, kanker saluran pencernaan, limfoma dan leukemia [4].

Jika biasanya misalnya metastasis kanker terjadi pada otak, maka penyakit leptomeningeal dapat menyebar hingga cairan serebrospinal dan sumsum tulang yang disebabkan sel-sel kanker sampai ke leptomeninges [1,2,3].

Leptomeninges sendiri adalah lapisan paling dalam meninges yang berfungsi sebagai pelindung dan penutup otak dan leptomeninges ini terdiri dari dua lapisan [1,2,3].

Pada kasus metastasis penyakit leptomeningeal, sel-sel kanker yang sampai ke cairan serebrospinal biasanya tidak bertumbuh makin besar [1,2,3].

Sel-sel kanker ini tetap dapat berukuran kecil karena cairan serebrospinal sendiri kaya oksigen dan nutrisi sehingga untuk sel bertahan hidup tidak perlu terbentuk semakin besar [1,2,3].

Tinjauan
Tumor solid atau tumor padat merupakan awal dari rata-rata kasus penyakit leptomeningeal yang kemudian bermetastasis atau menyebar sampai pada leptomeninges.

Gejala Penyakit Leptomeningeal

Penyakit leptomeningeal dapat menimbulkan gejala yang bermacam-macam dan akan berbeda pada tiap penderitanya.

Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa gejala akan selalu berhubungan dengan masalah saraf atau neurologis.

Sejumlah gejala yang dapat menandakan bahwa seseorang mengalami penyakit leptomeningeal adalah :

  • Gejala Tumor Otak

Sekitar 50-80% penderita tumor otak mengalami metatasis otak, termasuk juga penyebaran hingga ke cairan sumsum tulang belakang [1].

Pada beberapa bagian otak tertentu, tumor otak yang bermetastasis seringkali asimptomatik atau tanpa gejala. Hanya saja, jika sampai terdapat gejala maka keluhan yang umumnya dialami meliputi salah satu sisi tubuh yang mati rasa atau lumpuh, kesulitan bicara, perubahan pada bentuk wajah, sakit kepala hebat, dan kejang [1,2,3,5].

Peradangan otak atau ensefalopati dapat terjadi sebagai salah satu tanda penyakit leptomeningeal [1,2,5,6].

Jika ensefalopati terjadi, maka tanda-tandanya meliputi konsentrasi yang buruk, penurunan daya ingat, perubahan perilaku atau kepribadian, kelinglungan, tubuh lebih mudah lesu dan kehilangan kesadaran [1,2,5,6].

  • Radikulopati

Akar saraf tulang belakang dapat terkena pengaruh radikulopati di mana efeknya akan dirasakan baik di bagian sepanjang lumbar (tulang belakang sisi bawah) hingga serviks atau leher [1,2,5,6,7].

Jika hal ini terjadi, maka keluhan penderita akan meliputi rasa nyeri, kebas, kesemutan, atau kelemahan di area leher hingga lengan [1,2,5,6,7].

Pada area lumbar, keluhan yang dialami dapat berupa nyeri punggung, kelemahan dan mati rasa di kedua tungkai [1,2,5,6,7].

Bahkan seringkali, penderita bisa saja menderita sensasi seperti tersengat listrik di sepanjang tungkai [1,2,5,6,7].

Pembuluh darah otak akan terhambat atau mendapat tekanan ketika sel-sel kanker (sekalipun tidak membesar) berada di cairan serebrospinal [1,5,6,8].

Bila demikian, beberapa gejala yang dapat terjadi adalahperubahan pada bentuk wajah, kehilangan keseimbangan dan koordinasi tubuh baik saat berdiri, duduk maupun berjalan, kesulitan bicara dan salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan/kelumpuhan [1,5,6,8].

  • Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial

Sumbatan atau hambatan akan terjadi pada aliran cairan serebrospinal ketika metastasis leptomeningeal terjadi [5,9].

Sebagai akibatnya, tekanan pada intrakranial meningkat dan memicu sejumlah gejala seperti sakit kepala disertai muntah (tanpa mual), kelesuan tubuh, perilaku mengalami perubahan hingga pingsan [5,9].

