Daftar isi
Tuberous sclerosis merupakan tumor jinak yang umumnya terdapat pada otak, walaupun juga dapat tumbuh di beberapa bagian tubuh lainnya [1,3,4,5,6,8,9,11,13,17].
Kelainan genetik menjadi alasan dasar tumor jinak ini timbul, namun penyakit ini tergolong langka dan gejala pada masing-masing penderita dapat berbeda-beda.
Ginjal, kulit, paru dan jantung adalah organ vital lainnya di dalam tubuh selain otak yang menjadi tempat tumbuhnya tumor ini.
Tinjauan Tuberous sclerosis adalah tumor jinak yang pertumbuhannya lebih umum terjadi pada otak walaupun dapat juga terjadi di lokasi organ tubuh lainnya.
Karena merupakan kondisi kelainan genetik, maka sebab utama tuberous sclerosis adalah mutasi genetik.
Mutasi atau perubahan genetik ini terjadi pada gen TSC1 atau TSC2, gen pengendali pertumbuhan sel di dalam tubuh sehingga sel tumbuh secara tak terkontrol [1,3].
Dengan begitu, tumor pun terbentuk pada sejumlah area tubuh dan akhirnya berdampak pada beberapa fungsi organ; khususnya organ yang terkena.
Mutasi genetik ini dapat terjadi karena sang anak mendapatkannya dari orang tua alias diturunkan entah dari satu atau kedua orang tua.
Hanya saja pada sebagian kasus tuberous sclerosis, ada pula mutasi genetik baru yang ditemukan dan usai diteliti rupanya tidak diturunkan dari orang tua penderita.
Selain faktor diturunkan, faktor lain yang diduga kuat menjadi penyebab tuberous sclerosis adalah kesalahan acak pada proses pembelahan sel [4].
Mutasi inilah yang disebut dengan mutasi genetik baru tanpa adanya riwayat tuberous sclerosis di dalam keluarga penderita.
Meski demikian, seseorang dengan kondisi tuberous sclerosis memiliki peluang 50% lebih untuk menurunkannya ke anak-anaknya kelak [1].
Bahkan ketika hanya satu orang tua saja yang menurunkan kondisi ini ke sang anak, kondisi dapat beragam, dari yang sangat ringan hingga sangat berat.
Tinjauan Mutasi genetik yang diturunkan dapat menjadi penyebab utama tuberous sclerosis, namun faktor penyebab lainnya dapat berupa kesalahan acak pada proses pembelahan sel.
Gejala tuberous sclerosis disebut berbeda-beda pada setiap penderita karena hal ini tergantung dari bagian tubuh mana yang terpengaruh.
Bagian tubuh yang dapat merasakan gejala umumnya kulit, jantung, mata, ginjal atau paru (tempat tumbuhnya tumor jinak).
Tingkat keparahan gejala pun beragam, tergantung lokasi organ tubuh yang ditumbuhi tumor serta seberapa besar ukuran tumor itu sendiri.
Berikut ini adalah gejala yang pada umumnya menandakan bahwa seseorang mengalami tuberous sclerosis :
Jika tumor tumbuh di bagian paru, biasanya gejala yang akan timbul adalah sesak napas dan batuk-batuk [1,3,4,5].
Batuk dan sesak napas ini akan lebih terasa dan dialami khususnya saat melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang melelahkan.
Wanita memiliki risiko lebih besar mengalami pertumbuhan tumor di bagian paru daripada pria [5].
Masalah ginjal akan terjadi ketika tumor tumbuh di bagian ginjal walaupun tidak bersifat kanker [1,3,4].
Seiring bertambahnya usia penderita, maka tumor akan semakin tumbuh besar.
Gejala seperti kejang umumnya dialami oleh anak-anak yang lebih kecil, dan kondisi ini cenderung berulang, khususnya pada kaki dan kepala [1,3,4,5].
Kejang terjadi ketika pertumbuhan tumor jinak terjadi pada otak.
Bercak yang lebih terang dari warna kulit dapat timbul pada permukaan kulit penderita tuberous sclerosis [1,6].
Bercak dapat muncul dalam ukuran yang kecil, namun ada pula yang menebal walau tidak berbahaya.
Selain itu bintik-bintik benjolan kemerahan kemungkinan juga dapat terjadi pada beberapa kasus, termasuk timbul di area kuku.
