Tinjauan Medis : dr. Angelia Chandra
Bulimia nervosa adalah masalah kejiwaan berupa gangguan perilaku makan yang ditandai dengan makan dalam porsi berlebihan yang tidak terkendali (dalam sekali makan) atau binge eating kemudian diikuti oleh
Daftar isi
Bulimia atau bulimia nervosa adalah gangguan perilaku makan selain anoreksia nervosa yang ditandai dengan binge eating (makan berlebihan secara berulang kali) namun akan memuntahkan atau mengeluarkannya kemudian [1,2,3,4,10].
Seseorang dengan bulimia dapat makan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, namun ia juga akan merasa kehilangan kendali saat sedang makan.
Penderita bulimia kerap merasa tidak mampu berhenti makan dan memiliki ketakutan terhadap kenaikan berat badan.
Meski memiliki ketakutan terhadap peningkatan berat badan, tidak semua penderita bulimia memiliki kekurangan berat badan karena justru beberapa orang dengan bulimia mengalami kelebihan berat badan.
Penderita bulimia dengan kondisi obesitas akan menggunakan metode memuntahkan makanan yang sudah dimakan sebagai cara untuk menjaga berat badan.
Bulimia adalah kondisi kelainan makan yang ditandai dengan makan sebanyak-banyaknya (binge eating), namun kemudian berusaha dengan cara apapun untuk mengeluarkannya kembali (purging).
Cara mengeluarkan makanan atau aksi purging ini bisa dilakukan dengan penggunaan laksatif atau diuretik maupun memuntahkan makanan secara langsung sehabis menikmatinya.
Pada beberapa kasus bulimia, penderita melakukan purging dengan cara melakukan olahraga secara berlebihan agar kalori yang masuk dapat dibakar habis-habisan.
Selain itu, ada pula yang memilih berpuasa setelah makan banyak di mana tujuan dari semua ini adalah untuk tidak mengalami kenaikan berat badan.
Sementara itu, anoreksia nervosa adalah suatu kelainan makan yang ditandai dengan ketakutan berlebihan menjadi gemuk sehingga sangat membatasi asupan makanan dan cairan yang masuk ke dalam tubuh.
Penderita anoreksia nervosa akan berusaha untuk tidak menambah berat badan, seperti dengan menghindari aktivitas makan atau membatasi asupan energi berlebihan.
Hal ini membuat tubuh penderita anoreksia nervosa menjadi sangat kurus di mana angka berat badan pun bisa sangat rendah.
Meski begitu, mereka akan tetap merasa bahwa diri mereka tidak cukup kurus dan masih merasa terlalu gemuk.
Bila berkepanjangan, berbagai masalah kesehatan serius dapat menjadi komplikasinya, termasuk dapat berakibat pada kematian.
Kondisi bulimia dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu purging dan non-purging.
Kenali seperti apa kedua jenis bulimia ini agar dapat mewaspadai dan mengatasinya secara dini bila terjadi [1,3].
Pada jenis purging, penderita bulimia akan mencoba berbagai cara untuk mengeluarkan kembali makanan yang sudah masuk ke dalam tubuh.
Pada bulimia purging, setelah seseorang makan berlebihan akan segera memuntahkannya.
Selain mencoba memuntahkannya, menggunakan diuretik atau laksatif menjadi alternatif untuk membuang sisa-sisa makanan yang telah masuk ke dalam tubuh.
Pada jenis non-purging, seseorang dengan bulimia setelah makan berlebihan akan berpuasa.
Selain dengan berpuasa ekstrem, cara lain untuk menjaga berat badan adalah dengan berolahraga secara berlebihan.
Metode mengeluarkan makanan yang sudah masuk ke dalam tubuh tidak secara langsung, tapi lebih kepada pembakaran kalori secara berlebihan maupun melaparkan diri.
Masih belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan bulimia, namun beberapa faktor seperti sosial, budaya, psikologis, dan biologis rata-rata melatarbelakangi terjadinya bulimia pada seseorang [5,6].
Risiko bulimia sangat tinggi pada seseorang yang memiliki gangguan emosional, seperti kecemasan berlebihan, penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah, depresi dan sisi perfeksionis.
Ketika seseorang memiliki obsesi untuk menurunkan berat badan atau menghindari kenaikan berat badan, bulimia berisiko besar terjadi pada orang tersebut.
Alih-alih berdiet sehat, orang tersebut akan memilih untuk makan banyak namun setelah itu dikeluarkan dari dalam tubuhnya.