Gejala lain kemungkinan dapat terjadi tergantung dari sumbatan terjadi pada bagian mana [5,9].

  • Kelumpuhan Saraf Kranial

Ketika saraf kranial terlibat, gejala-gejala yang ditimbulkan sangat beragam tergantung bagian saraf apa yang terpengaruh [5,10].

Salah satu kondisi kelumpuhan saraf kranial yang paling umum adalah Bell’s Palsy atau salah satu sisi wajah yang menurun/melorot [5,10].

Beberapa gejala yang dapat dialami sebagai efek dari kelumpuhan saraf kranial adalah kesulitan menggerakkan lidah, sulit bicara, perubahan pada indera penciuman dan perasa, penglihatan ganda, kesulitan dalam menggerakkan kelopak mata atas, nyeri wajah, kelemahan bahu, sulit menelan, kehilangan pendengaran, kelemahan otot wajah, hinggga vertigo [5,10].

Gejala yang timbul tergantung saraf kranial mana yang terpengaruh sehingga hal ini bisa berbeda-beda pada masing-masing penderita [5,10].

Tinjauan
Gejala penyakit leptomeningeal tergantung dari jenis kanker yang terjadi dan lokasi metastasis kanker.

Pemeriksaan Penyakit Leptomeningeal

Penyakit leptomeningeal seringkali sulit terdeteksi karena adanya sejumlah gejala yang terjadi karena metastasis otak yang timbul bersamaan [5].

Namun untuk memastikan penyakit leptomeningeal, terdapat sejumlah metode pemeriksaan sebagai berikut.

Untuk mengonfirmasi penyakit leptomeningeal, penting bagi pasien menempuh MRI scan khususnya pada otak dan tulang belakang [1,2,5].

Dokter dapat menyuntikkan lebih dulu zat pewarna kontras mesti tidak harus selalu menggunakan zat pewarna kontras ini [1,2,5].

MRI scan perlu dilakukan di kedua bagian tubuh tersebut karena penyakit leptomeningeal bisa saja terjadi pada salah satunya [1,2,5].

  • Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal atau spinal tap adalah metode diagnosa lainnya yang akan membantu dokter menegakkan diagnosa usai pasien menempuh MRI scan [1,2,5].

Usai hasil MRI scan didapat, dokter biasanya akan merekomendasikan pasien menjalani pungsi lumbal untuk mengetahui keberadaan sel-sel kanker, penurunan kadar glukosa darah, peningkatan kadar protein darah, dan peningkatan jumlah sel darah putih [1,2,5].

Pengambilan sampel cairan serebrospinal atau metode yang juga disebut dengan istilah studi CSF Flow (cerebrospinal fluid flow) akan dokter terapkan untuk menentukan apakah aliran cairan ini tersumbat karena keberadaan sel tumor [1,2,5].

Sumbatan perlu dipastikan lebih dulu sebelum dokter menetapkan apakah pasien seharusnya menjalani kemoterapi [1,2,5].

Ini karena efektivitas kemoterapi akan sangat rendah dengan peluang keberhasilan sangat kecil apabila kemoterapi dilakukan pada area yang mengalami sumbatan [1,2,5].

Tinjauan
Pemeriksaan untuk memastikan penyakit leptomeningeal, lokasi metastasis dan menentukan penanganan yang tepat meliputi MRI scan, pungsi lumbal dan biopsi cairan serebrospinal.

Pengobatan Penyakit Leptomeningeal

Penyakit leptomeningeal adalah sebuah kondisi yang terjadi pada penderita kanker stadium akhir sehingga sulit untuk mengobati sampai benar-benar sembuh.

Namun, sejumlah metode perawatan yang dapat ditempuh oleh pasien dan termasuk aman antara lain adalah :

  • Kemoterapi Intraventikular

Obat-obatan yang diberikan selama menempuh kemoterapi secara intravena cukup sulit menembus sumbatan yang ada, oleh sebab itu injeksi langsung ke cairan serebrospinal lebih banyak dilakukan [1,5,11].

Kemoterapi intraventrikular adalah istilah untuk tindakan tersebut [1,5,11].

  • Perawatan Sistemik

Selain kemoterapi intraventrikular, perawatan sistemik akan dokter terapkan di saat yang sama.