Pada kasus tuberous sclerosis anak-anak, biasanya kulit wajah menjadi lokasi kemunculan ruam atau bercak dan rata-rata lebih mirip dengan jerawat [6].
Bagian mata juga dapat menjadi lokasi timbulnya gejala tuberous sclerosis, seperti timbulnya bercak putih tepat pada bagian jaringan yang sensitif terhadap cahaya di belakang mata [7].
Karena tidak bersifat ganas, biasanya fungsi penglihatan tidak terlalu terpengaruh.
Bila tumor tumbuh di jantung, biasanya kondisi ini dialami oleh bayi yang baru lahir [8].
Ukuran tumor akan sangat besar namun akan mengecil seiring anak tumbuh semakin besar.
Perkembangan anak yang terlambat sangat berkaitan dengan tumbuhnya tumor jinak pada otak anak.
Hal ini kemudian berpengaruh pada kemampuan belajar dan intelektual anak yang terhambat.
Ketika tumor tumbuh di otak, hal ini juga berpotensi bagi anak dalam menderita kondisi ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) serta spektrum autisme [9].
Perilaku penderita tuberous sclerosis dapat mengalami perubahan, seperti menjadi lebih agresif, hiperaktif, dan bahkan memiliki kecenderungan melukai diri sendiri [10].
Hal ini kemudian berdampak buruk bagi sisi emosional dan kehidupan sosial penderita.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Gejala tuberous sclerosis pada umumnya diketahui saat bayi baru lahir karena akan sangat kelihatan.
Tak hanya pada saat bayi, gejala awal juga dapat timbul pada usia anak maupun dewasa yang perlu segera diperiksakan ke dokter sehingga penderita mendapatkan penanganan dengan tepat.
Tinjauan Gejala yang umumnya menandakan tuberous sclerosis antara lain adalah gangguan ginjal, gangguan jantung, kejang, masalah kulit, gangguan kognitif, gangguan perilaku, gangguan paru, serta masalah pada mata. Gejala timbul tergantung dari letak tumbuh tumor dan ukurannya.
Tergantung dari gejala yang dialami, pasien perlu diperiksa oleh dokter ahli, seperti dokter ginjal, dokter kulit, dokter mata, dokter jantung, dan dokter saraf untuk pemeriksaan otak.
Berikut ini adalah sejumlah metode pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter saat penderita memeriksakan diri :
Pemeriksaan fisik secara umum tentunya akan diterapkan oleh dokter lebih dulu [1,5].
Hal ini biasanya diikuti dengan pemeriksaan riwayat kesehatan pasien dan keluarga pasien.
Dokter perlu tahu riwayat penyakit apa yang dimiliki oleh keluarga pasien untuk mengetahui adanya kelainan genetik atau tidak.
Untuk memastikan apakah terdapat kelainan genetik di dalam tubuh pasien sehingga menyebabkan sejumlah gejala yang mengarah pada tuberous sclerosis, maka tes genetik biasanya direkomendasikan oleh dokter [1].
Tak hanya sebagai pendeteksi tuberous sclerosis, dokter juga akan melakukan tes genetik untuk mengidentifikasi adanya masalah kesehatan lain yang berkaitan dengan faktor genetik.
Pemeriksaan fisik kemungkinan besar juga meliputi pemeriksaan mata [11].
Dokter perlu melihat bagian dalam mata untuk mengetahui adanya kemungkinan gangguan di sana.
Retina termasuk bagian mata yang sangat perlu dokter periksa.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter apabila gejala berupa kejang dialami oleh anak.
Elektroensefalogram adalah metode pemeriksaan yang dokter akan terapkan untuk merekam aktivitas listrik pada otak [12].
Melalui pemeriksaan ini, dokter juga dapat mengetahui apa faktor yang menyebabkan kejang pada anak.
Untuk mengetahui apakah jantung anak memiliki masalah, maka dokter penyakit dalam biasanya merekomendasikan dua metode pemeriksaan, elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiogram [8].
Elektrokardiogram adalah bentuk pemeriksaan aktivitas listrik pada jantung, sementara ekokardiogram digunakan untuk melihat kondisi jantung dengan memanfaatkan gelombang suara.
Untuk mendeteksi keberadaan tumor khususnya di bagian hati, ginjal, paru dan otak, tes pemindaian sangat diperlukan.
Dokter akan merekomendasikan pasien untuk menjalani USG untuk mengetahui kondisi ginjal.