Peristiwa traumatis seperti perpisahan dengan orang terdekat, kematian orang terdekat, penyakit mematikan, perundungan, hingga pelecehan seksual atau fisik dapat pula meningkatkan risiko seseorang mengalami bulimia.
Risiko bulimia sangat tinggi pada seseorang yang mendapat tekanan dari lingkungan sekitarnya, baik itu dari masyarakat, pekerjaan, olahraga (khususnya pada atlet) atau lainnya.
Ketika persepsi mengenai diri sendiri sangat mudah ditentukan oleh orang lain atau suatu situasi dan kondisi, bulimia rentan terjadi.
Faktor biologis atau genetik dapat menjadi salah satu alasan yang memicu bulimia pada seseorang, terutama ketika orangtua pun memiliki riwayat gangguan perilaku makan sejenis.
Bulimia pun dapat terjadi pada seseorang bila di keluarganya memiliki saudara kandung atau kerabat dekat yang mengalami bulimia.
Bulimia paling rentan dialami oleh orang-orang di akhir usia remajanya dan memasuki usia dewasa muda.
Perempuan jauh lebih berpotensi menderita bulimia daripada laki-laki, yang artinya tak menutup kemungkinan laki-laki juga dapat mengalaminya.
Bahkan risiko bulimia diketahui justru sangat tinggi pada orang-orang yang memiliki masalah kelebihan berat badan atau obesitas.
Tinjauan Faktor psikologis, lingkungan, biologis/genetik, usia, obesitas dan jenis kelamin dapat menjadi pemicu timbulnya bulimia pada diri seseorang.
Seperti halnya gejala anoreksia nervosa, gejala pada bulimia pun terdiri dari tiga kategori, yaitu gejala fisik, perilaku dan psikologis [1,2,3,4,10].
Tinjauan Gejala bulimia terdiri dari gejala fisik, gejala psikologis dan gejala perilaku. Gejala fisik utamanya meliputi tubuh lelah, sering pusing, bau mulut dan sakit tenggorokan. Gejala psikologis utamanya meliputi ketidaknyamanan terhadap bentuk tubuh atau berat badan diri sendiri, mudah tersinggung, cemas berlebihan dan depresi. Gejala perilaku utamanya meliputi makan berlebihan dan kemudian dengan sengaja mengeluarkannya kembali dengan berbagai cara.
Langkah pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosa bulimia adalah dengan dokter menanyakan beberapa pertanyaan seputar [1] :
Metode pemeriksaan lainnya yang dokter akan lakukan adalah pemeriksaan fisik dan juga tes darah.
Tes darah direkomendasikan oleh dokter ketika menjumpai masalah pada kesehatan pasien terkait penggunaan enema, laksatif atau diuretik dan aksi memuntahkan makanan.
Pemeriksaan psikologis pun diterapkan untuk mengenal lebih jauh karakteristik pasien, khususnya dalam mendeteksi gangguan obsesif-kompulsif, gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau masalah emosional lainnya.
Menurut DSM-5 (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition) oleh American Psychiatric Association, ada 4 kriteria diagnosa bulimia.
Seseorang positif terdiagnosa bulimia ketika beberapa kriteria diagnosa ini terpenuhi yaitu [7] :
Tinjauan Pemeriksaan fisik, pertanyaan seputar gejala dan riwayat kesehatan, pemeriksaan psikologis serta tes darah adalah metode diagnosa untuk mengonfirmasi gejala bulimia. Seseorang positif terdiagnosa bulimia bila melakukan aktivitas makan berlebihan hingga tidak terkontrol, memiliki perilaku kompensatori, perilaku kompensatori dilakukan setidaknya seminggu sekali, dan cara memandang fisik diri sendiri cenderung negatif.
Bulimia adalah suatu kondisi yang melibatkan gangguan emosional dan fisik sehingga penanganan yang diberikan seharusnya mampu membantu pasien dalam hal [1,3,8] :
Untuk dapat memaksimalkan penanganan bulimia, maka beberapa metode inilah yang umumnya digunakan dan diperlukan oleh para pasien bulimia.
1. Obat-obatan
Dalam upaya mengontrol binge eating dan purging di saat yang sama, maka pemberian antidepresan biasanya cukup efektif [1,8,10].
2. Terapi Perilaku Kognitif
Psikoterapi dalam bentuk terapi perilaku kognitif akan membantu pasien dalam memahami perasaannya sendiri dan mengubah pola pikir serta reaksinya terhadap bentuk tubuh hingga berat badan [1,3,8,10].
Melalui terapi inilah, pasien dibantu oleh ahlinya dalam meningkatkan citra yang positif terhadap diri sendiri.