Untuk kasus kanker paru, penggunaan EGFR inhibitors dan ALK inhibitors akan menembus sumbatan atau halangan pada darah-otak [1,3,5].

Kedua obat ini menjadi salah satu penanganan terbaik bagi pasien dengan mutasi EGFR sekaligus penderita metastasis leptomeningeal atau metastasis otak [1,3,5].

Sedangkan untuk kasus melanoma, pemberian dabrafenib dan vemurafenib yang tergolong dalam BRAF inhibitors akan dokter lakukan untuk penanganan utama [1,5,12].

Sementara itu, obat-obatan imunoterapi seperti ipilomumab dan nivolumab adalah penanganan bagi berbagai macam kanker [5,13].

  • Terapi Radiasi

Terapi radiasi adalah jenis terapi yang umumnya diberikan kepada pasien penyakit leptomeningeal dan dapat dikombinasi bersama dengan kemoterapi maupun perawatan sistemik [1,2].

  • Pengobatan Bertarget Intratekal

Untuk kasus kanker payudara, maka terapi target HER2, trastuzumab adalah penanganan yang tepat [1,5,14].

Dokter akan memberikan terapi ini secara intratekal atau menggunakan suntikan langsung ke kanal tulang belakang atau subaraknoid [1,5,14].

Tujuan injeksi atau penyuntikan ini agar obat dapat mencapai cairan serebrospinal secara langsung [1,5,14].

  • Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif dan pendukung memang tidak diperuntukkan bagi pasien penyakit leptomeningeal dengan kasus tumor yang sudah sangat parah dan berat [1,5].

Namun untuk mengendalikan gejala, perawatan dengan metode ini masih tetap bisa diandalkan [1,5].

Dokter akan memberikan perawatan paliatif menyesuaikannya dengan obat opioid dan non-opioid, ansiolitik, dan antidepresan [1].

Selain itu, pasien juga akan diberi psikostimulan selama pengobatan [1].

Bagaimana prognosis penyakit leptomeningeal?

Prognosis penyakit leptomeningeal seperti halnya rata-rata kasus penyakit kanker stadium akhir [1].

Prognosis tergolong buruk dengan peluang harapan hidup lama kecil karena pengobatan yang terbatas [1].

Pada penderita kanker payudara, pasien dapat bertahan hidup sekitar 5-7 bulan dari penempuhan terapi, sedangkan penderita kanker paru dan melanoma hanya sekitar 4 bulan [1].

Risiko kematian pada penderitanya pun sangat tinggi karena jika tak segera memperoleh penanganan, pasien berisiko meninggal 4-6 minggu dari terdiagnosanya penyakit [1].

Bahkan ketika pasien berhasil menjalani sejumlah perawatan, hanya sekitar 2-4 bulan saja pasien rata-rata bisa bertahan hidup [1].

Tinjauan
Penanganan penyakit leptomeningeal umumnya meliputi kemoterapi intravertikular, perawatan sistemik, radioterapi, perawatan target intratekal, dan perawatan paliatif.

Komplikasi Penyakit Leptomeningeal

Penyakit leptomeningeal sendiri sudah merupakan bentuk komplikasi pada penyakit kanker metastasis [1].

Jika kondisi komplikasi terjadi, maka hal ini umumnya disebabkan oleh beberapa metode tindakan medis untuk mengobati penyakit leptomeningeal [1].

Infeksi kateter, malposisi kateter intraventrikular, meningitis aseptik, paparan reservoir Ommaya, myelosupresi sekunder dari kemoterapi intraventrikular, myelopati efek kemoterapi, dan obstruksi kateter searah adalah beberapa komplikasi yang dimaksud [1].

Pencegahan Penyakit Leptomeningeal

Belum diketahui bagaimana cara mencegah penyakit leptomeningeal.

Namun dengan menempuh kemoterapi dan terapi radiasi secepatnya, setidaknya hal ini dapat meningkatkan peluang harapan hidup pasien.

Tinjauan
Belum ada upaya pencegahan untuk penyakit leptomeningeal namun diagnosa dan penanganan secepatnya akan sangat membantu.