Sementara CT dan MRI scan adalah tes pemindaian untuk mengetahui kondisi otak dan organ tubuh lainnya [1,6,8,11].
Untuk mengetahui apakah kondisi kesehatan mental pasien terganggu, dokter perlu melakukan tes psikologis.
Metode pemeriksaan ini adalah cara untuk mengidentifikasi adanya kelainan atau gangguan kemampuan belajar dan intelektual anak.
Melalui pemeriksaan ini juga, dokter akan mengetahui adanya masalah sosial maupun perkembangan perilaku serta emosional pasien [13].
Tinjauan Dalam mendiagnosa pasien tuberous sclerosis, dokter umumnya menerapkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan psikologis, tes pemindaian, dan pemeriksaan jantung.
Penanganan pasien tuberous sclerosis adalah melalui beberapa metode, yaitu meliputi :
1. Obat-obatan
Dokter biasanya akan meresepkan obat untuk mengatasi aritmia jika pasien mengalaminya, yaitu dengan obat anti kejang [4].
Everolimus adalah jenis obat yang juga kemungkinan diresepkan oleh dokter untuk mengatasi tuberous sclerosis pada ginjal atau otak [16].
Obat tersebut umumnya diberikan hanya ketika tuberous sclerosis tak dapat ditangani melalui prosedur bedah.
Sementara untuk kasus tuberous sclerosis pada kulit, sirolimus adalah jenis obat oles yang dipercaya mampu mengatasi gejala [15].
2. Terapi Khusus
Berbagai jenis terapi kemungkinan akan dianjurkan oleh dokter sesuai dengan gejala tuberous sclerosis yang dialami pasien [17].
Terapi fisik dan okupasi diperlukan untuk membantu pasien usia anak dalam meningkatkan kemampuannya dalam beraktivitas.
Sementara itu, psikoterapi dibutuhkan untuk pasien dengan masalah kesehatan mental, termasuk penanganan gangguan perilaku, emosional dan sosial.
3. Operasi
Operasi pengangkatan tumor atau solusi untuk kejang hanya diterapkan bila pasien tidak merasakan efektivitas obat resep dokter.
Tumor kemungkinan perlu diatasi melalui metode bedah bila sampai mengganggu fungsi organ tubuh tempat tumbuhnya tumor [1,4,5,6,8,11].
Namun selain itu, prosedur bedah kerap direkomendasikan dokter sebagai solusi untuk mengendalikan kejang yang disebabkan tumor di bagian otak.
Untuk kasus tuberous sclerosis pada kulit, operasi laser atau dermabrasi kemungkinan dokter sarankan bagi pasien.
4. Pemantauan
Dokter akan terus memantau kondisi pasien dalam jangka panjang karena perkembangan tumor pada beberapa kasus membutuhkan waktu lama [1].
Umumnya, pasien perlu memeriksakan diri ke dokter untuk cek kesehatan secara rutin agar masalah teridentifikasi dan tertangani secara dini lalu komplikasi dapat dicegah.
Tinjauan Penanganan tuberous sclerosis umumnya dilakukan dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala, terapi khusus (terapi fisik, terapi okupasi, dan/atau psikoterapi), prosedur bedah (hanya bila obat tidak efektif dan kondisi pasien sudah sangat parah), serta pemantauan jangka panjang oleh dokter.
Risiko komplikasi tuberous sclerosis tergantung dari lokasi tumbuhnya tumor dan ukuran tumor itu sendiri.
Jika semakin membesar, maka tumor ini akan sangat mengancam jiwa dengan sejumlah kondisi serius seperti [1] :
Tinjauan Tumor berkembang ganas serta gangguan dan kegagalan fungsi organ tempat tumbuhnya tumor dapat menjadi komplikasi mengancam jiwa bagi pasien penderita tuberous sclerosis yang tidak segera ditangani.
Karena merupakan sebuah penyakit dengan mutasi genetik sebagai penyebabnya, upaya pencegahan tidak memungkinkan.
Deteksi dini kondisi tuberous sclerosis merupakan upaya meminimalisir risiko komplikasi yang berbahaya pada penderita [1,14].
Ketika kondisi terdeteksi dini, maka penanganan dapat segera diperoleh pasien sehingga komplikasi diharapkan tidak terjadi.