3. Kombinasi Obat-obatan dan Psikoterapi
Umumnya, obat saja tidak cukup berpengaruh dalam meredakan gejala-gejala bulimia pada pasien [1].
Oleh karena itu, obat-obatan perlu dikombinasikan juga dengan langkah psikoterapi serta dukungan perawatan lainnya.
4. Konseling Nutrisi
Menemui ahli gizi dan melakukan konsultasi mengenai asupan nutrisi dan diet yang sehat akan membantu agar pasien dapat mengurangi kebiasaan dalam binge eating dan purging [1,8,10].
Ahli gizi akan membantu pasien dalam merencanakan menu makanan sehari-hari yang lebih sehat dan terstruktur.
5. Family Therapy
Pada kasus bulimia yang dialami oleh remaja, bentuk perawatan yang melibatkan pasien bersama keluarganya untuk berkonsultasi ke dokter juga dianjurkan [2,8].
Selain pasien perlu memahami bagaimana bulimia memengaruhi dirinya sendiri, keluarga pasien pun perlu mengetahui bagaimana cara mendukung pemulihan pasien.
6. Rawat Inap di Rumah Sakit
Perawatan medis di rumah sakit kemungkinan diperlukan bagi pasien yang berat badannya sangat kurang, mengalami masalah pada jantung, usia masih di bawah 18 tahun, memiliki riwayat medis lain, atau adanya kecenderungan menyakiti diri sendiri [8].
Bila cukup serius, maka pasien memerlukan pengawasan oleh ahli medis agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tinjauan Penanganan bulimia melibatkan obat-obatan, namun terapi perilaku kognitif atau psikoterapi, kombinasi keduanya, family therapy, dan konseling nutrisi diperlukan juga oleh pasien. Bila kondisi sudah sangat serius, rawat inap perlu ditempuh oleh pasien.
Bulimia pada umumnya tidak sampai perlu sampai harus dirawat di rumah sakit, namun jika sudah terlampau serius maka komplikasi-komplikasi ini bisa terjadi dan rawat inap menjadi solusinya [2,10].
Hampir tidak mungkin untuk bisa mencegah agar bulimia sama sekali tidak terjadi karena penyebab dan alasan pasti terjadinya pun tidak diketahui.
Namun pada remaja puteri yang paling sering mempermasalahkan bentuk tubuh serta berat badan lalu melakukan diet yang terlalu ketat, pemahaman mengenai bulimia perlu diberikan [10].
Bila pengertian yang diberikan oleh orangtua maupun tenaga pendidik belumlah cukup, maka pengadaan kampanye dengan keterlibatan dokter dan psikolog sebagai fasilitator kesehatan [9].
Pembekalan dini kepada para remaja puteri mengenai tanda, penyebab dan dampak berbahaya dari bulimia diharapkan mampu mencegah bulimia itu sendiri.
Namun bila ada orang terdekat dengan gejala bulimia, maka membawanya berkonsultasi segera ke dokter ataupun psikiater akan sangat membantu dalam mencegah komplikasi bulimia.
Tinjauan Bulimia cukup sulit untuk dicegah, namun dengan pemberian pemahaman sejak dini mengenai bulimia (penyebab, gejala dan dampaknya) diharapkan hal ini dapat meminimalisir risiko bulimia. Bila seseorang sudah telanjur mengalaminya, penting untuk segera membawanya ke dokter maupun psikiater sebelum komplikasi terjadi.
1) Anonim. 2014. Harvard Health Publishing - Harvard Medical School. Bulimia: Symptoms, diagnosis and treatments.
2) Anonim. National Eating Disorders Collaboration. Bulimia nervosa.
3) Anonim. Eating Disorder Hope. Bulimia Nervosa: Causes, Symptoms, Signs & Treatment Help.
4) Thomas Christiansen & Eric Patterson. 2020. The Recovery Village. Anorexia vs. Bulimia: What’s the Difference?
5) Anonim. Eating Recovery Center. Causes of Bulimia.
6) Anonim. Walden Behavioral Care. Potential Causes of Bulimia.
7) Susan Cowden, MS & Steven Gans, MD. 2019. Verywell Health. Bulimia Diagnosis Requires 4 Factors.
8) Anonim. 2017. National Health Service. Overview - Bulimia.
9) Irma Prilisiana Paskahwati, Aldi Setyawan, Anugrah Permata Sari & Herlita. 2016. Research Gate. Program Mencegah Bulimia pada Remaja Melalui Kampanye " Remaja Bebas Bulimia ".
10) Joseph Goldberg, MD. 2018. WebMD. Bulimia Nervosa.