1. Amna Batool & Anup Kasi. Leptomeningeal Carcinomatosis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. Gautam Nayar, Tiffany Ejikeme, Pakawat Chongsathidkiet, Aladine A. Elsamadicy, Kimberly L. Blackwell, Jeffrey M. Clarke, Shivanand P. Lad, & Peter E. Fecci. Leptomeningeal disease: current diagnostic and therapeutic strategies. Oncotarget; 2017.
3. Yang-Si Li, MD, Ben-Yuan Jiang, PhD, Jin-Ji Yang, PhD, Hai-Yan Tu, MS, Qing Zhou, PhD, Wei-Bang Guo, MS, Hong-Hong Yan, MS & Yi-Long Wu, MD. Leptomeningeal Metastases in Patients with NSCLC with EGFR Mutations. Journal of Thoracic Oncology; 2016.
4. Leila Moosavi, MD, Carlos D’Assumpcao, MD, Jonathan Bowen, BSc, Arash Heidari, MD, & Everardo Cobos, MD. Leptomeningeal Carcinomatosis From Carcinoma of Unknown Primary in a Young Patient: A Case Report and a Literature Review. Journal of Investigative Medicine High Impact Case Reports; 2019.
5. Lynne Eldridge, MD & Doru Paul, MD. Leptomeningeal Disease. Verywell Health; 2021.
6. Emilie Le Rhun, Sophie Taillibert, & Marc C. Chamberlain. Carcinomatous meningitis: Leptomeningeal metastases in solid tumors. Surgical Neurology International; 2013.
7. Johns Hopkins Medicine. Radiculopathy. Johns Hopkins Medicine; 2021.
8. Efthimios Dardiotis, Athina-Maria Aloizou, Sofia Markoula, Vasileios Siokas, Konstantinos Tsarouhas Georgios Tzanakakis, Massimo Libra, Athanassios P. Kyritsis, Alexandros G. Brotis, Michael Aschner, Illana Gozes, Dimitrios P. Bogdanos, Demetrios A. Spandidos, Panayiotis D. Mitsias & Aristidis Tsatsakis. Cancer-associated stroke: Pathophysiology, detection and management (Review). International Journal of Oncology; 2019.
9. Emilie Le Rhun, Sophie Taillibert, & Marc C. Chamberlain. Carcinomatous meningitis: Leptomeningeal metastases in solid tumors. Surgical Neurology International; 2013.
10. Kasumi Hattori, Nozomu Matsuda, Takenobu Murakami, Eiichi Ito & Yoshikazu Ugawa. A case of leptomeningeal melanomatosis with acute paraplegia and multiple cranial nerve palsies. Rinsho Shinkeigaku; 2017.
11. Ho-Shin Gwak, Jungnam Joo, Sohee Kim, Heon Yoo, Sang Hoon Shin, Ji-Youn Han, Heung Tae Kim, Jin Soo Lee, & Seung Hoon Lee. Analysis of treatment outcomes of intraventricular chemotherapy in 105 patients for leptomeningeal carcinomatosis from non-small-cell lung cancer. Journal of Thoracic Oncology; 2013.
12. Myung-Ju Ahn, MD, PhD, Chao-Hua Chiu, MD, Ying Cheng, MD, Andrew P. Brown, DPhil, Ariadna Mendoza-Naranjo, PhD & Tony Mok, MD. Osimertinib for Patients With Leptomeningeal Metastases Associated With EGFR T790M-Positive Advanced NSCLC: The AURA Leptomeningeal Metastases Analysis. Journal of Thoracic Oncology; 2019.
13. Prof Georgina V Long, PhD, Victoria Atkinson, MBBS, Serigne Lo, PhD, Shahneen Sandhu, MBBS, Alexander D Guminski, PhD, Prof Michael P Brown, PhD & et al. Combination nivolumab and ipilimumab or nivolumab alone in melanoma brain metastases: a multicentre randomised phase 2 study. The Lancet Oncology; 2018.
14. Emilie Le Rhun, Matthias Preusser, Martin van den Bent, Nicolaus Andratschke, & Michael Weller. How we treat patients with leptomeningeal metastases. ESMO Open; 2019.

Share