Tinjauan Pencegahan tuberous sclerosis dapat dilakukan dengan tujuan meminimalisir risiko komplikasi, yaitu melalui deteksi dan penanganan kondisi secara dini.
1. Edgar A. Zamora & Narothama R. Aeddula. Tuberous Sclerosis. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Sandra Ayamiseba & Pieter L. Suling. Tuberous Sclerosis pada Anak. E-Journal Universitas Sam Ratulangi; 2015.
3. Clévia Rosset, Cristina Brinckmann Oliveira Netto, & Patricia Ashton-Prolla. TSC1 and TSC2 gene mutations and their implications for treatment in Tuberous Sclerosis Complex: a review. Genetics and Molecular Biology; 2017.
4. Kevin C. Ess. Tuberous Sclerosis Complex: A Brave New World? HHS Public Access; 2011.
5. Nishant Gupta & Elizabeth P. Henske. Pulmonary Manifestations in Tuberous Sclerosis Complex. HHS Public Access; 2019.
6. Michael A Cardis & Cynthia Marie Carver DeKlotz. Cutaneous manifestations of tuberous sclerosis complex and the paediatrician's role. Archives of Disease in Childhood; 2017.
7. D M Robertson. Ophthalmic manifestations of tuberous sclerosis. Annals of the New York Academy of Sciences; 1991.
8. Robert B. Hinton, MD, Ashwin Prakash, MD, Robb L. Romp, MD, Darcy A. Krueger, MD, PhD, & Timothy K. Knilans, MD. Cardiovascular Manifestations of Tuberous Sclerosis Complex and Summary of the Revised Diagnostic Criteria and Surveillance and Management Recommendations From the International Tuberous Sclerosis Consensus Group. Journal of the American Heart Association; 2014.
9. Petrus J. de Vries, Lucy Wilde, Magdalena C de Vries, Romina Moavero, Deborah A. Pearson, & Paolo Curatolo. A clinical update on Tuberous Sclerosis Complex-Associated Neuropsychiatric Disorders (TAND). HHS Public Access; 2018.
10. Claudine M C Kopp, David A Muzykewicz, Brigid A Staley, Elizabeth A Thiele, & Margaret B Pulsifer. Behavior problems in children with tuberous sclerosis complex and parental stress. Epilepsy & Behavior; 2008.
11. Michael J Wan, Ka Lo Chan, Benjamin G Jastrzembski, & Asim Ali. Neuro-ophthalmological manifestations of tuberous sclerosis: current perspectives. Eye and Brain; 2019.
12. G Pampiglione & E J Moynahan. The tuberous sclerosis syndrome: clinical and EEG studies in 100 children. Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry; 1976.
13. Petrus J. de Vries, MBChB, MRCPsych, PhD, Vicky H. Whittemore, PhD, Loren Leclezio, MSc(Neurosci), Anna W. Byars, PhD, David Dunn, MD, Kevin C. Ess, MD, PhD, Dena Hook, Bryan H. King, MD, MBA, Mustafa Sahin, MD, PhD, & Anna Jansen, MD. Tuberous Sclerosis Associated Neuropsychiatric Disorders (TAND) and the TAND Checklist. HHS Public Access; 2015.
14. Anonim. Tuberous Sclerosis (TSC1, TSC2). Prevention Genetics; 2017.
15. John J. Bissler, M.D., Francis X. McCormack, M.D., Lisa R. Young, M.D., Jean M. Elwing, M.D., Gail Chuck, L.M.T., Jennifer M. Leonard, R.N., Vincent J. Schmithorst, Ph.D., Tal Laor, M.D., Alan S. Brody, M.D., Judy Bean, Ph.D., Shelia Salisbury, M.S., & David N. Franz, M.D. Sirolimus for Angiomyolipoma in Tuberous Sclerosis Complex or Lymphangioleiomyomatosis. HHS Public Access; 2012.
16. Darcy A. Krueger, Anjali Sadhwani, Anna W. Byars, Petrus J. de Vries, David N. Franz, Vicky H. Whittemore, Rajna Filip‐Dhima, Donna Murray, Kush Kapur, & Mustafa Sahin. Everolimus for treatment of tuberous sclerosis complex‐associated neuropsychiatric disorders. Annals of Clinical and Translational Neurology; 2017.
17. Tanjala T. Gipson, MD & Andrea Poretti, MD. Implementing a Multidisciplinary Approach to Treating Tuberous Sclerosis Complex. Child Neurology Open; 2017.